BANTEN – Pemerintah Provinsi (Pemprof) Banten didorong lebih terlibat dalam penyelesaian permasalahan tembok sepanjang 30,16 kilometer di Tangerang. Selain mempunyai kewenangan mengatur, Pemprov Banten juga harus memahami tujuan pembangunan pagar tersebut.
Maret Priyanta, pakar hukum perencanaan Universitas Padjadjaran, mengatakan sesuai Peraturan RTRW Wilayah 1 Tahun 2023 di Provinsi Banten, laut sepanjang 30,16 kilometer dikelilingi daerah penangkapan ikan, kawasan pelabuhan, dan tepian pantai. Dia mengatakan itu akan ditayangkan sesuai rencana.
Jika ada pagar, pemerintah daerah perlu mengetahui sejak dini apakah pembangunan yang dimaksud sudah sesuai dengan peraturan RTRW. Selain itu, lokasi pembangunan kurang dari 12 kilometer perairan dan peraturan RTRW diatur oleh otoritas setempat.
“Jika lokasi pemasangan pantai berada di dalam air, dan dasar hukum penggunaannya diatur dalam RTRW Provinsi Banten, maka Pemprov Banten harus terlibat aktif.” Kami melakukan kegiatan pengawasan di wilayah perairan dan pengelolaan daratan yang berdekatan,” ujarnya, Senin (13/1/2025).
Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dalam rangka perencanaan, seluruh kegiatan pemanfaatan laut harus sesuai dan berdasarkan nama yang ditetapkan dalam RTRW Provinsi Banten.
Setiap orang yang memanfaatkan ruang pantai wajib memiliki KKPRL. Menurut dia, tindakan KKP menutup tembok laut itu wajar, karena tindakan tersebut bukan merupakan pelanggaran KKPRL sehingga menjadikannya ilegal.
“KKP mempunyai kewenangan dan tanggung jawab, termasuk pengendalian seluruh kegiatan di laut, sehingga tindakan yang dilakukan sudah tepat,” tegasnya.
Seperti diberitakan, keberadaan pagar misterius sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang ini menuai kontroversi karena belum diketahui pemiliknya. Pagar bambu setebal 2 hingga 3 meter itu merugikan para nelayan karena harus berjalan jauh untuk bisa melaut.