SEMARANG – Belanda terpaksa memecahkan dua wilayah di bawah Istana Yogyakarta dan Suracarte setelah mengatakan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas (RM). Pemberontakan itu berhasil didepresiasi, dan Republik mengatakan dia akhirnya menyerah dan menandatangani perjanjian Salatiga dengan Belanda pada 17 Maret 1757.
Namun, konsekuensi dari pengajaran adalah ekor yang panjang. Dua wilayah istana, yang dibagi oleh perusahaan Belanda, sekali lagi dibagi, terutama di daerah Madiun Raya. Pangeran Mangkubumi dikhususkan oleh raja di Istana Yogyakarta dengan judul Sultan Hamengkubuwono I.
Ini berdampak pada area moncororo atau di daerah yang disebut di luar area kerajaan utama, yang dibagi menjadi dua. Di Madiun Raya, wilayah itu juga dibagi menjadi dua, yaitu untuk Yogyakart dan Istana Surracarta.
Di mana untuk Istana Surracart, dikutip oleh Sindonews, Minggu (23/23/2025) dalam buku “Antara Lawu dan Wilis: Arkeologi, Sejarah dan Legenda, Madiun Raya, berdasarkan pendaftaran Madiun Adam Madiun 1934 – 38”, yang terdiri dari tiga wilayah 12.000 tanah.
Kemudian, dua yogorogo lainnya, yang sekarang memasuki Ngawi dengan 1.500 cincang, dan setengah dari wilayah Pacitan dengan 250 cincang. Sementara keempat wilayah Istana Yogyakarta, yaitu Madiun dengan 12.000 cincang, dengan 700 cincang, Kabupaten Madiun dengan 500 cincang dan, akhirnya, setengah dari wilayah Pacitan dengan 250.
Selain distribusi wilayah tersebut, masyarakat Belanda juga memperkenalkan Raden Mas sebagai pemimpin pertama Kuil Mangunegoro atau memanggil Kuil Mangunegaran dan memegang Pangeran Adipati Aryo. Kemudian, negosiasi mengenai distribusi wilayah dilakukan pada tanggal 26 September 1757 di Klepa, sebuah desa yang pada waktu itu antara Jalan Solo dan Yogyakarta.
Tetapi negosiasi diblokir lagi. Perselisihan terjadi lagi sampai pertemuan kedua di bawah pengawasan Belanda 2.