Malang – Puluhan mahasiswa dari berbagai jurusan Universitas Brawijaya (UB) Malang mengunjungi Perkampungan Budaya Polovigen (KBP). Mereka hadir untuk mendalami berbagai kemungkinan KBP yang digagas Ki Demang.
Salah satu kampung budaya tematik Kota Malang, KBP mempunyai segudang sejarah dan terus merayakan budaya hingga saat ini melalui berbagai kegiatan seni dan budaya. Berbagai kegiatan seperti menari Topeng Malang, membatik, memotong topeng Malang dan kegiatan lainnya, dimulai dari makam Mbah Reni penemu Topeng Malang yang menjadi ikon kota Malang, situs Sumur Ken Dedes. Baca juga: Festival KBP Dolanan Penuh Pesan Moral Baik
Amanda yang kuliah di Psikologi UB ini mengatakan, pihaknya ingin mendalami wilayah budaya KBP.
“Kami melihat KBP terus berupaya sebagai wujud komitmen pelestarian budaya lokal,” kata Amanda, Blimbing, KBP, Polovigen, Kota Malang, Jumat (15/11/2024).
Berasal dari Makassar, Amanda merasakan hal baru setelah melakukan fakta di KBP. “KBP antara lain memiliki kalender acara tahunan dengan praktik rutin seperti membatik dan menari,” ujarnya.
Pooja, mahasiswa UB Malang yang mengambil jurusan peternakan, mengatakan, pihaknya tertarik dengan partisipasi pemuda dalam melestarikan seni dan budaya setempat. “Kurangnya partisipasi pemuda dan pelajar dalam pelestarian seni budaya daerah menjadi permasalahan dan tantangan bagi KBP yang harus dicarikan solusinya,” kata mahasiswa asal Situbondo ini.
Penemuan lain disampaikan Mita yang merupakan mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) UB Malang. Ia melihat kurangnya keterlibatan universitas dalam upaya pelestarian seni dan budaya lokal sebagai masalah humas yang besar.
“Kami berharap perguruan tinggi ikut terlibat dalam pelestarian seni dan budaya daerah melalui pendidikan, bimbingan, penelitian/kajian dan penyebaran informasi,” ujar mahasiswa asal Malang ini.
Ki Demang penggagas KBP berharap dengan hadirnya puluhan mahasiswa yang ingin belajar KBP tidak menimbulkan kewajiban memenuhi persyaratan mata kuliah. Namun, ada kesinambungan.
Ki Demang juga mengusung konsep pentahelix (multi-stakeholder) untuk diterapkan dalam kegiatan pelestarian seni dan budaya daerah. “Ada keterlibatan pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas dan media untuk berkoordinasi dan berkomitmen mengembangkan seni dan budaya lokal yang mengedepankan kearifan lokal dan sumber daya lokal,” jelasnya.