Surabaya – Asosiasi Depot Air Minum Isi Ulang Indonesia (ASDAMINDO) mengajak seluruh pelaku Depot Air Minum (DAM) untuk mengutamakan kesehatan konsumen dan menjaga kualitas air. Caranya dengan mengajukan Sertifikat Sanitasi dan Sanitasi (SLHS).
“Salah satu imbauan kami kepada para pelaku usaha DAM khususnya di Provinsi Jawa Timur adalah untuk senantiasa melakukan uji kualitas air minum secara fisik, kimia, dan bakteriologis di laboratorium kesehatan yang bersertifikat,” kata Presiden ASDAMINDO Eric Garnadi di Surabaya.
Pelaku industri DAM dimohon untuk terus menjaga gudang dengan melakukan penggantian media filter cartridge UV secara berkala dan mengikuti peraturan yang ada mengenai DAM. Ia diminta menggunakan Peraturan Menteri Kesehatan 2 Tahun 2014 Peraturan Kesehatan No. .id yaitu Nomor Induk Berusaha atau NIB KBLI 11052.
Mereka tidak boleh menganggap usaha depo air minum ini aman digunakan dan tidak ada masalah tanpa dilakukan pengujian kualitas air minum secara rutin di laboratorium kesehatan yang meliputi fisika, kimia, dan bakteri,” ujarnya.
I Nyoman Gunadi, Kepala SIPTA Departemen Pekerjaan Umum Jawa Timur, mengatakan pemerintah ingin masyarakat minum air bersih dan layak. Ia juga mengatakan, selama ini pemerintah belum mampu memenuhi kebutuhan air warga secara aman karena adanya pemotongan biaya.
Menurutnya, keberadaan DAM dapat mengisi kesenjangan yang saat ini tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, dia meminta seluruh operator DAM menjaga kualitas air untuk melindungi kesehatan konsumen.
Nyoman Gunadi menekankan, kualitas air harus diutamakan mengingat sanitasi di Indonesia saat ini kurang baik. Jadi, lanjutnya, berdampak besar terhadap sumber daya air tanah
“Air minum yang aman adalah akses terhadap sumber air minum yang baik kualitas, kuantitas, penyimpanan, aksesibilitas, bebas dari virus dan bahan kimia serta pengelolaan yang aman,” ujarnya.
Rachmat Hidayat, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (ASPADIN), menjelaskan beberapa aspek perbedaan industri air minum dalam kemasan (AMDK) dan DAM. Dijelaskannya, sesuai aturan AMDK harus memenuhi 11 aturan sedangkan DAM hanya 1 aturan.
“Iya, sejumlah regulasi memisahkan industri AMDK dan tempat penyimpanan air minum. Industri AMDK dikuasai pemerintah dari atas hingga bawah,” kata Rachmat Hidayat.
Lanjutnya, kedua usaha tersebut memiliki perbedaan dari segi operasionalnya. Dia mengatakan, pelaku usaha DAM hanya bisa mengisi produknya di hadapan pelanggan dalam wadah yang diantar sendiri atau disediakan depo.
Dalam konteks yang sama, Masyarakat Anti Pemalsuan Indonesia (MIAP) meminta para pelaku usaha DAM untuk memberikan perhatian khusus dan menghormati merek-merek golongan lain. MIAP memperingatkan potensi masalah hukum jika operator DAM mengumpulkan galon air untuk produk tertentu. Meski demikian, pelaku industri DAM tidak dibatasi untuk mengisi galon apa pun yang dibawa pelanggan.
“Saat kita menyimpan 5 atau 10 galon atau memberikannya ke tempat lain, mungkin ada masalah dengan undang-undang merek, perlindungan konsumen, dan kejahatan umum,” kata Koordinator MIAP, Hakim P. Kusuma.
Seperti diketahui, sesuai dengan Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No. 651/MPP/Kep/10/2004 Bab IV Pasal 7 tentang wadah, menyatakan bahwa tempat penyimpanan air minum hanya diperbolehkan menjual wadah yang dibawa oleh pengguna atau disediakan oleh depo langsung kepada pelanggan di tempat penyimpanan; Fasilitas penyimpanan air minum tidak diperkenankan “menyediakan” produk air minum dalam wadah yang siap dijual; Sarana penyimpanan air minum hanya diperbolehkan menyediakan wadah yang tidak berlabel atau wadah kosong.
Fasilitas penyimpanan air minum wajib memeriksa wadah yang dibawa pelanggan dan tidak diperbolehkan mengisi wadah yang tidak sesuai; Fasilitas penyimpanan air minum akan mencuci dan/atau mencuci dan/atau membersihkan wadah dan melakukannya dengan baik; Tutup wadah yang disediakan untuk penyimpanan air minum tidak boleh diberi tanda/nama; Fasilitas penyimpanan air minum tidak diperbolehkan untuk memuat wadah penyegel/pembungkus susut.
Hakim meminta para pengusaha berhati-hati agar tidak melanggar hukum. Karena ada risiko hutang dan kompensasi atau permintaan penghentian kegiatan usaha.
Lanjutnya, tanpa menyebutkan apakah ada tindak pidana yang ditemukan oleh penyidik kepolisian atau penyidik pamong praja. Operasi ini kerap diikuti dengan penyitaan barang dan pembentukan garis polisi.
Itu jelas bukan hal yang kita berdua inginkan, kita perlu menghindari hal-hal yang memungkinkan kita melakukan kesalahan tersebut,” ujarnya.
Selvi Dwi Angreni, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, menekankan pentingnya kualitas air minum. Menurutnya, edukasi pentingnya menjaga kualitas air minum harus diberikan kepada konsumen dan pelaku usaha termasuk DAM.
“Kalau masyarakat belum paham, dimulai dari Anda (pelaku) dulu, artinya harus memberikan pelayanan yang berkualitas luar dalam,” kata Dwi.
Dijelaskannya, kualitas dari sisi internal pelaku usaha antara lain menjaga kualitas air minum, pemeriksaan berkala, dan sertifikasi SHLS. Artinya, dari luar, yakni dari sisi pelanggan, tidak perlu lagi menanyakan kualitas karena sudah ada jaminannya.
“Jadi bapak yang kontrol dulu kualitasnya, jadi pas dijual, katanya tempat air minum saya sehat, izin sanitasinya bagus, karena datanya hasil pemeriksaan semuanya bagus.” Dia berkata.
Pj Pengelola Usaha IKM Pengelolaan Pangan, Mebel dan Bahan Bangunan, Menteri Bisnis Vahyu Fitrianto mengatakan, setiap pelaku usaha DAM sebenarnya harus memiliki SLHS. Dijelaskannya, dengan aturan tersebut, pelaku usaha DAM tidak harus mengikuti banyak aturan seperti pelaku usaha AMDK.
“Tetapi mempunyai keterbatasan karena tidak bisa mendistribusikan produknya seluas AMDK karena model bisnisnya memungkinkan tidak menyediakan layanan pengisian di daerah itu, karena pelanggan datang, mereka membawa kontainer, kita isi, lalu ada transaksi,” katanya. . Dia berkata.
Berdasarkan statistik Kementerian Kesehatan, diketahui dari 80 ribu DAM yang ada di Indonesia, 56 ribu sudah dinyatakan layak higiene dan sanitasi. Sayangnya, lanjutnya, tingkat kebersihan di SLHS sangat rendah.
Sementara di Jawa Timur, sekitar 7.500 dari 8.000 DAM telah dinyatakan bersih dan sehat. Namun sekali lagi, dari 7500 DAM, SLHS-nya sangat rendah yakni hanya 374.
“Meskipun higienitas yang baik diperlukan untuk memperoleh SLHS, namun mengapa konversinya rendah? Tentu ini menyulitkan pelaku usaha, sehingga ini menjadi perhatian kami,” ujarnya.
Vahyu mengatakan, meski pelanggan DAM sangat besar. Ia mencontohkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat 31,87 persen masyarakat Indonesia menggunakan air minum sebagai sumber utama air minum atau sepertiga penduduk Indonesia.
“Jadi kontribusi penyediaan air minum itu besar sekali, tapi kalau dibilang lama-kelamaan dengan pangsa pasar yang besar, tanggung jawabnya besar, kalau tidak dikelola dengan baik, takutnya keracunan dan kejadian tidak menyenangkan. pada. .” Yang berbeda-beda,” katanya.
Sebagaimana diketahui, seminar dan pelatihan di Jawa Timur ini merupakan kali keempat yang dilakukan ASDAMINDO di seluruh Indonesia. ASDAMINDO melakukan operasi serupa di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Bali. Para peserta sangat antusias mengikuti acara tersebut, terbukti dengan banyaknya pertanyaan yang datang kepada pemateri.
“Pekerjaan ini mengambil tema kebersihan dan higienitas untuk mengelola usaha penyimpanan air minum di Indonesia serta memantau dan menegakkan hukum sesuai dengan prinsip keamanan pangan dan persaingan perdagangan yang adil.”