JAKARTA – Teks anekdot merupakan cerita pendek yang mengandung unsur humor namun juga dapat menyampaikan pesan atau kritik terhadap suatu hal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tujuan teks anekdot adalah membuat pembacanya tertawa atau terhibur.
Sedangkan anekdot politik adalah cerita pendek mengenai peristiwa atau peristiwa yang berkaitan dengan dunia politik.
Baca Juga: 10 Contoh Teks Cerita Fantasi Beserta Strukturnya
Ceritanya seringkali sarat dengan humor dan subteks halus untuk menyoroti permasalahan mulai dari janji kampanye yang tidak terpenuhi hingga perilaku politisi yang kerap menyimpang dari nilai moral.
7 Contoh Anekdot Topik Politik 1. Cerita pemilu desa dan politik uang
Pada musim pemilihan kepala desa (Pilkades), Cassiman merasakan manfaat karena banyaknya calon walikota desa (balon kades) yang berhasil datang ke rumahnya. Suatu hari, tim sukses Kepala Desa Balon No.
“Jangan lupa pilih 1 ya Pak Joko,” ucap salah satu anggota tim pemenang sambil tersenyum.
“Siap, terima kasih,” jawab Jocko sambil mengambil amplop itu.
Kemudian tim sukses Kepala Desa Balon nomor 2 pun sampai di rumah Zuko. Mereka memberikan amplop dengan warna yang sama.
“Pilih nomor 2 ya Pak Joko, jangan lupa!”
Baca juga: Teks Pramuka: Pengertian, Ciri-ciri, Jenis, Struktur dan Contohnya
“Oke,” Jocko mengambil amplop itu tanpa ragu-ragu.
Wanita itu sedikit terkejut melihat suaminya menerima dua amplop dari dua kubu berbeda.
“Tuan, bagaimana Anda bisa menyetujuinya? Bagaimana jika salah satu dari mereka kalah? Mereka mungkin akan kecewa lho, Tuan,” tanya wanita yang sedikit khawatir.
Qiao Ke dengan riang menjawab: “Haha, Nona. Jika mereka memilih lagi di masa depan, mereka tidak perlu memikirkan kita. Jika mereka memanfaatkan kita, maka kita akan menggunakannya secara bergantian. Haha… Qiao Ke tersenyum, aku merasa seperti tidak ada apa pun di posisiku.
Wanita itu mengangguk pelan, seolah mengerti apa yang dipikirkan suaminya. – Baiklah, Pak, kalau begitu, biarlah.
Pesan: Pesan yang terkandung dalam anekdot ini adalah kritik terhadap politik uang dan ketidakjujuran dalam proses pemilu.
2. Anekdot tentang kursi dewan dan penunjukan politik
Sambil menunggu guru masuk kelas, beberapa anak sedang bercanda di pojok kelas. Mereka menghabiskan waktu dengan permainan tebak-tebakan yang menyenangkan.
Baca juga: 15 Contoh Teks Anekdot Beserta Struktur dan Maknanya, Kritik Humoris
Leihan: “Baiklah teman-teman, ayo kita main tebak-tebakan!” “
Somat : “Kursi malas ya?”
Februari: “Oh, begitu! Kursi mainan Dufan suka berputar-putar dan membuatmu gila!”
Fikri: “Kalau saya yang duduk di kursi pengemudi. Kalau ada kecelakaan bisa hilang ingatan! (Tertawa)
Rehan: “Haha, luar biasa, tapi masih salah di sini.”
Adi: “Aku tahu! Kursi goyang! Seseorang bisa tidur sampai lupa segalanya!
Rehan : “Wah, masih salah Yud!”
Somat : “Jadi, kursi apa?”
Fikri : “Cukup, aku menyerah!”
Reyhan: “Kalau begitu kamu menyerah? Nah, jawabannya adalah kursi parlemen! Hahaha…”
Adit: “Bagaimana caramu masuk ke papan?”
Reyhan: “Ya, tentu saja! Coba pikirkan, sebelum mereka masuk parlemen, mereka banyak berjanji bahwa rakyat akan memilih mereka. Tapi ketika mereka duduk di kursi, mereka langsung melupakan semua janji mereka! Makanya kursi A. Parlemen bisa membuat orang melupakan ingatannya!
Semua orang tertawa terbahak-bahak, mereka tidak menyadari bahwa gurunya sudah berdiri di depan meja.
Moral: Anekdot ini dengan cerdik menggunakan humor untuk mengkritisi fenomena yang terjadi di dunia politik, terutama janji-janji yang seringkali tidak ditepati oleh para politisi setelah mereka terpilih dan menjabat. Pesan moral dari anekdot ini adalah sindiran terhadap politisi yang melupakan janjinya setelah terpilih.
3. Anekdot tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan UU DPR
Saat demonstrasi besar-besaran terjadi di banyak kota di Indonesia, dua sahabat Aiman dan Amon yang ikut aksi turun ke jalan dan ngobrol di sebuah kafe.
“Itu tidak benar, Demokrat! Adalah tugas untuk tidur sepanjang waktu dan kemudian bangun dan menulis undang-undang yang benar-benar merugikan orang lain,” kata Eamon sambil minum kopi.
“Iya, begitu! Lagi pula, siapa yang duduk di DPR? Mereka cuma tidur-tiduran, nggak apa-apa, bukannya bekerja malah bikin onar kita semua,” Iman terkekeh. “Lho, tidur saja, tidak perlu. membuat undang-undang yang aneh!”
Kedua sahabat itu saling tersenyum, meski masih gugup. Meski candaan mereka terkesan ringan, namun pesan yang ingin mereka sampaikan sangatlah serius.
Pesan: Artikel ini menyindir kebijakan politik yang tidak peka terhadap kebutuhan rakyat, terutama terkait undang-undang baru yang dinilai melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
4. Anekdot Pakaian Politisi dan Komisi Pemberantasan Korupsi
Dua kader partai, sebut saja Taimon dan Timin, sama-sama ingin mengangkat diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat daerah.
Arya dan Abdullah memutuskan untuk duduk sebentar di kantin gedung YNK setelah menyerahkan dokumen pencalonannya kepada Badan Pemilihan Umum Daerah (KYK) untuk menjadi anggota DPRD. Dua orang yang sudah berteman bertahun-tahun mengobrol sambil minum kopi panas.
Temon: “Tahukah kamu? Banyak sekali politisi di negeri ini yang sudah kaya raya kan?
Timin : “Wah aku juga tahu ya, mereka pasti sukses.
Taimon: “Maksudku bukan hanya kaya, tapi cukup kaya untuk memiliki pakaian termahal di Indonesia lho.”
Timeline: “Pakaian paling mahal? Apa yang dimaksud dengan pakaian?”
Temon: “Iya, apalagi kalau bukan seragam penjara KPK.”
Tim Min: “Hah? Seragam Lapas KPK? Kok Bisa?
Timon: “Iya, kalau dipikir-pikir, seorang politisi harus mencuri setidaknya satu miliar rupee dari pemerintah sebelum dia bisa memakai pakaian itu. Rupanya, itu adalah pakaian termahal yang bisa dia beli dalam perjuangannya melawan korupsi!
Timin: “Oh, sekarang aku paham! Maksudmu baju penjara KPK yang mereka kenakan setelah ditangkap karena korupsi, ya?”
Lalu mereka berdua tersenyum dan memesan kopi lagi. Terkadang jika melihat teman-temannya yang juga calon politisi, semua temannya itu pernah berseragam Lapas KPK – sehingga meski terbuat dari bahan biasa, dianggap sebagai simbol “kesuksesan” mereka. di dunia politik.
Pesan: Pesan yang terkandung dalam anekdot ini adalah kritik terhadap maraknya korupsi di kalangan politisi, terutama mereka yang memanfaatkan jabatan publik untuk kepentingan pribadi.
5. Cerita Seragam Lapas KPK dan Candaan Politik
Di kantin kantor, Serra dan Salva sibuk mendiskusikan pakaian yang akan mereka beli selepas pulang kerja. Mereka berbicara tentang memilih berbagai merek pakaian dari butik terkenal di kota.
Sela: “Eh, Sall, aku sedang berpikir untuk membeli kemeja Gucci, bagus sekali! Atau mungkin Channel.”
Salwa: “Iya, atau YSL juga sama bagusnya. Pasti akan membuatmu terlihat lebih keren!”
Tiba-tiba teman baru mereka, Sigît, ikut mengobrol dan mengajukan pertanyaan mengejutkan.
Sigit : “Tahukah kamu merek baju apa yang paling mahal?”
Sela dan Salwa langsung berpikir panjang dan menyebutkan beberapa merek pakaian mewah yang sering mereka dengar: Gucci, Channel, YSL sambil berharap bisa menebak jawabannya.
Sela: “Gucci tentu saja!”
Salwa: “Bimbing saja dia! Ini pasti paling mahal!”
Sigît: “Salah semua. Yang paling mahal adalah seragam penjara KPK.”
Sela: “Kok baju penjara KPK? Kenapa?”
Sigit: “Ya kalau dipikir-pikir, harus ada yang mencuri uang negara ratusan juta, bahkan miliaran untuk memakai baju itu. Baju penjara KPK paling mahal!”
Sierra: “Yah, benar, ya.”
Salwa: “Haha iya! Pantas saja di mall tidak ada yang menjualnya.”
Serra : “Sal, ayo beli baju, lebih bagus, hemat.”
Sigit: “Haha hai, siapa tahu di beberapa baju ada yang bilang kalau tahanan KPK menjualnya dengan harga murah, hanya 50.000 atau 100.000. Hahaha!”
Ketiganya tertawa bersama. Tak butuh waktu lama, makanan yang mereka pesan pun segera datang dan duduk satu meja bersama Kiki dan Inda.
Pesan: Pesan moral yang terkandung dalam anekdot ini merupakan sindiran terhadap praktik korupsi yang dilakukan politisi dan pejabat publik.
6. Cerita tentang pencurian sandal dan ketidakadilan hukum
Usai olahraga pagi, Irwan memutuskan untuk membeli sup ayam kesukaannya dan menikmatinya di rumah bersama istrinya.
Dalam perjalanan pulang, sayangnya dia tidak bisa menahan diri dan sandal yang dikenakannya tiba-tiba putus. Irwan tidak mau berjalan tanpa alas kaki, sehingga ia memutuskan untuk membeli sandal baru di toko terdekat.
Namun setelah melihat-lihat, Irvan menyadari bahwa uang yang dibawanya tidak cukup untuk membeli sandal baru. Karena itu, ia harus melanjutkan perjalanan pulang dengan telanjang kaki. Saat Irvan melewati sebuah rumah yang penuh tamu, banyak kursi yang diletakkan di depan rumah.
Irvan tidak terlalu banyak berpikir dan karena gugup, dia mengambil sepasang sepatu yang bagus dan pulang. Sayangnya, ada pengunjung yang melihat perbuatannya dan langsung mengejarnya. Irwan ditangkap dan dibawa ke pihak berwajib.
Meski Irwan ingin menyatakan pingsan hanya karena kesulitan, namun pemilik sandal tersebut tidak terima dan tetap melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Irwan juga dituduh melakukan pencurian dan kasusnya dilimpahkan ke pengadilan.
Dalam persidangan, ketua pengadilan dengan tegas menyatakan Irwan mencuri sandal tersebut dan divonis 5 tahun penjara. Irwan sangat menentang keputusan tersebut dan mengatakan hukumannya jauh lebih berat dibandingkan hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor.
Irwan : “Dakim, kenapa saya dihukum 5 tahun karena mencuri sandal yang nilainya tidak seberapa, padahal orang koruptor yang sudah mengeluarkan uang milyaran itu dihukum hanya beberapa tahun?
Hakim : “Hal ini terjadi Irwan. Ternyata anda mencuri sendal dan merugikan seseorang sebesar 50 ribu rupiah. Sementara itu, anggota koruptor yang mencuri uang negara menghamburkan uang hingga 3 miliar rupiah. 200 juta rakyat Indonesia.
Artinya, kerugian yang Anda timbulkan jauh lebih besar dibandingkan kerugian akibat korupsi.
Irwan : (Bodoh, mencoba memahami penjelasan hakim.)
Hakim : “Oleh karena itu Irwan, walaupun pencurian sandal itu kelihatannya ringan, namun secara hukum perbuatan anda bertanggung jawab. Tetapi jika terjadi korupsi maka kerugiannya jauh lebih besar dan dampaknya bagi pihak-pihak yang terlibat pun lebih besar.” Lebih besar dari.
Irvan terdiam, namun dalam hati ia mulai menyadari bahwa keadilan di hadapan hukum terkadang tidak selalu berpihak pada yang seharusnya.
Pesan: Pesan moral yang terkandung dalam cerita ini adalah kritik terhadap ketidakadilan sistem hukum dan perbedaan perlakuan terhadap penjahat sesuai dengan tingkat kerugian yang ditimbulkannya.
7. Cerita tentang politisi dan pencurian kafe kecil
Suatu pagi, seorang pria paruh baya berpakaian rapi masuk ke sebuah kafe sederhana bernama Omah Joglo. Penampilannya yang begitu berbeda dengan pengunjung lain (biasanya hanya pengedar narkoba atau pekerja kantoran) langsung menyedot perhatian masyarakat.
Pria ini adalah Pak Anton, seorang politisi dari partai politik besar, yang datang ke kafe yang tidak biasa ini khusus untuk bertemu seseorang dengan hasil yang sama tidak biasa.
Saat Pak Anton masuk, dia memeriksa menu yang tertulis di papan tulis. Menunya sederhana: kopi, wedang jahe, dan wedang uwuh. Sesuatu yang mewah dan bukan pilihan mewah seperti yang digunakan di tempat-tempat yang lebih eksklusif.
Setelah mencari-cari beberapa saat, akhirnya ia memutuskan untuk memesan kopi dengan susu – pilihan yang mudah, dan harganya pun sangat murah, hanya enam ribu rupee, yang mungkin hanya uang receh baginya.
Pak Anton duduk di meja sudut dan melihat sekeliling. Meski tempatnya sederhana bahkan kumuh dengan nuansa jadul, namun tokonya tetap bersih dan nyaman. Tak lama kemudian, kopi susu anton pun datang. Meski rasanya biasa saja, ia tetap melihat jam tangannya yang mahal.
Dia belajar pada pukul sembilan lima belas lima belas menit lebih lambat dari waktu yang disepakati. Anton merasa sedikit gugup di toko sederhana itu, namun ia berusaha untuk tetap tenang dan fokus pada pertemuan yang sangat penting baginya.
Tak lama kemudian, sebuah mobil berwarna hitam datang dan tiga pria gemuk turun dari mobil tersebut. Pak Anton langsung kesal. Bukan itu yang dia harapkan. Mobil berhenti di dekatnya dan salah satu pria berseragam polisi mendekatinya.
Pria nomor 1 : “Selamat pagi Pak Anton. Kami menangkap Anda karena dicurigai menggelapkan uang untuk membangun rumah sakit.”
Pak Anton : “Apa-apaan ini?!”
Orang kedua: “Barang buktinya sudah ada di mobilmu. Tidak perlu berkelahi. Ayo kita ke stasiun untuk membereskan semuanya.”
Mereka berempat ingin mengantar Pak Anton, namun tiba-tiba diberhentikan oleh kedai kopi.
Pria 3 (Petugas Polisi) : “Pak, ini tugas kami, tidak perlu ikut campur.”
Kedai Kopi: “Pak Polisi, saya tidak akan ikut campur. Tapi orang ini masih berhutang uang kepada saya.”
Pria 3 (Petugas Polisi): “Jika Anda menghalangi proses penangkapan, Anda juga melanggar hukum.”
Penjual kopi: “Itu tidak benar, Pak. Tapi orang ini membeli kopi tanpa membayar. Bagaimana bisa untung hanya dengan 15.000 rupee?”
Ketiga polisi itu tertawa mendengar perkataan penjual kopi itu. Lalu ia melepaskan tangan anton dan membayar kopinya. Anton yang masih tertegun mengeluarkan 50.000 yuan dari sakunya dan memberikan kopi yang harganya hanya 5.000 yuan.
Namun, sebelum mereka sempat pergi, kedai kopi menghentikan mereka lagi.
Penjual kopi: “Pak, tunggu sebentar. Saya akan kasih sedikit. Walaupun saya miskin, saya tidak bisa mentolerir pencurian uang dari pejabat yang korup.”
Mendengar hal itu semua orang tertawa, namun Pak Anton tetap diam. Akhirnya, dia harus menerima kebenaran dan pergi ke kantor polisi dengan tiga polisi diborgol.
Pesannya: kritik terhadap korupsi, ketimpangan hukum dan karikatur korupsi
Berikut ini contoh anekdot politik yang semoga bermanfaat.
MG / Salva Puspita