Beijing. Hukuman mati bagi pejabat korup merupakan salah satu kebijakan yang diterapkan di banyak negara sebagai upaya terakhir untuk memberantas kejahatan korupsi.
Korupsi seringkali dianggap sebagai kejahatan yang merugikan tatanan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara.
Dampak korupsi bisa sangat buruk, terutama di negara-negara berkembang yang anggaran publiknya sangat terbatas.
Banyak negara juga menerapkan hukuman mati bagi pejabat korup sebagai cara untuk menciptakan efek jera dan menunjukkan komitmen untuk memberantas korupsi.
Berikut beberapa negara yang resmi menggunakan hukuman mati untuk tindak pidana korupsi:
1. Cina
Tiongkok adalah salah satu negara yang dikenal paling agresif dalam perjuangan melawan korupsi, dan hukuman mati bagi pelanggaran korupsi telah diterapkan selama bertahun-tahun.
Kampanye anti-korupsi besar-besaran telah diluncurkan di bawah Presiden Xi Jinping, dan hukuman mati bagi pejabat yang korup adalah bagian dari kebijakan tersebut.
Berdasarkan hukum Tiongkok, korupsi yang melibatkan sejumlah besar uang dan sangat merugikan kepentingan publik dapat mengakibatkan hukuman mati.
Contoh penerapan hukuman ini dapat dilihat pada banyak kasus besar, misalnya terhadap pejabat tinggi pemerintah atau direktur perusahaan besar yang terbukti melakukan korupsi.
Namun baru-baru ini, pemerintah Tiongkok mulai mempertimbangkan pilihan lain, seperti hukuman mati dengan penangguhan dua tahun, yang seringkali diubah menjadi penjara seumur hidup jika narapidana berperilaku baik selama masa percobaan.
2. Iran
Iran juga menerapkan hukuman mati bagi mereka yang dinyatakan bersalah melakukan korupsi tingkat tinggi, khususnya korupsi yang merugikan perekonomian negara.
Pemerintah Iran menganggap korupsi merupakan kejahatan yang sangat serius dan tidak segan-segan menjatuhkan hukuman mati kepada pelaku korupsi, terutama jika kasus tersebut melibatkan penggunaan dana publik secara ilegal atau penipuan keuangan besar-besaran yang dianggap merugikan publik.
Misalnya, pada tahun 2018, Iran mengeksekusi beberapa orang yang terlibat dalam “mafia keuangan”, yang dituduh memanipulasi dan menimbun dolar AS dan emas dalam jumlah besar, sehingga menyebabkan kekacauan di pasar mata uang lokal.
Kasus-kasus seperti ini menunjukkan bahwa Iran mengambil tindakan drastis untuk memberantas korupsi di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
3. Korea Utara
Korea Utara, yang memiliki sistem hukum yang sangat ketat, juga menerapkan hukuman mati untuk beberapa kasus korupsi, meskipun data spesifik sulit diperoleh karena kerahasiaan negara tersebut.
Pemerintah Korea Utara kerap menjatuhkan hukuman berat, termasuk hukuman mati, terhadap mereka yang dianggap mengancam stabilitas sosial dan politik negaranya.
Korupsi seringkali dianggap sebagai bentuk makar, terutama jika hal tersebut berdampak pada aset pemerintah.
Eksekusi terhadap orang-orang korup di Korea Utara seringkali dilaporkan oleh sumber asing atau pembelot.
Contoh yang sering diberikan adalah hukuman mati bagi pejabat tinggi yang terbukti melakukan penyalahgunaan dana atau sumber daya publik.
4. Vietnam
Vietnam juga merupakan negara yang memberikan hukuman mati bagi pejabat korup dalam beberapa kasus.
Berdasarkan hukum pidana Vietnam, korupsi yang melibatkan sejumlah besar uang atau menyebabkan kerusakan signifikan terhadap perekonomian negara dapat dihukum mati.
Pada tahun 2020, pemerintah Vietnam juga memperketat undang-undang antikorupsi dan melakukan lebih banyak upaya untuk membersihkan birokrasi dari orang-orang korup.
Contoh klasik penerapan hukuman ini adalah kasus beberapa pejabat tinggi yang dijatuhi hukuman mati karena keterlibatannya dalam skandal korupsi berskala besar.
Dalam banyak kasus, pemerintah Vietnam menganggap tingginya tingkat korupsi sebagai ancaman terhadap stabilitas ekonomi dan sosial negaranya dan mengambil tindakan drastis untuk memberikan efek jera.
5. Thailand (Pertama)
Thailand pernah mempunyai undang-undang yang memperbolehkan hukuman mati untuk korupsi serius, namun hukuman tersebut baru-baru ini dihapuskan dan diganti dengan hukuman penjara seumur hidup.
Meskipun pemerintah Thailand tidak lagi menerapkan hukuman mati, pemerintah tetap melakukan tindakan keras terhadap korupsi, khususnya terhadap pejabat pemerintah yang menyalahgunakan kekuasaannya.
Faktor penyebab penjatuhan hukuman mati bagi pelaku korupsi
1. Efek pencegahan
Beberapa negara percaya bahwa hukuman mati akan memberikan efek jera yang kuat terhadap penjahat korup. Korupsi seringkali melibatkan sejumlah besar uang dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Dengan diberlakukannya hukuman mati, pemerintah berharap para koruptor akan berpikir dua kali sebelum melakukan tindakan tersebut.
2. Krisis ekonomi dan sosial
Di negara-negara dengan permasalahan ekonomi yang kompleks, korupsi sering kali memperburuk krisis yang ada.
Oleh karena itu, hukuman mati diberlakukan sebagai tindakan untuk melindungi perekonomian negara dan menjaga stabilitas sosial.
Pemerintah berharap dengan memberikan hukuman mati kepada koruptor, sumber daya publik bisa digunakan untuk kebaikan rakyat.
3. Memperkuat pemerintahan yang bersih
Banyak negara yang menerapkan hukuman mati untuk kasus korupsi, seperti Tiongkok dan Vietnam, memandang tindakan tersebut sebagai bagian dari upaya membangun pemerintahan yang bersih dan kredibel.
Dengan menindak pejabat yang korup, pemerintah ingin menunjukkan komitmennya dalam membangun pemerintahan yang jujur.
4. Dukungan masyarakat
Di beberapa negara, masyarakat sangat mendukung hukuman mati bagi individu yang korup, terutama ketika korupsi menyebabkan kemiskinan atau kerugian besar bagi masyarakat.
Dukungan masyarakat ini seringkali menjadi alasan utama pemerintah menerapkan kebijakan antikorupsi yang kuat.
Kritik terhadap hukuman mati bagi korupsi
Meski banyak negara yang menerapkan hukuman mati bagi pejabat korup, kebijakan tersebut juga mendapat kritik dari berbagai kalangan baik di dalam maupun luar negeri. Beberapa alasan kritik ini antara lain:
1. PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)
Banyak organisasi hak asasi manusia yang menentang hukuman mati dalam bentuk apa pun, termasuk korupsi, dengan alasan bahwa hukuman mati adalah bentuk hukuman yang tidak manusiawi dan merupakan pelanggaran terhadap hak untuk hidup.
2. Kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan
Di beberapa negara dengan rezim otoriter, hukuman mati bagi pelaku korupsi mungkin disalahgunakan untuk menghilangkan lawan politik dengan dalih memberantas korupsi.
3. Efisiensi yang tidak memadai
Beberapa ahli berpendapat bahwa hukuman mati tidak selalu efektif dalam mencegah korupsi karena seringkali korupsi mempunyai akar yang lebih dalam, misalnya budaya politik atau sistem hukum yang lemah.
Penerapan hukuman mati bagi pejabat korup merupakan langkah besar yang dilakukan banyak negara untuk mengakhiri kejahatan korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
Meskipun tindakan hukuman ini diharapkan mempunyai efek jera, kebijakan ini juga telah memicu perdebatan serius mengenai hak asasi manusia, implikasi dan potensi pelanggaran.
Dalam upaya pemberantasan korupsi, hukuman berat saja tidak cukup. Menciptakan masyarakat bebas korupsi memerlukan reformasi struktural yang lebih komprehensif, sistem pemantauan yang transparan, dan pendidikan antikorupsi yang efektif.