JAKARTA – Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Anindia Bakri mengatakan upaya Indonesia untuk bergabung dengan negara-negara BRICS akan berjuang untuk menghindari jebakan pendapatan menengah. Keterlibatan dengan negara-negara BRICS juga merupakan wujud kebijakan luar negeri Indonesia yang liberal dan proaktif.
Memperkuat Diplomasi Indonesia melalui Kemitraan dan Kerja Sama Global, kata Anindia usai menghadiri resepsi Kadin Indonesia pada Jumat (1/11/2024) malam di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta.
Menurut Anindia, negara-negara anggota BRICS memiliki satu kesamaan, yaitu berupaya menghindari jebakan berpendapatan menengah (middle-income trap) yang menjadi tantangan bagi sebagian besar negara berkembang. Anindia juga menyampaikan bahwa terdapat kesamaan semangat di antara negara-negara BRICS, yaitu berupaya melakukan transformasi dari negara berkembang menjadi negara maju. “Jadi setidaknya kita bisa melihat persamaannya, yaitu bagaimana menghindari middle income trap,” kata Anindia.
Anindia menilai, sikap Indonesia sebelumnya yang mengajukan keanggotaan di Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dinilai sebagai bentuk aliansi dengan salah satu kubu ekonomi dunia. Namun, dia menegaskan Indonesia aktif di semua kubu karena kebijakan luar negerinya yang liberal dan aktif.
“Tetapi banyak orang berpikir bahwa karena siapa yang menjadi anggota negara-negara BRICS, mereka akan bersekutu dengan salah satu kubu. Tapi itu tidak benar, karena Indonesia akan aktif dalam konstitusi, dari segi bisnis kita akan berbisnis. dengan semua orang,” jelasnya.
Sebelumnya, Anindia juga menjelaskan, meski ada pembicaraan untuk bergabung dengan negara-negara BRICS, Indonesia masih aktif menjadi anggota APEC, G20, IPAF (Indo-Pacific Economic Framework) dan sedang dalam proses bergabung dengan Organization for Economic Co-operation and Development.
Menurut Anindia, peran aktif Indonesia sangat penting untuk memenangkan investasi dan membuka pasar perdagangan internasional seluas-luasnya. “Saya pikir hal terpenting yang kami lihat adalah kebutuhan Indonesia akan pertumbuhan investasi, dan yang kedua adalah pasar bisnis yang lebih luas,” ujarnya.