DAMASKUS – Rusia dikenal sebagai sekutu penting rezim Bashar al-Assad di Suriah. Moskow memainkan peran penting dalam mempertahankan kekuasaan Assad di Damaskus.
Namun Rusia akhirnya membiarkan sekutunya tenggelam pada Minggu (12/8/2024).
Rusia melakukan intervensi setelah pecahnya perang saudara di Suriah pada tahun 2011. Kremlin sangat mendukung rezim Assad, yang telah menghadapi serangkaian upaya kudeta dan pemberontakan sejak munculnya oposisi terhadap rezim Assad.
Selama bertahun-tahun, dukungan Rusia tetap teguh. Setelah situasi baru-baru ini di Suriah memaksa Assad melarikan diri ke luar negeri, Moskow siap menyambutnya kembali bersama keluarganya.
Apa sebenarnya alasan Rusia begitu loyal kepada rezim Assad?
Mengapa Rusia Setia Mendukung Bashar Al Assad
1. Sebuah cerita sejarah yang panjang
Sejarah panjang hubungan Rusia-Suriah setidaknya dimulai sejak Perang Dingin. Pada tahun 1970-an, Uni Soviet memberikan pengaruh terhadap rezim Damaskus dengan memberikan bantuan dan senjata.
Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1990an, pengaruh Soviet di Suriah menurun. Hubungan berangsur-angsur menjadi bersahabat kembali setelah Vladimir Putin menjadi presiden Rusia dan Bashar al-Assad menjadi presiden Suriah pada tahun 2000.
Menurut Mena Research Center, faktor Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat berperan penting dalam mempererat hubungan Moskow dan Damaskus.
Sejak itu, pengaruh Rusia di Suriah terus berkembang, dan kedua negara sepakat untuk mencari aliansi yang lebih kuat.
Rusia menunjukkan dukungannya terhadap Suriah ketika negara itu menjadi sekutu utama pemerintahan Assad yang dilanda pemberontakan. Dalam hal ini, Moskow bersedia menghadapi kritik dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya karena membantu rezim di sana.
2. Kepentingan nasional Rusia
Dukungan Rusia terhadap Suriah telah meningkat secara dramatis sejak gerakan Arab Spring.
Salah satu momen tersebut adalah ketika revolusi Libya tahun 2011 menggulingkan Muammar Gaddafi, yang dianggap melemahkan pengaruh Moskow di dunia Arab.
Singkatnya, Rusia telah lama menjalin hubungan dengan Libya dalam hal penjualan senjata. Setelah jatuhnya rezim Gaddafi, Vladimir Putin harus mencari sekutu di wilayah lain.
Suriah akhirnya dipilih sebagai lokasi kesepakatan senjata baru Moskow. Rusia kemudian dikenal sebagai pemasok senjata utama Damaskus.
Menurut beberapa laporan, sekitar 10% dari penjualan senjata global Rusia ditujukan ke Suriah, dengan perkiraan nilai hingga $1,5 miliar. Penjualan ini dilaporkan mencakup amunisi, pesawat pelatihan militer, sistem pertahanan udara, dan senjata anti-tank.
3. Penyebaran pengaruh di kawasan Timur Tengah
Terlepas dari sejarahnya, Suriah dipandang oleh Rusia sebagai sekutu penting di Timur Tengah. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Moskow mempertahankan kekuasaan rezim Assad di Damaskus.
Intervensi Rusia di Suriah juga dipandang sebagai cara untuk melawan pengaruh Amerika di wilayah tersebut.
Seperti diketahui, Amerika Serikat mempunyai Israel sebagai sekutu utamanya. Tentu saja, ada juga negara-negara Islam seperti Arab Saudi.
Dukungan Rusia terhadap Assad juga dapat dilihat dari kacamata geopolitik. Sebagai imbalan atas dukungannya terhadap Assad, Moskow dapat bersekutu dengan Iran, sekutu penting lainnya di Timur Tengah yang dapat dieksploitasi setelah runtuhnya Libya pimpinan Muammar Gaddafi.
Selain itu, Rusia ingin menekankan bahwa mereka adalah salah satu aktor utama di panggung dunia dalam intervensinya di Damaskus.
Intervensi di Suriah memungkinkan Moskow untuk menunjukkan kemampuan militernya kepada rezim otoriter lain yang mencari perlindungan dari campur tangan Barat.
Dari semua ini, Rusia hanya menginginkan satu hal: menunjukkan kekuatannya dan memberikan pengaruhnya di Timur Tengah.
Inilah beberapa alasan mengapa Rusia begitu setia mendukung rezim Bashar al-Assad.