Kasus Polisi Tembak Mati Gamma Ryzkynata Oktafandy, Penggunaan Senpi di Polri Perlu Dievaluasi

Kasus Polisi Tembak Mati Gamma Ryzkynata Oktafandy, Penggunaan Senpi di Polri Perlu Dievaluasi

SEMARANG – Anggota Satuan Narkoba Polres Semarang, Aipda Robig Zaenudin (38), siswi SMKN 4 Semarang, dan Gamma Rizkynata Oktafandy (17), anggota Paskibra ternama, tewas ditembak dengan senjata api. Peristiwa lain yang menarik perhatian publik adalah mantan Kanit Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar yang menembak mati Kepala Reskrim Polres Solok Selatan Kompol Ryanto Ulil Anshar usai tewas. .

Terkait persoalan ini, Dirjen Penyidikan dan Pengendalian Kepolisian Republik Indonesia (IPIC) Rangga Afianto mendorong dilakukannya kajian menyeluruh terhadap tata cara penanganan senjata api (senpi) di lingkungan Polri, tidak hanya sekedar undang-undang, namun efektif. Rangga menilai akar permasalahannya terletak pada penyediaan dan pengawasan senjata api.

Alat psikotes izin kepemilikan senjata harus dikaji ulang. Tepat sasaran atau tidak? Pengawasan secara berkala harus dilakukan secara efektif, bukan secara formal, kata Rangga dalam keterangannya yang dikutip Senin (2/12/2024).

Ia menekankan pentingnya peran Biro Psikologi Polri dalam memastikan kekuatan mental para anggota bersenjata api. Menurutnya, tes psikologi yang digunakan sebaiknya dibandingkan dengan tes untuk tujuan lain, seperti sekolah atau pengembangan karir, dan harus disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menambahkan pentingnya pemeriksaan berkala terhadap penggunaan senjata api. “Mental anggota bisa berubah. Hari ini mereka berhak memanggul senjata, tapi tahun depan tidak. Uji waktu pasti perlu,” kata Habiburokman.

Senada, Komisioner Kompolnas Choirul Anam mengatakan penggunaan senjata oleh Polri harus diwaspadai. Menurut dia, ada dua hal yang perlu ditekankan dalam survei tersebut, yakni pengendalian senjata dan pengendalian pemilik senjata.

“Meski kurang lebih ada polanya, misalnya dengan penggunaan alat, namun setiap peristiwa mempunyai nuansa yang berbeda-beda. Jadi penting untuk melihat anatomi peristiwa satu per satu.”

“Penting untuk mengkaji ulang penggunaan senjata. Salah satunya adalah mengendalikan senjata dan mengontrol siapa yang membawanya,” kata Anam.

Dia menjelaskan, faktor yang diuji dalam kasus ini terkait waktu dan jenis senjata yang dibawa masing-masing anggota Polri. Apakah perlu membawa senjata dalam situasi tertentu, jika diperlukan, apakah senjata kecil atau non-kecil, itu bisa jelas,” tutupnya.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *