Mahasiswa Unpam Tangsel Tolak Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto

Mahasiswa Unpam Tangsel Tolak Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto

JAKARTA – Mahasiswa yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa Universitas Pamulang (FAM Unpam) dan Kelompok Anti Fasis Tangarang menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Pamulang pada Kamis (10/10/2024). Soeharto, presiden kedua Republik Indonesia, ditolak mendapat gelar pahlawan nasional.

Perwakilan FAM Unpam, Job Silidonga, mengatakan partainya dengan tegas menolak pemberian gelar ksatria nasional kepada Soeharto. Mereka menilai kepemimpinan Soeharto pada masa Orde Baru penuh kontroversi.

“Pada masa Orde Baru, banyak terjadi pelanggaran HAM, penghilangan paksa, dan pembunuhan aktivis. Demokrasi dibungkam, dan maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi ciri khas pemerintahannya,” ujarnya. Menurut Jobe, krisis mata uang yang melanda Indonesia juga merupakan dampak dari kebijakan yang diambil Soeharto.

Dalam aksi damai tersebut, para pengunjuk rasa membawa spanduk bertuliskan “Tolak gelar pahlawan kepada Soeharto”. Penolakan ini mencerminkan suara mahasiswa yang merasa Soeharto tidak pantas mendapat pengakuan tersebut.

Sementara itu, di tempat lain, banyak aktivis hak asasi manusia yang melakukan aksi Kamis 835 di depan Istana Merdeka Jakarta dengan tuntutan serupa. Mereka menuntut pemerintah mengatasi pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia dan menolak gelar pahlawan Suharto.

Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto sebelumnya disampaikan oleh pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MBR) yang dipimpin Bambang Susatyo. Usulan ini muncul bersamaan dengan penyerahan dokumen penghapusan nama Soeharto dari ketetapan MPR. 11 Tahun 1998 ada Penyelenggara Negara yang tidak terafiliasi dengan KKN. MPR menilai langkah tersebut memberikan kepastian hukum kepada Soeharto.

Protes mahasiswa dan aktivis hak asasi manusia tersebut menunjukkan bahwa isu kepahlawanan Soeharto masih hangat diperbincangkan di masyarakat, dan banyak pihak yang menuntut agar sejarah diakui secara seimbang dan adil.

Sekadar informasi, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) resmi menunjuk Soeharto berdasarkan Ketetapan MPR (TAP) No. 11 Tahun 1998 dalam rangka mewujudkan sistem yang bersih, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Keputusan tersebut diumumkan Ketua MPR Bambang Susatio pada rapat terakhir masa jabatan 2019-2024 yang digelar di Gedung Nusantara Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (25/09/2024).

Tentang penyebutan pribadi nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11/MPR 1998, dinyatakan Pak Soeharto telah selesai dieksekusi karena yang bersangkutan telah meninggal dunia, kata pria yang diketahui bernama Bamsoet itu.

Bamsot menjelaskan, keputusan itu diambil pada 18 September 2024 berdasarkan usulan Golkar. Kemudian MPR RI mengadakan sidang bersama pada 23 September 2024. Alhasil nama Soeharto dicoret dari TAP. Meski demikian, TAP MPR tetap sah secara hukum, kata Bamsot. Namun proses hukum terhadap Soeharto berdasarkan pasal tersebut ditutup karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.

Status hukum TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 masih berlaku melalui Ketetapan MPR Nomor 1/R Tahun 2003 dan MPR sepakat untuk menanggapi surat tersebut sesuai dengan protokol dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ujarnya. .

Sekadar informasi, Pasal 4 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 mengatur tentang pejabat negara termasuk Presiden Soeharto dan sekutunya untuk menghapuskan KKN. Pada tanggal 13 November, TAP menandatangani MPR di bawah pimpinan Harmok.

“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap semua pihak, termasuk pejabat pemerintah, mantan pejabat pemerintah, keluarga dan sahabatnya, serta pihak swasta/konglomerasi, termasuk mantan Presiden Soeharto. Asas praduga tak bersalah, hak asasi manusia, “ucap TAP.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *