LBH PP GP Ansor Dampingi Sopir dan Kernet yang Ditahan karena Angkut Beruang Madu

LBH PP GP Ansor Dampingi Sopir dan Kernet yang Ditahan karena Angkut Beruang Madu

JAKARTA – Pimpinan Pusat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerakan Pemuda Ansor (PP GP Ansor) bersama RN (19) dan MH (20), tersangka pengemudi dan perekrut. LBHPPPJP Insur berharap hakim dapat mengedepankan asas keadilan dalam memutus perkara ini.

Terdakwa LBH GP Ansor Fendy Ariyanto, kuasa hukum terdakwa, mengatakan dalam keterangan tertulis di Jakarta: . 11/2024).

Kedua terdakwa kini menghadapi gugatan hukum di Pengadilan Jakarta Barat. Keduanya telah ditahan di Rutan Kelas 1 Jakarta Pusat selama tiga bulan sejak ditangkap di Tol Silpi, Jakarta Barat.

Kecelakaan bermula saat RN, pengemudi bersama asistennya MH membawa tiga penumpang dan barang bawaan lainnya, termasuk payung. Di tengah perjalanan, mereka dihadang polisi lalu lintas dan akhirnya ditangkap karena kedapatan mengangkut satwa dilindungi.

Beruang madu yang dibawa kedua terdakwa merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan UU 5/1990 tentang perlindungan sumber daya alam dan ekosistemnya. Dalam persidangan, jaksa menuntut keduanya dengan hukuman penjara 2 tahun dan denda 20 juta riyal. Hal ini sesuai dengan Pasal 21 ayat (2) huruf F dakwaan. Pasal 40 ayat (2), UU No. 5/1990 dan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam persidangan, hadir kuasa hukum terdakwa Fendi Arianto, ahli pidana Dr Albert Aris. Ia mengatakan, jika tidak dapat membuktikan adanya niat atau niat buruk, maka kedua terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

Dr Albert juga telah menyebutkan kelemahan yang jelas dalam kasus ini. Ia mengatakan, para terdakwa tidak mengetahui bahwa hewan yang dibawanya termasuk jenis satwa yang dilindungi.

“Tidak ada niat jahat dari para tergugat, mereka hanya menghidupi keluarga secara finansial, tidak menyadari potensi risiko hukum,” kata Fendi Arianto dalam gugatannya.

Selain itu, Fendy menilai, seharusnya perbuatan terdakwa merupakan pelanggaran administratif, bukan pelanggaran umum. “Penindakan pidana administratif harusnya menjadi langkah awal. Bukan penahanan yang memperberat proses hukum,” ujarnya.

Hingga saat ini, proses hukum atas kasus tersebut masih dilindungi oleh GP Unser. Kasus tersebut berdampak pada fokus masyarakat terhadap konservasi satwa liar dan terbatasnya kesadaran masyarakat terhadap hukum. Terutama mengenai satwa yang dilindungi undang-undang.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *