JAKARTA – Kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% mulai Januari 2025 menuai gelombang penolakan karena akan berdampak pada daya beli. Terakhir, dampaknya dapat menurunkan laju pertumbuhan perekonomian nasional, dimana konsumsi secara keseluruhan masih menjadi mesinnya
Beberapa ekonom berpendapat bahwa efek samping kenaikan PPN menjadi 12% bisa sangat buruk jika daya beli masyarakat menurun. Adanya ketidakpercayaan masyarakat bahwa pajak yang mereka bayarkan akan dikembalikan dalam bentuk manfaat publik atau jaminan sosial
Pajak pertambahan nilai atau PPN merupakan salah satu jenis pajak yang dipungut atas transaksi dan pembelian suatu barang atau jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Meskipun beban pajak ditanggung langsung oleh konsumen akhir, namun tanggung jawab pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN tetap berada pada PKP.
Dalam sistem PPN, pengusaha yang ditetapkan sebagai Badan Usaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut PPN dari pelanggan, menyetorkannya kepada pemerintah, dan melaporkan besarnya PPN yang dipungut.
Cara penghitungan PPN adalah dengan mengalikan nilai barang atau jasa dengan tarif PPN yang berlaku saat ini. Saat ini tarif PPN di Indonesia sebesar 11% dan akan menjadi 12% pada tahun depan pada tahun 2025. Selain Indonesia, masih banyak negara di dunia yang tarif PPNnya melebihi 12%.
Berikut adalah 5 negara dengan tarif PPN lebih tinggi dari 12% 1 Argentina Argentina memiliki tarif standar PPN sebesar 21% (Beberapa utilitas dikenakan kenaikan tarif sebesar 27%)
Brasil memiliki pajak pemerintah yang serupa dengan PPN Brasil (ICMS). Tarif ini ditetapkan oleh berbagai negara bagian dan tunduk pada batasan yang ditetapkan oleh Senat Federal.
Tarif dapat berkisar dari 17% hingga 18% (di Rio de Janeiro tarifnya adalah 20%), dan tarif tertinggi biasanya dapat melebihi 25%.
Tarif PPN standar Tiongkok adalah 13%, 9%, 6% Tiongkok, salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia, menggunakan sistem PPN multilateral yang merupakan bagian integral dari kebijakan fiskalnya. Sistem pajak pertambahan nilai Tiongkok mengklasifikasikan barang dan jasa ke dalam beberapa kelompok berbeda, yang masing-masing memiliki pajaknya sendiri.
Tarif ini dirancang untuk mempertimbangkan perbedaan sifat perdagangan antar negara, mulai dari barang kebutuhan pokok hingga barang mewah dan barang industri. Tarif standar PPN di Tiongkok berkisar antara 13% hingga 16%, meskipun beberapa barang dan jasa mungkin dikenakan pengurangan tarif atau pengecualian.
Barang dan jasa yang dikenakan PPN dengan tarif 13% termasuk sewa atas barang bergerak dan aset keuangan, tidak termasuk perjanjian jual beli keuangan dan sewa kembali. Perdagangan dan impor, termasuk penyediaan jasa pengolahan, serta jasa perbaikan dan penggantian
Mesir Tarif PPN di Mesir 14% atau lebih tinggi dibandingkan di Indonesia Tarif PPN berlaku untuk semua barang dan jasa kena pajak lainnya dan untuk barang impor
Tarif standar PPN di Turki saat ini adalah 20% setelah Turki menaikkan pajak pada Juli 2023. Tarif PPN atas barang dan jasa dinaikkan dari 2% menjadi 20%, sedangkan barang kebutuhan pokok masih dikenakan tarif PPN sebesar 10%. Aturan ini mulai berlaku pada 10 Juli 2023
Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi defisit anggaran dan meningkatkan pendapatan sekitar 2%. Menurut perkiraan, kenaikan tarif PPN akan memberikan pendapatan negara sekitar 30 miliar lira.