SEMARANG – Rekaman CCTV berdurasi 41 detik mengungkap fakta baru soal penembakan yang diduga dilakukan Aipda Robig Zainudin, 38, anggota Satres Narkoba Polrestabes Semarang saat melakukan operasi koboi.
Rekaman CCTV menunjukkan seseorang diduga Aipda Robig Zaenuddin menembaki sepeda motor yang diduga Gamma Rizkynata Oktafandy. Foto/cerita
Kamera keamanan menunjukkan Aipda Robig diduga menembak Gamma Rizkynata Oktafandy, 17 tahun, dan beberapa temannya yang sedang mengendarai sepeda motor.
Aipda Robig tampak memblokir jalan dan langsung menembak korban tanpa peringatan.
Rekaman CCTV ini mengungkap fakta baru, peluru polisi diduga menjadi penyebab kejadian Gamma tewas dan rekannya terluka. Berbeda dengan pernyataan versi polisi yang menyebut sempat terjadi perkelahian.
Sebelumnya, keluarga Gamma mengaku mendapat intervensi dari polisi yang tiba di Kota Semarang bersama seorang jurnalis.
Mereka tiba di kediaman mendiang Gamma di Kota Semarang pada Senin (25/11/2024) malam. Hari itulah mereka mendapat kabar bahwa Gamma telah meninggal dunia setelah dr. He dirawat di RSUD Kariadi.
“Polrestabes mendatangkan wartawan, mungkin wartawan dari tabes (Polrestabes). Jadi ungkapannya mereka minta kita tandatangani deklarasi untuk tidak menyebar atau berkembang di mana pun, jadi mereka suruh kita biarkan saja, itu ungkapannya,” ujarnya. Keluarga Gamma yang meminta untuk tidak disebutkan namanya Senin (12/02/2024).
Pihak keluarga langsung menolak permintaan tersebut. Sebab menurutnya, keterangan Kapolrestabes Semarang dan informasi yang diterima di lapangan berbeda dengan kronologi polisi akhirnya menembak Gamma.
“Kami menolak, kami tidak mau membuat video. Pokoknya tabes (Polsek Semarang) yang minta,” sambungnya.
Permintaan narasi yang ditolak keluarga Gamma antara lain tuntutan kasus sudah ditutup dan tidak ada jalan keluarnya, serta wartawan jarang datang ke rumahnya.
Pihak keluarga juga tidak percaya bahwa Gamma adalah anak yang baik dan penurut.
“Karakter (Gamma) berbeda dengan apa yang dideskripsikan (yang datang ke rumah), kalau katanya ikut gangster, anaknya terlantar atau semacamnya, maka mereka punya ciri-ciri, sering keluar malam. , bukan begitu.” begitulah (Gamma tidak seperti itu). Tidak ada senjata tajam di “Kegiatan di luar sekolah hanya pencak silat,” katanya.
Itu harusnya sangat terang
Menanggapi hal tersebut, pengacara M Amal Lutfiansyah mengatakan Polri harus berani menyampaikan secara gamblang kejadian kejahatan tersebut.
“Pertama-tama kami ucapkan terima kasih kepada Polri atas tindakan cepat polisi dan terduga pelaku berhasil ditangkap. Namun kedua yang harus kita pantau bersama: apakah benar kronologi yang disampaikan sesuai dengan fakta di lapangan? Karena seperti kita ketahui di media ada dualitas fakta, pertama Polri bilang ada perkelahian, ada kerusuhan dan sebagainya. Namun, saksi di lokasi kejadian mengatakan tidak ada perkelahian di lokasi kejadian. .kejahatan,” kata Lutfi, sapaan akrabnya, ketika dihubungi Senin malam.
Pengacara M Amal Lutfiansyah (kedua dari kiri) mengatakan Polri harus berani menyampaikan secara gamblang kejadian kejahatan tersebut. Foto/Eka Setiawan
Sehingga, menurutnya, korban mendapat stigma, seolah-olah menjadi pelaku perkelahian.
“Itulah yang harus kita periksa apakah jadwal yang disampaikan polisi atau fakta para saksi di lokasi kejadian sudah benar. Fakta terkait tindak pidana tersebut tidak boleh disembunyikan, apalagi jika tindak pidana tersebut dilakukan oleh anggota TNI. Polisi” sambung pengacara dari firma hukum Abddurrahman & co.
Dia mengatakan, jika terjadi kejadian seperti itu, seluruh verifikasi ada di tangan Polri, mulai dari olah tempat kejadian perkara, penyerahan barang bukti, hingga penyampaian kronologisnya.
“Makanya diberikan kronologi sebenarnya. Apakah itu sesuai dengan kejadiannya? Sehingga kita dapat mengetahui apakah ada alasan yang dapat dibenarkan atau dapat dimaafkan dalam penerapan undang-undang tersebut. “Nah, harus kita buktikan, hasilnya nanti di pengadilan, berdasarkan bukti-bukti yang cukup, termasuk bukti digital,” ujarnya.
“Karena jika tidak ada alasan atau alasan atas perbuatan yang dilakukan terduga pelaku, menurut saya itu adalah pembunuhan melawan hukum. Eksekusi di luar hukum. “Ini harus kita hadapi bersama, jadi polisi juga punya tugas menyampaikan fakta, kronologi sebenarnya, baik korban maupun keluarga korban tidak boleh terintimidasi,” lanjutnya.
Didakwa menghalangi keadilan Dalam serangkaian peristiwa seputar kematian Gamma, keluarga tersebut muncul sehari setelah kematian Gamma dan didekati oleh polisi dan jurnalis serta diminta untuk memfilmkan kematian Gamma. Namun pihak keluarga menolaknya karena punya pandangan sendiri dan yakin timeline-nya tidak sesuai dengan keinginan agen.
Menanggapi hal tersebut, Lutfi mengatakan jika terbukti maka bisa juga tergolong menghalangi keadilan. “Seperti yang saya sampaikan tadi, semua pengendalian ada di tangan Polri, artinya bisa saja mereka curiga atau cenderung memutarbalikkan fakta, sehingga penerapan hukum tidak sesuai fakta,” jelasnya.
Jika kasus ini benar dan tidak sesuai dengan fakta yang dipaparkan Mabes Polri, tentu akan merugikan keluarga korban. Lebih lanjut, penandaan stigma juga tidak tepat jika terbukti kronologi yang disampaikan Polri tidak benar.
Lutfi menegaskan, Polri bisa segera mengusut hambatan keadilan jika ada pengaduan, karena pelaporan bukan merupakan tindak pidana.
“Proses pidana tersendiri bisa dilakukan karena penyajian fakta atau kronologi yang salah juga merupakan tindak pidana. Kita ingat, dalam kasus Sambo ada beberapa orang yang menutup-nutupi fakta dan mengganggu keluarga Brigjen Joshua hingga berujung pada tindakan etik dan pidana. Jadi, kalau ada upaya seperti itu, itu merupakan tindak pidana tersendiri. Oleh karena itu, Polri harus hati-hati dalam menangani kasus tersebut, jelas Lutfi.
Dia mengatakan, jika unsur penghambat penyelenggaraan peradilan sudah cukup, maka polisi wajib mengusutnya.
“Harus profesional, mau dilakukan anggota atau masyarakat biasa, harus diusut polisi. “Hal inilah yang menjadi dorongan bagi Polri di tengah banyaknya tindak pidana yang diduga dilakukan oleh anggotanya, serta riuhnya pemilu kepala daerah yang juga banyak menyita perhatian Polri. Hal inilah yang menjadi dorongan bagi Polri untuk melaksanakan penerapan hukum dengan melibatkan anggota internal,” tegasnya.