JAKARTA – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) no. 28 Tahun 2024 pada akhir Juli tahun lalu, dan saat ini sedang disusun beberapa peraturan yang masuk dalam kerangka rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK). Namun proses penyusunan berbagai RPMK menimbulkan diskusi di berbagai sektor. Sejumlah pihak mengajukan keberatan bahkan menolak isi peraturan yang terkesan tidak memuat atau menyikapi opini, terutama pada hal-hal yang mengatur bidang di luar kesehatan. PP dan turunannya RPMK diketahui memiliki peraturan di luar kewenangan Kementerian Kesehatan di berbagai sektor, mulai dari pendidikan kedokteran, makanan minuman, hingga tembakau.
Sejumlah tenaga medis yang tergabung dalam Kelompok Peduli Pendidikan Kedokteran Indonesia (KP2KN) menyoroti terpilihnya Presiden Akademi Kesehatan Indonesia berdasarkan aturan pengumuman no. KP.01.02/A/5105/2024 yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan atas nama Menteri Kesehatan pada tanggal 23 September 2024.
Menteri Kesehatan dinilai menyalahgunakan kewenangannya dalam mengontrol proses seleksi, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota, serta tata kerja Akademi Kesehatan Indonesia, sesuai Pasal 711 PP No. 28 Tahun 2024. Berdasarkan hal tersebut, KP2KN meminta Menteri Kesehatan menghentikan proses pemilihan Presiden, Wakil Presiden, dan anggota Akademi Kesehatan Indonesia karena dianggap membingungkan proses pembentukan Akademi Profesi Kesehatan.
KP2KN juga mensyaratkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 12/2024 yang dianggap melakukan kecurangan dalam proses pendirian perguruan tinggi melalui pemilu kali ini. Mereka menilai aturan tersebut bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2023 dan aturannya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, serta tidak sesuai dengan aturan musyawarah dan kompromi yang lazim digunakan dalam pemilihan ketua dan anggota. dari perguruan tinggi kedokteran.
Sementara itu, persoalan buruknya regulasi yang dikeluarkan Menteri Kesehatan juga diangkat oleh Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI). Mereka dengan tegas menolak usulan Menteri Kesehatan (RPMK) terhadap peraturan yang diusulkan Kementerian Kesehatan sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024. Aturan tersebut diketahui memuat ketentuan kemasan rokok tidak bermerek yang ditentang banyak pihak. APTI menilai ketentuan kemasan rokok tanpa label dalam RPMK akan merugikan industri tembakau, termasuk petani, dan meminta pemerintah mengkaji ulang RPMK dan PP 28/2024.
Sekretaris Jenderal APTI Kusnasi Mudi mengatakan aturan ini mengancam kehidupan 2,5 juta petani tembakau yang sangat bergantung pada industri tersebut. Menurutnya, terdapat keterkaitan yang kuat antara sektor hulu dan hilir ekosistem tembakau, dan jika sektor hilir ditekan maka petani akan terkena dampaknya. “Jika tekanan pada sungai di bawahnya terus berlanjut, maka ada petani di sungai yang terkena dampaknya,” ujarnya seperti dikutip, Senin (10/7/2024).
Mudi juga menyoroti usulan umum pelarangan produk tembakau dan kemasan polos dalam PP 28/2024, yang diyakininya merupakan upaya sistematis untuk menerapkan aturan yang sama seperti negara-negara yang telah meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Ia menegaskan, bergabungnya RPMK akan mengancam kehidupan petani tembakau. Mudi percaya bahwa para petani tidak akan bisa bercocok tanam dengan tenang dan mencari nafkah jika ada upaya sistematis dan berskala besar yang segera mengubah peraturan tembakau di Indonesia, sehingga merampas sumber penghidupan jutaan orang. “Meloloskan RPMK sama saja dengan menghalangi petani mencari nafkah,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi juga meminta pemerintah menganggap penting kritik terhadap usulan Peraturan Menteri Kesehatan dan Peraturan PP 28/2024 yang muncul dari masyarakat. Apalagi, kritik tersebut semakin muncul karena sebelum PP tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi), tidak ada koordinasi yang baik dengan beberapa kementerian terkait. “Kementerian Kesehatan sepertinya mengambil keputusan sepihak dan ini sangat menyedihkan bagi kami,” ujarnya.
Benny menegaskan, meski pemilik usaha setuju dengan tujuan peningkatan kesehatan masyarakat, pendekatan yang diambil mungkin tidak hanya menyangkut masalah kesehatan atau industri. “Kita perlu duduk bersama untuk membahas masalah ini secara mendalam,” tambahnya.
Dari sisi industri, beberapa klausul dalam PP ini dinilai perlu direvisi. Selain itu, Benny juga menyarankan agar proses penyusunan rancangan peraturan menteri kesehatan ditunda hingga ditemukan pejabat baru di kementerian. Ia berharap Menteri Kesehatan yang baru dapat membuka ruang diskusi yang membahas pandangan berbagai pihak, terutama para pekerja yang terkena dampak industri.