BOGOR – Banyak masyarakat yang menganggap minyak goreng sisa proses penggorengan merupakan limbah yang sudah tidak memiliki nilai guna lagi. Minyak goreng yang dibuang langsung ke badan sungai juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang dapat mengganggu keseimbangan alami biota yang hidup di badan sungai. Padahal limbah minyak jelantah masih bisa diolah menjadi produk yang bisa menghasilkan pendapatan sebesar Rs.
Minyak jelantah merupakan limbah rumah tangga yang dihasilkan hampir di setiap rumah. Melihat fenomena tersebut, tim Sekolah Tinggi Keguruan Tinggi (STKIP) Kusuma Negara Jakarta mengajari ibu-ibu PKK Ciburayut, Cigombong, Kabupaten Bogor memanfaatkan minyak jelantah untuk membuat lilin (LiMiArt) dan sabun (KiMiSo).
Tim STKIP terdiri dari Presiden Purwani Puji Utami, anggota Niken Vioreza, Devita Cahyani Nugraheny, Nanda Lega Jaya Putra serta dua mahasiswa Program Penelitian PGSD, Sahlan dan Mihemed Nurdiansyah.
Kegiatan yang dilaksanakan pada bulan Agustus hingga Desember 2024 ini merupakan kelanjutan dari program Dinas Sosial (PKM) STKIP Kusuma Negara tahun 2018. PKM dimulai dengan pemberian motivasi kewirausahaan, ekonomi hijau dan wirausaha sosial, perencanaan dan pengelolaan usaha pada usaha mikro. , manajemen produksi dan manajemen pemasaran. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengembangkan kemampuan dan mengembangkan perekonomian masyarakat.
Pada sesi pelatihan, peserta mempelajari cara membersihkan minyak jelantah sebelum digunakan sebagai bahan pembuatan lilin dan sabun. Pemurnian minyak dengan larutan kanji. Karbon aktif ditambahkan ke minyak yang telah dihilangkan lemaknya dan dibiarkan meresap selama 24 jam.
Purwani Puji Utami dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (10/12/2024), mengatakan, “Setelah penyulingan dilanjutkan dengan penyaringan hingga diperoleh minyak yang siap digunakan sebagai bahan dasar lilin dan sabun.”
Peserta tidak hanya belajar cara membuat produk saja, namun juga belajar cara membuat produk dengan teknik pengemasan yang dapat meningkatkan nilai jual, serta teknik pemasaran baik secara offline (langsung) maupun online yang dikemas di tengah pasar.
“Saya tidak menyangka bahan-bahan yang awalnya dianggap sampah bisa diubah menjadi produk yang memiliki nilai jual. Pelatihan ini sangat komprehensif, diajarkan mulai dari proses perencanaan, pembuatan produk bahkan pemasaran. pelatihan hanya mengajarkan cara membuat mereka membeli produk. Makanya terkadang kita bingung saat menjualnya.”
Lilis berharap kegiatan pemberdayaan masyarakat seperti ini bisa lebih sering dilakukan mengingat manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat di wilayah binaan. Kegiatan ini juga membantu menyelamatkan lingkungan dengan mendaur ulang sampah.