JAKARTA – Peneliti Indonesia dari Themis Institute dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalus, Feri Emsari, mengklaim ada kecurangan terhadap pejabat pemerintah di Pilkada Jakarta 2024.
Hal itu diungkapkannya saat memaparkan hasil penelitian bertajuk “Pohon Penipuan Pilkada” oleh Indonesia Themis Institute di Jakarta, Kamis (12/12/2024).
“Instansi pemerintah ikut melakukan kecurangan pada pilkada di Jakarta, Banten, dan Jawa Tengah. Pola kecurangan pada pilpres serupa dengan pilkada. Pilkada Jakarta merupakan pengecualian karena pemilihnya sudah berpendidikan. 12 Kelurahan kepala daerah sebelumnya mengundurkan diri dari pilkada karena kepentingan pemerintah pusat,” kata Frey.
Hasil penelitian secara umum menyebutkan bahwa terdapat partisipasi yang signifikan dari dua lembaga pemerintah yang melakukan intervensi dalam pemilukada di banyak daerah. Lembaga ini secara khusus berupaya melakukan intervensi di tiga wilayah, yakni Jakarta, Banten, dan Jawa Tengah.
Di Jakarta, hasil kajian gubernur saat ini telah mengganti 12 kepala subdivisi dengan jumlah penduduk 1.578.933 jiwa. Penggantian ini disebut melanggar Pasal 3 Pasal 71 UU Pilkada yang melarang pergantian pejabat 6 bulan sebelum pasangan calon diusung.
“Yang berpotensi melakukan kecurangan adalah orang-orang yang dekat dengan kekuasaan. Bahkan, ada 12 kepala daerah yang berganti menjelang H-Day (pemungutan suara). Padahal, mutasi ini setidaknya terjadi 6 bulan sebelum pemilu. Frey melanjutkan: Pasangan calon sudah ditentukan.
Frei mengatakan, meski ada upaya aparat untuk mempengaruhi Pilkada Jakarta, namun hasilnya tidak efektif. Sebab, masyarakat Jakarta lebih berpendidikan. Pilkada di Jakarta merupakan pengecualian terhadap efektivitas penggunaan mesin karena pemilihnya lebih terdidik, lanjut Frei.
Terkait pembatalan aduan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan calon Ridwan Kamil Susounu, Frei mengatakan, “Alasannya, proses tersebut memiliki argumentasi yang lemah.”
“Kalau dilihat, wajar kalau ini (perkara RK-Siswono di MK) tidak dilanjutkan karena argumentasinya sangat lemah. Argumentasi bentuk C6 yang baru pertama kali muncul, diangkat di UUD. dan pada “Penjelasan perubahan suara tidak akurat, jadi tidak masuk akal, menurut saya sebaiknya digunakan.”
Senada, Pengamat Politik FHISIP Azad University Insan Praditya Anugrah juga menyatakan warga Jakarta sudah melek politik. Jakarta menjadi tolok ukur masyarakat demokratis dengan budaya politik partisipatif dan tidak mudah dimobilisasi.
“Jakarta menjadi tolak ukur masyarakat yang memiliki budaya politik partisipatif yang berhasil dalam implementasi demokrasi Indonesia. Masyarakat Jakarta melek politik dan tidak mudah dimobilisasi,” kata Insan.
Menurut Insan, hasil pilkada menunjukkan Jakarta adalah benteng terakhir demokrasi Indonesia. Oleh karena itu, kita harus melihat bersama-sama agar tidak terjerumus pada nafsu akan kekuasaan.
“Jakarta bisa dianggap sebagai benteng terakhir demokrasi Indonesia di antara daerah-daerah lain yang berhasil melakukan intervensi. Jakarta harus kita selamatkan agar benteng terakhir ini tidak dihancurkan oleh ambisi penguasa,” kata Insan.