Kebijakan PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes Bisa Timbulkan PHK Besar-besaran

Kebijakan PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes Bisa Timbulkan PHK Besar-besaran

JAKARTA – Kontroversi Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dan Proyek Peraturan Menteri Kesehatan (Proyek Permenkes) masih terus berlanjut. Baru-baru ini, berbagai pemangku kepentingan di industri tembakau terus menyatakan tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan tersebut. Seperti diketahui, kebijakan yang bertujuan mengatur industri tembakau ini menuai kritik karena dianggap berdampak luas dan menimbulkan efek domino terhadap perekonomian dan tenaga kerja.

Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Indonesia (GAPPRI) Henry Najoan menegaskan, rencana standarisasi kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Proyek Menteri Kesehatan tidak dirancang untuk dilaksanakan secara transparan dan tanpa melibatkan pelaku industri tembakau. Selain itu, Henry mempertanyakan keakuratan dan validitas data yang digunakan Kementerian Kesehatan dalam merumuskan kebijakan tersebut.

“Sebenarnya jumlah pabrik rokok semakin berkurang dan prevalensi perokok anak juga menurun, namun data tersebut tidak dimanfaatkan (Kementerian Kesehatan),” jelasnya dalam diskusi bertajuk “Penyerapan Aspirasi Industri Tembakau .Rantai” menyoroti minimnya keterlibatan industri tembakau dalam rumusan politik PP 28/2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan yang digagas Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dikutip Selasa. (19/11/2024).

Henry menegaskan, pengawasan terhadap rencana standarisasi kemasan rokok tanpa identitas merek akan sulit dilakukan di lapangan. “Peraturan ini hanya akan menambah beban pihak berwenang,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Indah Putri Anggoro mengatakan, pihaknya memahami betul ketimpangan aspek kesehatan dan ekonomi yang terjadi dalam PP 28/2024. . kebijakan dan Proyek Menteri Kesehatan.

Indah menilai kebijakan ini berisiko menimbulkan gelombang PHK besar-besaran. Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan saat ini setidaknya ada 63.000 pekerja yang terkena PHK, bahkan bisa meningkat menjadi 2,2 juta orang jika kebijakan ini diterapkan secara ketat.

“Ini bukan hanya soal cukai, tapi dampaknya terhadap pekerja di industri tembakau, termasuk industri kreatif yang menopang perekonomian daerah. Belum lagi, sekitar 89% pekerja di industri tembakau adalah perempuan, banyak di antaranya adalah kepala dinas. keluarga yang tingkat pendidikannya rendah,” ujarnya.

Indah juga mengingatkan bahwa dampak sosial dari PHK di sektor ini dapat memicu kriminalitas dan dampak sosial lainnya yang meresahkan. Ia mengungkapkan pentingnya pemerintah dan DPR berperan aktif dalam memitigasi dampak yang timbul. “Multiplier effect dari PHK sangat besar, mulai dari tukang ojek hingga kedai kopi juga terkena dampaknya,” jelasnya.

Menyikapi dampak kebijakan tersebut, Indah menyatakan Kementerian Ketenagakerjaan bersedia berdiskusi dengan Kementerian Kesehatan dan berharap Proyek Regulasi Kesehatan yang sedang dibahas benar-benar mendengarkan kontribusi seluruh pemangku kepentingan.

“Kami berharap proses perumusan kebijakan ini benar-benar mempertimbangkan keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan industri,” ujarnya.

Menanggapi minimnya keterlibatan pemangku kepentingan industri tembakau dan Kementerian Ketenagakerjaan dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan, Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi mengungkapkan keprihatinannya. Ia mengaku heran pembahasan rumusan aturan tersebut selama ini tidak melibatkan pihak terkait dan Kementerian Ketenagakerjaan. “Hal ini menunjukkan Kementerian Kesehatan terkesan bekerja sendiri tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap tenaga kerja,” ujarnya.

Nurhadi juga menegaskan, sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan diputuskan untuk menunda Proyek Peraturan Menteri Kesehatan tersebut.

“Tapi, kenapa gejolak ini masih terjadi? Apakah jajaran Kemenkes tidak sekomando pimpinan? Ini harus diperjelas dengan jajaran di bawah Menkes,” tutupnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *