Bagaimana Cara Mengurus Label Halal, Berikut Tahapan dan Biayanya

Bagaimana Cara Mengurus Label Halal, Berikut Tahapan dan Biayanya

JAKARTA – Sehari-harinya masyarakat Indonesia berinteraksi dengan produk berlabel halal. Jumlah dan variasi produk berlabel halal terus meningkat seiring berjalannya waktu. Tak hanya di pasar dalam negeri, beberapa produsen produk rumah tangga juga berupaya menembus pasar luar negeri.

Saat ini, Indonesia sedang berupaya meningkatkan jangkauan produk dan pelaku usaha bersertifikat halal. Hal ini seiring dengan penerapan kewajiban sertifikasi halal mulai 17 Oktober 2024.

Kewajiban sertifikat halal berlaku terhadap produk pangan, minuman, hasil pemotongan dan jasa penyembelihan, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong produk makanan dan minuman. Selain itu, barang-barang yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat harus mempunyai sertifikat Halal.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menargetkan mencapai 10 juta pada tahun 2024. Kepala BPJPH Haikal Hassan mengingatkan para pelaku usaha untuk segera mendaftarkan produknya.

Hati-hati, pelaku usaha segera mendaftarkan produknya yang tidak bersertifikat halal, kalau tidak saya akan dihukum, kata Haikal baru-baru ini di Jakarta.

Terminologi halal saat ini tidak hanya berlaku bagi umat Islam. Halal sudah menjadi standar produk yang dapat dipenuhi oleh siapa saja, apapun latar belakang agama atau keyakinan pelaku usaha.

Fenomena ini juga berkembang di seluruh dunia. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia merupakan pasar yang besar dan ideal bagi produk Halal. Lantas, bagaimana cara produsen mendapatkan sertifikasi halal? Caranya sangat mudah, buka aturan seperti yang Anda sebutkan di artikel kemenkopukm.go.id. Di sana Anda akan diberitahu cara mendapatkan sertifikasi Halal.

Secara umum, ada dua cara untuk mendapatkan sertifikasi Halal. Yaitu deklarasi diri dan cara reguler. Bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), penting untuk mengetahui cara mengatur dan mendeklarasikan sertifikasi halal secara berkala, karena terdapat ketentuan mengenai sertifikasi halal berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Di sana, mulai 17 Oktober 2024, pemerintah akan menerapkan sertifikasi wajib halal pada tiga jenis produk, seperti makanan dan minuman, produk jasa dan pemotongan, serta bahan tambahan pangan dan bahan penolong produk makanan dan minuman.

Metode self deklarasi adalah sertifikasi halal yang dilakukan berdasarkan pernyataan pelaku usaha. Sedangkan cara reguler adalah sertifikasi Halal yang dilakukan dengan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH).

Pengolahan sertifikasi Halal dengan metode self-declaration hanya dilakukan oleh pelaku usaha skala mikro dan kecil yang memiliki produk komoditas. Bertindak sebagai agen inspeksi merupakan pendamping proses produk halal yang terdaftar pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Komite Fatwa Produk Halal melakukan penetapan Halal.

Terkait langkah awal prosesnya, pelaku usaha harus:

1. Daftar sertifikasi Halal di ptsp.halal.go.id (SIHALAL).

2. Pendamping PPH memeriksa dan memvalidasi keterangan pelaku usaha

3. BPJPH mengkaji dan memvalidasi laporan hasil pedoman dan menerbitkan STTD

4. Komisi Fatwa/Komite Fatwa memimpin sidang fatwa penetapan kehalalan produk

5. BPJPH menerbitkan sertifikat Halal

6. Pemangku kepentingan bisnis mengunduh sertifikat Halal

7. Untuk layanan sertifikasi halal bagi usaha mikro dan kecil (UMK) dengan deklarasi mandiri atau deklarasi pelaku usaha dikenakan biaya sebesar Rp 0.

Sebab, biaya pendaftaran dan penetapan produk halal sebesar Rp 300 ribu dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara di pusat/daerah dan fasilitas lembaga negara/swasta. Sebelum melakukan pengolahannya, jangan lupa para pelaku industri memerlukan dokumen-dokumen yang diperlukan berupa:

1. Surat lamaran

2. Aspek Hukum (NIB)

3. Catatan penyelia halal

4. Daftar produk dan bahan yang digunakan

5. Proses pengolahan produk

6. Pedoman Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH)

7. Janji pernyataan halal pelaku usaha

Sekadar informasi, apabila produk belum mendapatkan sertifikasi Halal pada tanggal 17 Oktober 2024, maka akan dikenakan pembatasan berupa: a. Peringatan tertulis, b. Sanksi administratif, c. Pembatalan sertifikat Halal, d. Keluarnya barang-barang yang beredar. Oleh karena itu, bagi para pelaku UMKM, marilah kita segera mengurus sertifikasi halal melalui cara reguler atau deklarasi mandiri.

Untuk melaksanakan sertifikasi Halal secara rutin, pelaku usaha harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) berbasis risiko terlebih dahulu. Kemudian siapkan dokumen-dokumen yang diperlukan yaitu:

1. Surat lamaran

2. Formulir Aplikasi (untuk Layanan Pembunuhan)

3. Aspek Hukum (NIB)

4. Catatan penyelia halal

5. Daftar produk dan bahan yang digunakan

6. Proses pengolahan produk

7. Pedoman Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).

Bagi pelaku usaha non-UMK dan luar negeri, pengawas halal harus memiliki sertifikat pelatihan dan uji kompetensi. Untuk pelayanan pemotongan, tukang daging halal harus memiliki sertifikat pelatihan dan uji profisiensi. Pemangku kepentingan dunia usaha sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan LPH sebelum memilih LPH.

Berikut alur cara pengajuan sertifikasi halal reguler:

1. Pelaku usaha mendaftar sertifikasi Halal di ptsp.halal.go.id (SIHALAL)

2. BPJH melakukan verifikasi dokumen

3. Menghitung LPH dan memasukkan biaya pemeriksaan ke dalam SIHALAL

4. BPJH menerbitkan tagihan pembayaran

5. Pelaku usaha membayar tagihan dan mengunggah bukti pembayaran di Sihalal

6. BPJH memverifikasi bukti pembayaran dan menerbitkan surat tanda terima dukungan (STTD).

7. LPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian produk

8. Komisi Fatwa/Panitia Fatwa melakukan Sidang Fatwa untuk menentukan kehalalan produk

9. BPJH menawarkan sertifikasi Halal

10. Pemangku kepentingan dunia usaha dapat mengunduh sertifikat Halal

Biaya untuk mendapatkan sertifikat Halal cukup terjangkau, Rp300.000 untuk registrasi dan penetapan kehalalan produk, Rp350.000 untuk biaya verifikasi kehalalan produk melalui LPH. Biaya-biaya ini tidak termasuk biaya pengujian laboratorium dan tidak termasuk akomodasi dan/atau transportasi ke pengujian lapangan.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *