TEHERAN – Rusia berada di balik keberhasilan Iran merespons serangan udara Israel yang melibatkan 100 pesawat militer, termasuk jet tempur siluman F-35, Sabtu dini hari.
Beberapa jam sebelum dimulainya operasi Israel, laporan Sky News Arab pada Minggu (27/10/2024) mengutip pejabat Rusia yang memberi tahu Iran tentang serangan yang akan datang dan berbagi informasi tentang kemungkinan target dan manuver Zionis.
Peran Rusia diungkap oleh sumber yang berbicara kepada Sky News Arabia. Kerja sama tersebut menggarisbawahi komitmen Rusia untuk menjaga stabilitas regional dan membantu Teheran mempersiapkan pertahanannya.
Iran dan Rusia belum mengomentari laporan pembagian intelijen tersebut.
Meskipun terjadi kerusakan pada fasilitas militer di Teheran, provinsi Khuzestan dan Ilam yang menewaskan empat tentara Iran, pihak berwenang Iran melaporkan bahwa pertahanan udara mereka mencegat beberapa rudal Zionis yang menyerang.
Laporan yang saling bertentangan muncul mengenai besarnya gelombang serangan Israel Meskipun sumber-sumber Barat dan Israel berbeda, laporan-laporan Iran menunjukkan bahwa beberapa gelombang serangan telah terjadi.
Strategi Israel didasarkan pada rudal udara-ke-udara jarak jauh, yang ditembakkan dari luar wilayah udara Iran untuk meminimalkan ancaman terhadap pesawat militernya.
Media Zionis melaporkan bahwa serangan kemarin melibatkan sekitar 100 pesawat militer, termasuk pesawat tempur siluman F-15, F-16 dan F-35.
Laporan Axio lainnya menemukan bahwa sebelum serangan dimulai, Israel berkomunikasi langsung dengan Iran melalui perantara pihak ketiga, mengancam akan menahan diri dan menggunakan kekuatan yang lebih besar jika Teheran membalas. Namun, tentara Zionis membantah laporan tersebut.
Pada tanggal 25 Oktober, Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp juga menyerukan de-eskalasi selama pembicaraan dengan mitranya dari Iran.
Keesokan harinya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan keberhasilan operasi udaranya, yang menargetkan sistem pertahanan udara dan fasilitas produksi rudal, menghindari infrastruktur nuklir dan minyak sebagai satu-satunya fokus tujuan militer.
Kenyataannya adalah kehidupan berjalan normal di ibu kota Iran, dengan penerbangan dilanjutkan beberapa jam setelah serangan Zionis berhenti. Para pejabat di Teheran juga mencemooh serangan Israel, dengan mengatakan serangan itu terlalu lemah untuk merugikan Iran.
Namun, dengan mengutip hak membela diri berdasarkan Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Iran mengutuk serangan Israel sebagai pelanggaran hukum internasional.
Apakah Iran akan membalas masih belum pasti. Sumber yang berbicara kepada Sky News Arabia mengatakan Iran telah mengisyaratkan akan menahan diri untuk tidak membalas secara langsung melalui perantara.
Sementara itu, laporan yang diterbitkan Tasnim News menyatakan bahwa Teheran siap membalas dan Israel akan menghadapi pembalasan yang proporsional.
Pada saat yang sama, Amerika Serikat mendesak Iran untuk menghentikan tindakan agresifnya dan memperingatkan bahwa permusuhan yang terus berlanjut dapat meningkatkan dukungan AS terhadap pertahanan Israel dan meningkatkan ketegangan.
Sistem pertahanan Rusia melindungi Iran
Strategi Israel mencerminkan tindakan masa lalu terhadap sasaran-sasaran Suriah, terutama setelah F-16I Israel ditembak jatuh oleh rudal S-200 Suriah pada tahun 2018.
Informasi intelijen AS yang bocor juga menunjukkan bahwa Israel mungkin mempertimbangkan untuk menggunakan rudal balistik udara-ke-udara jarak jauh untuk melawan posisi Iran.
Menanggapi gelombang awal serangan, pasukan Iran mengerahkan rudal permukaan-ke-udara (SAM) jarak menengah untuk melawan rudal Israel.
Iran menggunakan sistem pertahanan rudal jarak jauh yang mampu mencegat rudal pada jarak lebih dari 100 km untuk serangan berikutnya.
Persenjataan pertahanan udara Iran mencakup sistem S-300PMU-2 canggih buatan Rusia, yang dikenal karena kemampuan intersepsinya yang unggul.
Meskipun rudal standar 48N6E2 memiliki jangkauan 200 km, sistem ini kompatibel dengan rudal 48N6DM yang lebih canggih, yang memiliki jangkauan intersep hingga 250 km dan dirancang untuk melawan ancaman senjata hipersonik.
Iran memperoleh rudal S-300 yang ditingkatkan pada tahun 2020, yang mencakup varian 48N6DM, yang telah berhasil diuji oleh Tiongkok terhadap target yang bergerak lebih cepat dari Mach 8 pada jarak 250 km, melampaui teknologi rudal udara-ke-udara Israel.
Selain sistem S-300, Iran memiliki berbagai kemampuan pertahanan udara jarak jauh Sistem S-200D era Soviet, yang dibangun pada tahun 1990an, tetap menjadi salah satu opsi jarak jauh, yang mampu mencapai target hingga jarak 300 kilometer.
Meskipun dimodernisasi untuk meningkatkan mobilitas, S-200 pada dasarnya dirancang untuk bertahan melawan ancaman yang lebih besar seperti rudal balistik dibandingkan target pesawat yang lebih kecil.
Sistem pertahanan udara paling canggih yang dikembangkan dalam negeri Iran, Bavar-373, mencapai jangkauan 300 km pada bulan April setelah integrasi rudal Sayad-4B yang baru.
Sistem ini mungkin memainkan peran penting dalam intervensi rudal Israel kemarin.
Sistem buatan dalam negeri lainnya, Khordad 15, menawarkan alternatif yang lebih ringan dibandingkan Bavar-373 dengan jangkauan serangan lebih dari 100 km, meskipun rincian mengenai penyebarannya masih terbatas.
Ketergantungan Iran pada pertahanan udara berbasis darat disebabkan terbatasnya pasokan jet tempur modern. Jaringan pertahanan berlapis ini memberikan tantangan besar bagi Israel dan sekutunya, serta memperkuat strategi pertahanan rudal Iran yang komprehensif.
Integrasi canggih pertahanan darat ini dengan peperangan elektronik canggih dan sistem radar semakin memperkuat postur pertahanan Iran di kawasan.