JAKARTA – Masyarakat miskin harus mendapatkan pendidikan yang cepat dan tepat untuk memperbaiki keadaannya. Hal ini dikatakan pada tahun 1945. Pada tanggal 17 Agustus, Rudyono Darsono, Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Tinggi Jakarta, berbicara pada seminar nasional perkuliahan yang diadakan oleh universitas pada tahun 1945. 17 Agustus di Jakarta.
17 Agustus 1945 Beberapa perguruan tinggi turut serta dalam Universitas (Untag) se-Indonesia. Yaitu Untag Surabaya, Untag Samarinda, Untag Banyuwangi, Untag Semarang dan Untag Cirebon.
“Kami ingin mempersatukan Untag seluruh Indonesia yang tidak terpecah-pecah, tetapi bekerja sendiri-sendiri,” kata Rudyono Darsono, Senin (25/11/2024).
Menurut Rudi, mereka ingin menyatukan visi dan misi Untog pada saat berdirinya, yaitu penerang kehidupan bangsa. “Salah satu pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan bangsa. Untuk memerdekakan bangsa dari penjajahan, kita harus mampu mencerdaskan bangsa. “Jangan kita hilangkan kolonialisme, lalu masuk ke kolonialisme baru,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu cara tercepat untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat miskin, menjangkau kelas menengah atau meningkatkan taraf hidup masyarakat, adalah dengan pendidikan vokasi. Ia juga berharap pelatihan vokasi dapat tersedia.
“Jangan diabaikan, tingkatkan. “Ini adalah pendidikan jangka pendek yang langsung diterapkan dan sangat efektif dalam membawa perubahan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui peningkatan sumber daya manusianya,” ujarnya.
Rudy menilai, banyak kesulitan dalam pembentukan konsorsium Untag dalam upaya mencerdaskan bangsa. Sebab menurutnya, ada pihak yang tidak menginginkan masyarakat menjadi pintar.
Karena dengan masyarakat yang tidak pintar, mereka bisa ditipu untuk tidak memahami praktik-praktik korupsi yang menjadi faktor utama pemiskinan mereka, selain tentu saja mendapatkan kekuasaan untuk kepentingan elektoral, memaksa mereka untuk memilih beberapa kandidat dan atau diiming-imingi dengan uang untuk memilih. bagi calon yang korup namun mempunyai uang untuk membeli suaranya selama lima tahun berkuasa.
Rudi meyakini konsorsium Untag yang murni nasionalis mampu menghadapi tantangan tersebut. “Tidak ada masalah yang tidak bisa kita selesaikan. Lagipula di sini banyak sekali orang-orang pintar, profesor, doktor. Kalau kita mau bersatu, kita tidak akan mudah untuk dibubarkan. Karena visi kita sama, hebat sekali, buatlah bangsa yang cerdas,” ujarnya kepada Rudy.
Sementara itu, Rektor DKI Jakarta Rajes Hana UTA ’45 mengatakan, pihaknya berharap perguruan tinggi Untag se-Indonesia bisa bekerja sama membentuk konsorsium. Misalnya saja soal penerimaan peserta didik baru, pembentukan komisi bersama.
Dengan demikian, apabila ada calon mahasiswa dari bidang lain yang ingin mempelajari suatu spesialisasi tertentu, namun program studi pada bidang tersebut tidak tersedia di Untag, maka dapat melanjutkan ke kampus Untag lain yang memiliki spesialisasi tersebut. “Kerja sama ini diperlukan untuk saling memperkuat,” ujarnya.
Selain itu, umum ini juga dapat memenuhi persyaratan akreditasi. Salah satunya harus mendominasi kejuaraan tingkat nasional. Usai mengadakan kompetisi antar Untag se-Indonesia, Rajes mengatakan kompetisi tersebut tergolong kompetisi tingkat nasional berdasarkan aturan akreditasi. “Berhasil masuk kategori nasional,” ujarnya.
Dengan mempertemukan Untag, Rajes berharap dapat meminimalisir adanya gangguan pada masing-masing universitas tersebut. “Kita harus bersama,” katanya.
Ketua Dana Pendidikan Tinggi Tahun 1945. Pada 17 Agustus di Jakarta, Bambang Sulistomo memuji Untag yang mempunyai jiwa nasionalisme dan patriotisme. Dengan semangat itulah di berbagai daerah di Indonesia, lembaga-lembaga pendidikan didirikan dan berdiri dengan tujuan yang mulia. Tanpa idealisme, nasionalisme, dan patriotisme nasional, tidak mungkin berkembang pendidikan seperti ini, pungkas V.