JAKARTA: Itje Chodidjah, Ketua Komite Eksekutif Komite Indonesia di UNESCO, menekankan peran strategis guru dalam menciptakan generasi unggul. Bukan sekedar mengajar, tapi membimbing siswa dalam perjalanannya menuju masa depan.
Itje memindahkannya ke Mentari
Baca juga: Kisah Pendidikan Rektor UI yang baru dilantik Profesor Heri Hermansyah
Itje menekankan pentingnya mengintegrasikan kesadaran global dan keterampilan multikultural ke dalam proses pembelajaran. Hal ini menjadi kunci agar mahasiswa mampu bersaing secara internasional sekaligus berkontribusi di berbagai bidang di kancah dunia.
Sebagai arsitek masa depan siswa, guru harus membimbing mereka melalui pendekatan pembelajaran yang adaptif, inovatif, dan global. Ia juga mengingatkan bahwa literasi digital merupakan aspek penting untuk dikenalkan kepada anak.
Tidak hanya kemampuan mengakses informasi, namun juga memanfaatkan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab sehingga peserta didik dapat memahami perannya dalam masyarakat global yang saling terhubung.
Itje juga mendorong para pendidik untuk terus berkembang guna menciptakan lingkungan belajar yang holistik. Selain membantu siswa mengembangkan pembelajarannya, guru juga perlu menciptakan karakter melalui pendekatan kontekstual.
Misalnya saja, ketika berbicara tentang angka, ini bukan hanya tentang angka atau matematika, tetapi tentang keterampilan pemecahan masalah di kehidupan nyata.
Guru perlu memastikan bahwa siswa memahami konteks di balik data dan angka, bukan sekadar informasi
Mentah tanpa arti.
Sebagai pendidik, Itje mengingatkan kita bahwa tugas seorang guru bukan sekedar bertanya, “Apakah kamu memahami pelajaran ini?” Namun sebaliknya, “Apakah penjelasan saya mudah dimengerti?” Refleksi merupakan elemen penting dalam pendidikan, memberikan tempat bagi guru untuk menilai dampak kegiatan dan rencana individu.
Langkah yang lebih baik untuk masa depan.
Guru juga mempunyai peran dalam membangun ketahanan siswa dengan mempersiapkan mereka menghadapi tantangan hidup. Pendidikan tidak bisa dilakukan dengan berpura-pura, karena anak membutuhkan kehadiran guru yang jujur dan ikhlas.
“Pendidik tidak boleh berpura-pura karena anak tidak palsu,” tegas Itje.
Selain itu, Itje menegaskan, tindakan kepala sekolah juga berdampak signifikan terhadap kinerja guru, yang pada akhirnya berdampak pada mutu pendidikan secara keseluruhan.
Guru perlu menjaga etika dan integritasnya untuk menjadi teladan bagi anak-anak yang diajarnya. Itje juga menegaskan bahwa pendidikan merupakan kebaikan yang tiada habisnya, merupakan kebutuhan dasar yang menumbuhkan semangat pengharapan dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik.
Bagus
Itje menyimpulkan bahwa “pendidikan adalah makanan bagi jiwa” Itje menutup dengan mengingatkan bahwa sekolah adalah tempat suci dimana generasi muda menata kehidupan yang lebih baik melalui bimbingan para pendidik yang jujur, profesional dan kreatif.
Acara yang dihadiri oleh 445 kepala sekolah dan tim pengajar dari 155 sekolah di kota-kota seluruh Indonesia ini menjadi wadah berbagi pengetahuan, praktik terbaik, dan strategi inovatif dalam pendidikan terkait kebutuhan abad ke-21.
Selain Itje, acara tersebut menghadirkan Tiar Sugiarti, guru dan pelatih di Kelompok Sain Mentari yang membahas bagaimana rasa ingin tahu alami siswa dapat dirangsang melalui pembelajaran berbasis inkuiri.
Kemudian Wahyudi, pakar pendidikan karakter, memberikan pemaparan tentang “Kreativitas Menyenangkan dalam Pembelajaran Eksperimental”.
Russi Yo, seorang praktisi pendidikan karakter, kemudian menyelesaikan mata kuliah “Penguatan Karakter dan Kemampuan melalui Pembelajaran Kreatif dan Konteks”.