JENDERAL Kopassus Letjen TNI (Purn) Sutiyoso, saat masih mayor, pernah menyamar sebagai sopir di pedalaman Aceh. Saat itu, ia bekerja sama dengan menangkap para pemimpin Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Foto/Ib
Sutiyoso dan pasukannya bertugas menangkap pimpinan GAM Hasan Tiro, Menteri Keuangan GAM Tengku Muhammad Usman Lampoh Awe atau biasa disapa Usman, dan orang-orang terdekatnya.
Tugas berat itu diemban Sutiyoso, prajurit Pasukan Khusus (Kopassus) saat Operasi Sandi Yudha bernomor punggung Nanggala 27.
Mahasiswa Akademi Militer (Akmil) angkatan 1968 ini bersama prajuritnya menelusuri hutan demi hutan di Aceh selama tiga bulan untuk melakukan tugasnya. Namun, ia frustasi karena tidak menemukan alamat Hasan Tiro Cs.
Meski demikian, Sutiyoso pantang menyerah. Mantan Direktur Badan Intelijen Negara (BIN) ini tanpa lelah menggeledah Aceh di Aceh Barat, Aceh Tengah, dan Aceh Timur, serta Pidie untuk mendapatkan informasi tentang Hasan Tiro dkk.
Akhirnya mantan Wadanjen Kopassus mengetahui keberadaan Hasan Tiro dan petinggi GAM lainnya. Laporan intelijen menunjukkan, juru masak Hasan Tiro kerap membawa nasi dari rumah dekat hutan.
Tak ingin kehilangan kekuasaan, mantan Gubernur DKI Jakarta dan pasukannya menyerang tempat tersebut.
Beberapa saat kemudian koki tiba di tempat kejadian. Namun, dia mengetahui ada yang tidak beres dan mulai bersikap curiga serta tampak enggan masuk ke dalam rumah untuk mengambil barang.
Foto/Ib
Saat si juru masak berbalik, Sutiyoso langsung memerintahkan pria bersenjata itu untuk melumpuhkannya. Dalam pemeriksaan tersebut, juru masak pun berhasil mendapatkan informasi penting tentang keberadaan Hasan Tiro dkk.
Sutiyoso dan pasukannya segera bergerak ke tempat yang ditunjuk Presiden Hasan Tiro. Setelah tiga hari perjalanan, Sutiyoso langsung menyergap tempat persembunyian Hasan Tiro.
Namun serangan itu gagal karena Hasan Tiro Cs melarikan diri.
Setidaknya saya mendapat gambaran bahwa Hasan Tiro masih tidak jauh dari tempat itu,” kenang Sutiyoso mengutip buku Sutiyoso Jawabannya. Jenderal, Komando seluruh pasukan, Selasa (08-10-2024).
Foto/Ib
Lalu terjadilah pengejaran. Di tengah pengejaran, Sutiyoso mendapat informasi bahwa Hasan Tiro telah mengirimkan orang penting ke rumah guru mengaji tersebut.
Wakilnya tak lain adalah Menteri Keuangan GAM bernama Tengku Muhammad Usman Lampoh Awe atau biasa disapa Usman. Mayor Sutiyoso kemudian menggali informasi dari guru mengaji tersebut, yang meyakinkan bahwa dia akan menjemput Usman dan membawanya ke rumah seorang pengusaha di Lhokseumawe.
Sebuah ide tercipta dari bagaimana mengadakan pertemuan dengan pemilik bisnis di sebuah restoran.
Akhirnya mereka bisa bertemu dan berdiskusi bisnis di sebuah restoran. Saat itu, Sutiyoso menyamar sebagai pengusaha.
Dalam pertemuan itu, Sutiyoso menghimbau para pengusaha untuk mengadakan pertemuan setelah ia menekuni persoalan LNG karena situasi sudah mereda.
Tak ayal, pengusaha itu menuruti permintaan Sutiyoso. Pada hari yang telah ditentukan, pengusaha dan sekretarisnya yang seorang laki-laki akhirnya sampai di rumah Sutiyoso.
Saat pertemuan baru dimulai, Sutiyoso yang didampingi Kapten Lintang Waluyo, anggota intelijen Kodam Iskandar Muda, langsung menunjuk pengusaha tersebut. Sutiyoso mengumpulkan informasi keberadaan Hasan Tiro Cs.
Mendapat ancaman tersebut, pengusaha tak kenal takut itu kemudian mengungkapkan bahwa ia sedang berupaya mengumpulkan uang untuk biaya Usman saat ia pergi ke Organisasi Keamanan PBB di New York, Amerika Serikat.
Sedangkan Usman sedang berada di rumah kakaknya di Medan, Sumatera Utara.
Sutiyoso, pengusaha sekaligus sekretarisnya menyewa pesawat pribadi dan langsung berangkat ke Medan. Permasalahan muncul karena Medan bukan bagian dari wilayah militer Iskandar Muda tempat Sutiyoso bekerja.
Setibanya di Polonia, Medan, Sutiyoso langsung menuju hotel Kodam Iskandar Muda lalu dipindahkan ke Kodam II/Bukit Barisan.
Kepada asisten intelijen, Sutiyoso mengaku merupakan perwira menengah di pasukan Komando Sandiyudha dan meminta bantuan kepada detasemen intelijen.
Namun upaya Sutiyoso gagal karena asisten intelijen tersebut juga ingin menangkap sendiri para pemimpin GAM. Akhirnya Sutiyoso lepas kendali.
Sambil memutar otak, Sutiyoso yang pernah terlibat dalam gerilyawan PGRS/Paraku di hutan Kalimantan, Operasi Timor Timur (Timtim) yang kini dikenal dengan nama Timor Leste, akhirnya memutuskan untuk menangkap sendiri pemimpin GAM.
Dikenal dengan sebutan “Jenderal Lapangan”, Sutiyoso mempunyai semangat juang dan kemauan yang kuat. Dia hanya membutuhkan dua mobil untuk melakukan pekerjaannya.
Hingga akhirnya ia bisa mendapatkan Toyota Hardtop dari LNG Lhokseumawe dan mobil dari kenalannya di Medan. Sutiyoso kembali ke Iskandar Muda Guest House untuk menemui pengusaha tersebut.
Strategi yang akan digunakan juga telah dikembangkan. Sutiyoso meminta pengusaha tersebut memperkenalkan diri sebagai sopir baru yang berasal dari Makassar dan belum menguasai bahasa Aceh.
Sutiyoso menghimbau agar pengusaha tersebut memperlakukannya seperti sopir pribadi agar orang yang dicarinya tidak melakukan hal-hal yang mencurigakan.
Dengan berbekal dua mobil yang dipinjamnya, Sutiyoso bersama tiga anggotanya pindah ke rumah kakak Usman. Dalam perjalanan, Sutiyoso kembali mengatakan agar pengusaha dan sekretarisnya tidak ikut campur.
“Tadi kamu bilang kalau kamu sudah punya uang, tapi kamu harus segera ke hotel karena takut membawanya. “Jangan coba-coba kabur, nanti kalian berdua mati karena rumah itu sendirian dikelilingi oleh teman-temanku.” prajurit,” bentak Sutiyoso.
Setelah mendapat tawaran tersebut, Sutiyoso menjadi sopir pribadi pengusaha tersebut menuju kediaman kakak Usman. Pengusaha itu duduk di sebelah kirinya, sedangkan sekretarisnya duduk di belakang Toyota Hardtop.
Sementara itu, Lintang, Darno dan polisi mengikutinya dari belakang di dalam mobil.
Kepada ketiga anggotanya, Sutiyoso memberi kode atau tanda, jika mobil yang dikendarainya menyalakan lampu pendek sebanyak dua kali dan lampu panjang satu kali, berarti sasaran sudah memasuki mobil tersebut.
Aturan itu juga berarti mobil yang ditumpangi ketiga anggota tersebut harus segera berhenti dan harus segera masuk ke dalam kendaraan sambil menggandeng tangan Usman.
Sesampainya di rumah proyek, Sutiyoso berhenti di seberang jalan, sedangkan Kapten Lintang berhenti di belakangnya, berjarak sekitar 75 meter dan dalam kegelapan.
Detik yang dilalui Sutiyoso sungguh seru. Sutiyoso bahkan mengaku takut karena aparat yang menangkap pimpinan GAM hanya empat orang.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Sutiyoso terkejut ketika sekretaris itu bergegas keluar rumah.
“Apa itu?” Sutiyoso mengadu ke sekretaris bisnis.
Ternyata sekretarisnya hanya ingin memberi tahu kami kalau Usman ada di rumah. Sekretaris itu buru-buru pergi karena dia sangat senang.
“Anda juga sekali lagi meyakinkan dia bahwa Anda ingin membawa uang itu ke hotel,” kata Sutiyoso.
Setelah menunggu setengah jam, Usman, pengusaha sekaligus sekretarisnya akhirnya meninggalkan rumah. Sutiyoso mengamati wajah Usman dari kejauhan lalu menggunakan lampu kecil untuk mencocokkannya dengan gambar yang dibawanya.
Sutiyoso mengetahui pasti bahwa orang berambut panjang, berkemeja dan celana itu adalah Usman. Semakin dekat dia, semakin dia percaya sebelum dia sadar dengan orang yang dia kejar selama ini.
Usman lalu menghampiri mobil Sutiyoso. Ada raut curiga di wajah Usman sebelum masuk ke dalam mobil.
Penyamaran Sutiyoso nyaris terbongkar karena Usman tiba-tiba mempertanyakan pengusaha tersebut.
“Siapa itu?” tanya Usman sambil menunjuk Sutiyoso.
Mengikuti saran Sutiyoso, pengusaha itu segera menjawab pertanyaan Usman.
“Sopir baru saya dari Makassar, dia belum kenal Aceh,” ujarnya.
Usman yang percaya kemudian masuk ke dalam mobil Hartop Sutiyoso. Namun, dia tidak mau duduk di depan dan memilih duduk di belakang, bersama sekretaris bisnis.
Setelah mobil melaju sejauh 50 meter, Sutiyoso kemudian memberikan kode akses kepada Kapten Lintang dengan cara mengedipkan lampu sebanyak dua kali secara singkat dan sekali dalam waktu lama.
Dalam keadaan seperti itu, Kapten Lintang dan dua orang yang menunggu di dalam mobil segera bergerak menghentikan mobil yang dikendarai Sutiyoso. Mereka pun segera masuk dan bersalaman dengan Usman.
Usman mengira saat itu mobilnya dicuri karena ingin mendapatkan uang. Mereka dibawa ke Guest House Hotel Iskandar Muda.
Dari Usman, Sutiyoso mendapat banyak informasi tentang keberadaan tokoh GAM, termasuk Hasan Tiro. Mendapat informasi penting tersebut, Sutiyoso langsung menarik seluruh pasukannya, termasuk satuan BKO di Lhokseumawe dan Aceh Timur.
Kemudian mereka menetap di daerah Pidie. Dengan menggunakan arah kompas, para prajurit kemudian berpindah ke lokasi sasaran, dan semua prajurit terhubung dalam jarak 100 yard satu sama lain.
Dengan begitu, seluruh pimpinan GAM, mulai dari pimpinan GAM hingga Gubernur Pidie, beserta jajarannya ditangkap. Ada pula yang mengandalkan Kodam Iskandar Muda sebagai operasinya.
Hanya Hasan Tiro yang lolos dan mengungsi ke Malaysia karena Hasan Tiro dianggap sebagai wali oleh masyarakat Aceh.
Hasan Tiro disingkirkan dari pantai utara yang tidak dilindungi aparat keamanan.
Selama sepuluh bulan beroperasi, tidak ada satu peluru pun yang ditembakkan Sutiyoso untuk membunuh musuhnya. Hanya satu peluru yang ditembakkan dari anggota hingga melumpuhkan si juru masak.