Kisah Pertempuran Sengit 4 Hari Minahasa Berujung Pembantaian oleh Pasukan Belanda

Kisah Pertempuran Sengit 4 Hari Minahasa Berujung Pembantaian oleh Pasukan Belanda

Minahasa – Belanda menaklukkan Minahasa, setelah mengalahkan mereka dua kali dalam pertempuran. Penyerangan hebat ini dilakukan oleh Martinus Balfour, jenderal penerus Letnan Herder yang telah dikalahkan habis-habisan oleh rakyat Minahasa.

Tentara Belanda memutuskan melakukan segala persiapan untuk menyerang Tondano. Akhirnya setelah melalui perhitungan yang panjang, penyerangan pun terjadi pada awal tanggal 5 Agustus 1809.

Tujuan utamanya adalah ketika fakta-fakta yang diketahui tersedia. Tentara Belanda pergi ke Minavanua, memasuki desa dan membakarnya.

Dengan kekuatan yang tersisa, benteng Morya melakukan pertarungan terakhir. Penembakan meriam yang menutupi lereng dan bagian depan tentara menandai dimulainya pertempuran.

Tentara Minavanua bersiap melawan Belanda. Selama empat hari pertempuran tersebut, serangan tentara Belanda seakan tak terbendung.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku “Sejarah Nasional Indonesia IV: Munculnya Penjajahan di Indonesia”, menurut Morya dan Kepausan yang merupakan basis tentara Minahasa dihancurkan. Korbannya berjatuhan.

Pertahanan Minavanua ditembus, Kapten Ventri memasuki desa, dan pertarungan tangan kosong pun terjadi. Kontak militer antara tentara Belanda dengan Minavanua, Minahasa pun tak terhindarkan.

Pertaruhan hidup dan mati prajurit Minawanua berlangsung kurang lebih satu jam. Tentara Belanda membunuh semua orang yang ditemuinya, baik yang sakit, terluka, tua, anak-anak, maupun wanita.

Pertahanan Minavanua kemudian dibakar. Yang tersisa hanyalah dijarah.

Kemudian perlawanan bergerak ke luar tembok Tondano. Dalam kelompok kecil, sisa-sisa prajurit Minahasa tetap bertahan di hutan lebat yang sulit ditemukan.

Tentara Belanda banyak menemui kendala dalam mengeksploitasi sumber daya alam untuk mencari sisa-sisa perlawanan. Pemerintah Hindia Belanda menawarkan amnesti atau amnesti kepada para pemberontak asalkan mereka berjanji menerima kekuasaan Belanda.

Namun, pemimpin oposisi seperti Lumingkewas, Matulandi, Mamait dan Lonto tidak termasuk di antara mereka yang menerima amnesti.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *