JEMBER – Di Desa Gondang, Desa Darungan, Kecamatan Tanggul, Jember, ada kisah semangat pendidikan di tengah keterbatasan. Di sebuah desa terpencil di kaki Gunung Argopuro, terdapat sebuah sekolah menengah terbuka yang hanya memiliki lima siswa. Meski sederhana, sekolah ini merupakan simbol harapan dan tekad melawan putus sekolah.
Jarak 12 kilometer dari desa ke SMP di kota kabupaten menjadi kendala terbesar. Aksesibilitas jalan yang buruk dan kondisi geografis yang sulit membuat banyak orang tua memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya ke sekolah menengah atas. Faktanya, setelah lulus sekolah dasar, banyak anak yang terpaksa berhenti sekolah.
Namun keadaan tersebut berubah berkat inisiatif Kapten Infantri Abdul Muntolib, Danramil 0824 Tanggul. Sayangnya anak-anak di desa tersebut tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena alasan geografis dan finansial. Dengan tekad yang kuat, ia mendirikan SMP terbuka di Desa Gondang.
Satu-satunya gedung sekolah dasar di desa tersebut merupakan ruang belajar terbuka bagi siswa sekolah menengah pertama. Karena keterbatasan sumber daya, maka proses belajar mengajar dilakukan pada siang hari, setelah siswa membantu orang tuanya dalam pekerjaan di rumah atau di kebun, dan setelah siswa sekolah dasar selesai menggunakan gedung tersebut.
“Anak-anak ini sebagian besar berasal dari keluarga tidak mampu. Kami ingin memastikan mereka tetap mendapat pendidikan,” kata Kapten Abdul Muntolib, Minggu (22/12/2024).
SMP terbuka ini juga mendapat dukungan dari SMP 17 Agustus Semboro yang mengirimkan guru untuk membantu mengajar. Salah satu guru, Haris Sanjaya, menekankan pentingnya sekolah ini. “Dengan adanya SMA terbuka ini, tidak ada lagi siswa yang putus sekolah. Semua langsung diterima tanpa dipungut biaya,” ujarnya.
Meski siswanya hanya lima orang, namun kehadiran SMP terbuka ini menjadi harapan besar bagi masyarakat Dusun Gondang. Tak hanya berkontribusi dalam melanjutkan pendidikan, sekolah ini juga menjadi simbol bagaimana kecerdikan dan kerja sama dapat mengubah masa depan generasi muda.
Minat belajar di kaki Gunung Argopuro semakin berkembang saat ini, meski dengan segala keterbatasan. Kisah ini menjadi pengingat bahwa pendidikan adalah hak setiap anak, dimanapun mereka berada.