Raja Charles III Dituntut Rp4 Kuadriliun Atas Tuduhan Perdagangan Budak

Raja Charles III Dituntut Rp4 Kuadriliun Atas Tuduhan Perdagangan Budak

INGGRIS – Raja Charles III digugat sebesar 200 miliar poundsterling atau setara Rp. 4 kuadriliun karena tuduhan perdagangan budak yang dilakukan Inggris. Kompensasi ini ditawarkan oleh 15 negara.

Diberitakan The Mirror, Rabu (16/10/2024), permintaan tersebut muncul setelah bertahun-tahun kampanye dari negara-negara Karibia yang tergabung dalam Caricom Group.

Mereka menuntut ganti rugi bagi lebih dari dua juta orang Afrika yang diperbudak dan dibawa ke koloni Inggris untuk bekerja di perkebunan. Hal ini berlanjut selama hampir 250 tahun dan membuat berbagai pedagang Inggris, serta pemerintah, menjadi sangat kaya.

Barbados, salah satu negara yang memimpin upaya tersebut, mengatakan angka kompensasi yang ideal bisa mencapai USD 5 triliun atau Rp 77 kuadriliun. Barbados berbicara hampir 400 tahun setelah budak pertama kali diangkut melintasi Atlantik.

Foto/Orang

Perdana Menteri Barbados, Mia Mottley, mengangkat masalah ini kepada Raja Charles III dalam pertemuan di Istana Buckingham. Namun, meskipun ada tuntutan besar, baik Charles maupun Sir Keir Starmer tidak setuju untuk membayar kompensasi.

“Angka-angka tersebut telah diteliti dan dipelajari oleh banyak orang dan jumlahnya mewakili setidaknya $5 triliun,” kata Mottley.

Tepatnya 4,9, itu jadinya kalau sekarang kita mendapat kompensasi yang sama di semua segmen, lanjutnya.

Angka tersebut dihitung oleh dekan Trinity College di Cambridge, Pendeta dr. Michael Banner yang memperkirakan Inggris memperoleh sekitar 205 miliar poundsterling atau Rp 4,1 kuadriliun dari perdagangan budak.

Tahun lalu, hakim Mahkamah Internasional memperkirakan jumlah kompensasi yang harus dibayarkan kepada 14 negara sebesar 18 triliun poundsterling atau Rp 365 triliun.

Ayah dari Pangeran William dan Pangeran Harry diperkirakan akan menolak membayar sejumlah uang fantastis tersebut pada pertemuan besar para pemimpin Persemakmuran yang akan digelar pada 21-26 Oktober 2024 di Samoa.

“Kami tidak membayar kompensasi,” jelas Starmer.

Meski pernah memimpin penghapusan perbudakan, Inggris sebelumnya hanya memberikan reparasi kepada mantan pemilik budak, bukan kepada keturunan para budak itu sendiri.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *