Gunung Kidul – Mohamed Adi Janhari (19), siswi senior SMA SLB 2 Gunung Kidul, mengalami luka lebam dan lebam di beberapa bagian tubuhnya akibat penganiayaan.
Gurunya yang berinisial DRS memukulnya dengan tongkat pelindung usai upacara pengibaran bendera, Senin (7/10/2024) lalu.
Selasa (8/10/2024) Siang tadi, seorang Guru Sekolah Luar Biasa (SLB) di Gunungkidul, berinisial DRS, dilaporkan ke Mapolres Gunungkidul. DRS diduga menahan dan memukuli siswa berkebutuhan khusus.
Putra pasangan asal Sukoharjo, Jawa Tengah, Wajimen-Nenok Kumnansyah ini mengalami luka di bagian bahu kanan, lengan, punggung, perut, dan kepala. Ternyata tak hanya dia, temannya Ewan dari Cabanion Plain juga mendapat perlakuan yang sama dari sang guru.
Mereka bersama bibi korban sekaligus pengasuhnya, Indang, mendatangi PPA Polres Gunungkidul untuk melaporkan kejadian tersebut. Keluarga berharap guru tersebut dihukum.
Muhammad dalam kesaksiannya mengatakan, kejadian serupa juga terjadi pada Senin pagi (10/7/2024) kemarin pagi, yakni usai upacara pengibaran bendera. Dia dan Ewan dibawa ke sebuah ruangan.
Ia berkata: “Saat kami masuk, pintu dan gorden langsung ditutup rapat.
Setelah itu, Muhammad diminta duduk di kursi dan meletakkan tangannya di atas meja. Teman yang lain diminta melakukan hal yang sama.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, DRS langsung memukul Muhammad dengan tongkat pemukul yang biasa digunakan petugas keamanan sekolah. Tak hanya sekali, pelajar ini dipukul berkali-kali.
Dia menambahkan, “Saya menjerit kesakitan. Tapi saya dipukul.”
Muhammad mengaku tidak mengetahui alasan dirinya dan temannya Ewan dipukuli. Sebab, mereka langsung diminta masuk ke dalam ruangan.
Diakui Muhammad, akibat penyerangan tersebut, ia mengalami nyeri dan lebam di berbagai bagian tubuhnya. Hingga saat ini, ia masih menderita sakit fisik di bagian lukanya.
Ayah korban, Wajmin mengaku sangat marah. Ia tidak terima dengan perlakuan kejam yang diberikan gurunya kepada anaknya. Guru yang seharusnya menjadi guru dan melindungi anak-anaknya justru menganiaya anak-anaknya.
“Saya ingin gurunya diadili secara hukum. Pelakunya harus mendapat hukuman yang setimpal,” kata Wajmin.