JAKARTA – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Kazan, Rusia meluncurkan uang kertas simbolis untuk memulai arah baru dalam dunia keuangan. Bank-bank tersebut berbendera Indonesia dan negara-negara BRICS, Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.
Indeks BRICS mencerminkan keinginan negara-negara tersebut untuk mencari alternatif selain dolar AS untuk transaksi lintas batas. Perkembangan ini menyoroti semakin besarnya upaya BRICS untuk membangun sistem ekonomi berkelanjutan yang tidak terlalu terikat dengan sistem keuangan Barat.
Presiden Rusia Vladimir Putin menekankan pada konferensi tersebut bahwa negara-negara BRICS tidak secara langsung menolak dolar AS, namun sedang mempersiapkan metode lain jika akses terhadap dolar AS masih terbatas.
“Dolar tetap menjadi instrumen keuangan terpenting di dunia, namun penggunaannya sebagai alat politik akan merusak kepercayaan terhadap mata uang ini,” kata Putin, Jumat (25/10/2024) seperti dikutip Financial Express.
Putin mengatakan BRICS tidak akan berperang dengan dolar, namun akan mencari opsi lain jika situasi memerlukannya. “Jika mereka menghentikan kami, kami akan mencari cara lain,” jelasnya sambil menekankan pendekatan pragmatis BRICS.
Komentar Putin muncul dalam konteks yang lebih luas dari sanksi yang dikenakan terhadap Rusia, yang sangat membatasi akses Rusia terhadap sistem keuangan global yang didominasi dolar. Dengan menjajaki mata uang perdagangan lainnya, BRICS berupaya mengurangi risiko tindakan politik tersebut. Menurut Putin, penggunaan dolar sebagai alat akan mempercepat transisi ke struktur moneter baru, menunjukkan bahwa blok BRICS sedang bergerak menuju sistem ekonomi yang lebih adil.
Dilma Rousseff, ketua Bank Pembangunan Baru (NDB), menyatakan keprihatinan Putin, dengan mengatakan dolar telah digunakan sebagai alat politik, sehingga merusak kredibilitasnya dalam keuangan global.
Keinginan untuk meninggalkan dolar AS
Negara-negara BRICS secara resmi mendukung penyelesaian pembayaran lintas batas dalam mata uang lokal, menandai langkah penting dalam mengurangi ketergantungan pada dolar AS. Deklarasi Kazan, yang dikeluarkan pada akhir KTT, menyatakan: “Kami menyambut baik penggunaan mata uang lokal dalam transaksi keuangan antara negara-negara BRICS dan mitra dagang mereka.”
Inisiatif ini dipandang sebagai bagian dari Inisiatif Pembayaran Silang BRICS, yang mempromosikan penggunaan mata uang domestik secara sukarela dan tidak mengikat. India telah memainkan peran utama dalam mendorong reformasi mata uang lokal. Perdana Menteri Narendra Modi menekankan bahwa perubahan ini akan memperkuat hubungan ekonomi antara negara-negara BRICS dan memberikan kerangka perdagangan yang lebih kuat.
India telah mengambil langkah-langkah ke arah ini, mengizinkan perjanjian perdagangan rupee dengan negara-negara seperti Rusia dan Uni Emirat Arab (UEA), dan India melanjutkan diskusi dengan negara-negara lain seperti Indonesia.
Meskipun bank-bank BRICS telah meningkatkan ekspektasi terhadap mata uang yang sama, para pejabat tetap berhati-hati dan lebih fokus pada konsolidasi pasar keuangan dan membangun infrastruktur untuk pembayaran domestik.
Beberapa laporan menyatakan bahwa mata uang di bank BRICS dapat disebut “unit”, dengan dukungan kemungkinan berasal dari emas dan mata uang negara-negara anggota. Namun hal tersebut masih sebatas spekulasi dan belum ada pengumuman resmi terkait peluncuran mata uang BRICS.
Para pemimpin juga menugaskan menteri keuangan dan gubernur bank sentral untuk meninjau langkah-langkah lain mengenai mata uang lokal dan integrasi keuangan. Salah satu hasil utama dari pertemuan ini adalah rencana untuk membentuk kerangka penyelesaian perbatasan independen, yang disebut BRICS Clear. Program ini bertujuan untuk melengkapi mekanisme pasar keuangan yang ada sekaligus mendorong penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan internasional.
Meskipun penerapan mata uang lokal merupakan sebuah langkah berani, masa depan BRICS bukannya tanpa masalah. Putin mencatat bahwa laju perubahan dalam sistem ekonomi yang adil bergantung pada hilangnya undang-undang dan platform lainnya. BRICS semakin banyak beroperasi dalam lingkungan keuangan yang didominasi negara-negara Barat.
Selama pertemuan puncak ini, BRICS secara kolektif menolak Mekanisme Penyesuaian Perbatasan Karbon Uni Eropa, dan menyebutnya sebagai tindakan proteksionis dengan asumsi kepedulian terhadap lingkungan. Posisi ini menyoroti tujuan bersama blok tersebut untuk menolak apa yang mereka lihat sebagai dominasi ekonomi Barat dan pada saat yang sama mendukung sistem keuangan global yang lebih adil.