Kisah Perang Kesultanan Mataram dan Banten Akibat Gagalnya Perkawinan Politik

Kisah Perang Kesultanan Mataram dan Banten Akibat Gagalnya Perkawinan Politik

Jakarta – Dua negara Islam yakni Kesultanan Mataram dan Kesultanan Banten yang awalnya memiliki hubungan baik, malah berakhir berperang karena gagalnya perkawinan politik.

Saat itu Kerajaan Mataram Islam berada di bawah kekuasaan Sultan Amangkurat I.

Bahkan, tanda-tanda perpisahan kedua kerajaan dan berakhirnya persahabatan muncul pada tahun 1656.

Saat itu, pedagang Belanda Evert Michielsen dikabarkan sempat berbincang dengan Tumengung Patti. Salah satu pembahasannya adalah permintaan Sultan Mataram untuk 2.000 anak perempuan.

Berdasarkan percakapan tersebut, gadis-gadis tersebut diberitahu oleh saudagar Belanda bahwa mereka harus menikah dengan putra mereka.

Namun ada gadis Banten yang ditolak Sultan. Hal ini menyebabkan konflik antara kedua negara.

Namun, H.J. De Graaf dalam bukunya Kejatuhan Mataram: Di Bawah Mangkurat I menyebutkan bahwa wakil Kerajaan Mataram, Tumengung Pat, tiba di Banten pada Juli 1657.

Sultan Matharam banyak membawa oleh-oleh untuk Sultan Banten. Hadiah yang dihadirkan juga berupa sepasang kakatua, sepasang burung dara, dan tas kecil berisi buah kenari atau buah jawa.

Namun Sultan Banten memberikan penghormatan berupa pisau cukur Sultan Amangkurat I, gunting, topi jawa putih, dan kain panjang berwarna putih.

Pemberian itu disebut-sebut disertai penjelasan mencurigakan dari penguasa Banten yang masih bersahabat dengan Mataram.

Pemberian ini pun disebut-sebut menjadi penyebab terjadinya Perang Dingin antara keduanya. Ditambah lagi dengan gagalnya pernikahan politik perempuan Banten yang menikah dengan putra penguasa kerajaan Mataram Islam.

Pada tanggal 8 Agustus 1657, hubungan kedua kerajaan semakin serius. Banten mengirimkan tujuh kapal perkasa yang masing-masing dipersenjatai senjata.

Diantaranya ada dua orang perwakilan Kiai Monjaya yang membawa surat, hadiah dua buah gobar, tasbih batu akik dan beberapa ekor ayam.

Duta Besar Banten juga meminta dua buah lalang atau kapal perang bagi sultannya untuk menjaga silaturahmi.

Pemberian tersebut kemungkinan besar sesuai dengan permintaannya, karena tasbih yang diberikannya jelas memiliki kesan bahwa Sultan akan menempuh jalan yang lebih lurus.

Oleh karena itu, tidak heran jika permintaan dua langang tersebut tidak dikabulkan karena seluruh langang tersebut adalah milik Sultan Mataram.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *