Kisah Konflik Kekuasaan di Kerajaan Islam Demak yang Didirikan Wali Songo Usai Pati Unus Wafat

Kisah Konflik Kekuasaan di Kerajaan Islam Demak yang Didirikan Wali Songo Usai Pati Unus Wafat

DEMAK – Konflik perebutan kekuasaan mewarnai perjalanan Kerajaan Islam Demak yang didirikan oleh Wali Songo atau sembilan wali yang menyebarkan Islam ke Pulau Jawa. Kerajaan Demak merupakan kesultanan Islam pertama di Pulau Jawa.

Raden Patah menjadi raja pertama yang memerintah di Kesultanan Demak. Ia kemudian memberikan kekuasaannya kepada putranya Pati Unus atau Yat Sun atau Pangeran Sabrang Lor.

Unus sendiri adalah Raden Patah cucu Sunan Ampela, Dew Murthasimaha.

Salah satu putra Raden Patah Song adalah Sultan Trenggana, saudara Pati Unus. Sultan Trenggana sendiri menjadi Sultan ketiga Kesultanan Demak setelah kakaknya Pati Unus naik takhta.

Kanduvuran merupakan putri Raden Patah dari istrinya Randu Sanga, Raden Kikin (alias Pangeran Seda Lepen) lahir dari putri Adipati Jipang sebelah timur Blora. Pewaris lainnya adalah Ratu Mas Nyawa, lahir dari istri lain, Solekha.

Sayangnya putra Raden Patah menjadi masalah bagi Kesultanan Demak.

Pasalnya pasca penahbisan Parti Unus atau Yat Sun, muncul pertanyaan mengenai biaya takhta seperti pada pemerintahan pada umumnya, sebagaimana dikutip dalam “Keruntuhan Kerajaan Hindu Jawa dan Bangkitnya Negara Islam” dari tulisan para sejarawan. Prof. Slamet Muljana.

Unus sendiri, putra sulung Raden Patah, tidak mempermasalahkan hal tersebut. Tidak ada kendala dalam penunjukan Unus sendiri karena beliau merupakan putra mahkota senior.

Namun, ketika Yatsun meninggal pada tahun 1521 tanpa meninggalkan seorang putra, berbagai kesulitan pun muncul.

Putra-putra Jin Bun atau Raden Patah mulai berebut kekuasaan. Raden Kikin alias Pangeran Seda Lepen lebih tua dari Tung Ka Lo alias Trenggana namun lahir dari istri ketiganya. Sedangkan Trenggan melahirkan istri pertamanya.

Perebutan kekuasaan antar putra Jin Bun juga tercatat dalam legenda Tiongkok dari Kelenteng Sam Po Kong di Semarang bertanggal 1521.

Dalam Babad Tanah Jawi diceritakan putra Trenggan Sultan Sunan Pravat berhutang budi pada Arya Penangsang Jipang karena membunuh Pangeran Seda Lepen, ayah Arya Penangsang Jipang.

Sunan Pravata merupakan putra sulung Pangeran Trenggan. Berita Tionghoa dari Kelenteng Sam Po Kong di Semarang mencantumkan namanya sebagai Muk Ming. Dengan meninggalnya Pangeran Seda Le Pen, Pangeran Trenggana mampu mengambil alih tahta Kesultanan Demak.

Sunan Prawata alias Muk Ming membantu Kin San alias Raden Kusen mengerjakan pembuatan kapal untuk memperluas armada Demak seiring rencana Sultan Trenggana mengusir Portugis dari kepulauan Indonesia Timur.

Sementara itu, Sultan Trenggana berencana mengambil alih perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Maluku dari Portugis yang sejak tahun 1527 berhasil membangun gudang-gudang di berbagai tempat untuk menjual dan menyimpan rempah-rempah.

Dalam waktu lima tahun, Sunan Prawoto menyelesaikan seribu kapal besar yang masing-masing mampu mengangkut 400 prajurit. Itu adalah produksi yang dia banggakan. Para tukang kayu yang bekerja sepanjang waktu bekerja keras dan giat di sebuah galangan kapal di Semarang.

Pada tahun 1546, sebuah kapal Demak berlayar ke timur menuju Kepulauan Maluku, namun saat ini konon Tung Ka Lo atau Sultan Trenggono, Sultan Demak ketiga, ikut bergabung dalam kapal tersebut. Muk Ming naik tahta Kesultanan Demak sebagai penerusnya, karena ia merupakan putra sulung.

Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat orang putri. Anak pertama, perempuan, menikah dengan Pangeran Langgar; Putra kedua laki-laki bernama Sunan Prawata alias Muk Ming, putra ketiga perempuan yang menikah dengan Pangeran Kalinyamat.

Putra keempat perempuan menikah dengan Pangeran Cirebon, putra kelima perempuan menikah dengan Joko Tingkir, putra keenam laki-laki Pangeran Timur alias Toh A Bo.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *