JAKARTA – Kiprah Kejaksaan Negeri (Kejagung) selama lima tahun terakhir membuahkan hasil. Kejaksaan Agung telah banyak melakukan perubahan dan perubahan.
“Apalagi dalam penyelesaian perkara,” kata mahasiswa yang juga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Fachrizal Afandi, Senin (14/10/2024).
Dalam laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2022, Kejaksaan Agung mengusut 405 kasus korupsi dan total kerugian negara sebesar Rp39,2 triliun. Kasus yang diproses lebih banyak dibandingkan KPK yang berjumlah 36 kasus, sedangkan polisi 138 kasus.
Selain itu, Kejagung juga menyita aset seperti uang, barang luar negeri, dan mobil mewah. Total seluruh barang bernilai Rp 21.141.185.272.031,90 senilai US$ 11.400.813,57, SG$ 646,04, barang di Singapura, Australia dan berbagai tempat lainnya.
Dengan prestasi tersebut, Kejagung mampu menjadi lembaga penegak hukum yang sangat digemari masyarakat. “Lebih dari KPK dan kepolisian,” kata orang yang juga Ketua Pusat Penelitian Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (PERSADA UB) ini.
Tak hanya itu, jika jaksa terbukti bersalah, Kejagung tak segan-segan mencopotnya. Seperti yang dilakukan Kejaksaan Bojonegoro, kata Fachrizal.
Tahun lalu, Pengadilan Bojonegoro memberhentikan salah satu anggotanya dengan cara tidak hormat. Anggota yang diberhentikan merupakan pimpinan sidang saksi. Hal ini terjadi karena anggotanya diduga melakukan pelecehan terhadap siswa muda SMK.
Dengan adanya rencana ini, masyarakat tidak perlu lagi khawatir. “Kalau ada masyarakat yang menilai jaksa melakukan kesalahan, bisa langsung mengatakan jaksa melakukan kesalahan,” ujarnya.
Selain itu, Kejagung mulai mempertimbangkan permintaan manajemen. Seperti halnya I Nyoman Suken yang kedapatan memegang 4 ekor burung pekakak. Pasalnya landak jawa merupakan hewan yang dilindungi.
Namun jaksa memerintahkan pembebasan Sukena. Oleh karena itu ada hal-hal yang tidak dapat dibuktikan sebaliknya. Faktanya, penggugat tidak meminta pemberhentian kecuali kasusnya tidak bersyarat.
Fachrizal menambahkan, dirinya tidak seharusnya nyaman dengan cara dia menangani Jaksa Agung. Meski ada perubahan positif dibandingkan masa lalu, namun banyak tugas dalam negeri yang perlu diselesaikan secara bertahap. Tujuannya adalah untuk menjamin keadilan di antara masyarakat.