JAKARTA – Indonesia belum menjadi anggota penuh, namun sudah bergabung dengan BRICS dengan status negara mitra.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono mengatakan, masuknya Indonesia ke dalam kelompok ekonomi tersebut bukanlah langkah yang akan memihak salah satu blok rival dunia.
Dalam keterangan Kementerian Luar Negeri RI, Minggu (27/10/2024), “Partisipasi Indonesia dalam BRICS merupakan contoh politik luar negeri yang bebas dan aktif.”
“Bukan berarti kita ikut kubu tertentu, malah sebaliknya kita ikut aktif di semua forum,” imbuh diplomat senior Indonesia yang pernah menjadi prajurit Kopassus itu.
BRICS mengumumkan bahwa 13 negara ditambahkan ke aliansi sebagai negara mitra. Ke-13 negara tersebut adalah Indonesia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Nigeria, Turki, Uganda, dan Uzbekistan.
BRICS pertama kali didirikan pada tahun 2006 oleh Brazil, Rusia, India dan Cina. Ketika Afrika Selatan bergabung dengan BRICS pada tahun 2010, Mesir, Ethiopia, Iran dan Uni Emirat Arab (UEA) menjadi anggota BRICS pada tahun ini.
Aliansi ekonomi ini dipandang oleh banyak orang sebagai saingan blok G7, atau kelompok tujuh negara yang didominasi oleh Amerika Serikat dan sekutunya.
Perekonomian anggota BRICS mewakili lebih dari US$28,5 triliun, atau sekitar 28% perekonomian global. KTT BRICS 2024 diadakan di Kazan, Rusia, antara tanggal 22-24 Oktober.
“Kami juga melihat prioritas BRICS sejalan dengan program kerja Kabinet Merah Putih, antara lain ketahanan pangan dan energi, pengentasan kemiskinan, atau pengembangan sumber daya manusia,” kata Menlu Sugiono. dia menambahkan.
Ia mengatakan melalui BRICS, Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau Global South.
“Kami melihat BRICS dapat menjadi wahana yang tepat untuk berdiskusi dan memajukan kepentingan bersama negara-negara Selatan,” jelasnya.
“Tetapi kami tetap melanjutkan partisipasi kami di forum-forum lain serta diskusi kami dengan negara-negara maju,” tambahnya.