Dugaan Praktik Monopoli Avtur di Indonesia Dinilai Tak Berdasar

Dugaan Praktik Monopoli Avtur di Indonesia Dinilai Tak Berdasar

JAKARTA – Dugaan monopoli perusahaan bahan bakar jet (jetfuel) kembali mencuat setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha Komersial (KPPU) menyatakan sedang mengusut dugaan praktik monopoli dan penguasaan pasar PT Pertamina Patra Niaga. Monopoli ini diyakini akan membuat operator lain kalah bersaing dalam bisnis penyediaan avtur ke bandara.

Menanggapi klaim monopoli avtur, Direktur Jenderal Balinus CENITS Jawa Timur Raden Muhsin Budiono, Balinus CENITS (Pusat Kajian Energi dan Teknologi Inovatif), mengatakan klaim tersebut sama sekali tidak berdasar. Pasalnya, ditegaskannya, Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) bukan satu-satunya pemasok avtur di Tanah Air.

“Sebenarnya pasar bahan bakar jet di Indonesia tidak monopoli. Selain Pertamina, ada perusahaan swasta yang memiliki izin penjualan migas bahan bakar avtur, yaitu PT AKR Corporindo Tbk, PT Dirgantara Petroindo Raya, dan PT Fajar. Petro Indo,” jelas Muhsin kepada media, Kamis, 10 Maret 2024.

Muhsin menambahkan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan mencegah praktik monopoli di sektor energi, termasuk bahan bakar jet. Peraturan Badan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) No. 13/P/BPH Migas/IV/2008 tentang Pengaturan Pengendalian Penyelenggaraan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak di Bandar Udara, merupakan salah satu aturan penyediaan bahan bakar penerbangan di Indonesia.

Ia juga mengatakan, perintah ini merujuk pada Pertamina Patra Niaga untuk penyediaan bahan bakar udara ke 72 DPPU yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain kondisi tersebut di atas, ada juga perintah dari Pemerintah Pertamina untuk memasok bahan bakar pesawat di beberapa bandara, terutama di daerah terpencil, tambahnya.

Pekerjaan ini, menurut penjelasannya, bertujuan untuk menjamin ketersediaan avtur di seluruh Indonesia dan mendukung pembangunan daerah. Artinya, Pertamina tidak fokus pada penyediaan BBM di bandara-bandara besar, melainkan pada bandara-bandara kecil atau perintis yang tidak menguntungkan secara komersial karena penurunan permintaan.

“Mungkin berdasarkan pemikiran tersebut, bab II pasal 3 ayat 3 peraturan BPH Migas mengamanatkan keharusan pemerintah agar perusahaan avtur membuat daftar produksi minyak lokal menjadi prioritas,” imbuhnya.

Menurut Muhsin, Pasal 3 ayat 3 dinilai KPPU bias terhadap swasta dan menghambat persaingan yang sehat sehingga merupakan bagian dari aturan di BPH yang diatur secara ketat dan menempatkan Pertamina di posisi teratas dalam industri penerbangan. bahan bakar. di Indonesia.

“Ini mungkin yang menjadi dasar tuduhan monopoli Pertamina.” Tak heran, belum lama ini, atas nama persaingan sehat, KPPU meminta BPH Migas mengubah peraturan tersebut. 13/2008 untuk membuka ruang avtur,” ujarnya.

Terkait tudingan harga bahan bakar jet di Indonesia paling tinggi di Asia Tenggara, Muhsin menilai hal tersebut juga tidak benar. Padahal, kata dia, harga asli Pertamina sudah kompetitif dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah yakni Keputusan Menteri ESDM No. 17 K/10/MEM/2019 tentang Rumus Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Eceran Jenis Bahan Bakar Penerbangan yang didistribusikan oleh DPPU.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun membantah pertanyaan soal harga BBM yang dijual Pertamina, kata Muhsin. Jika dibandingkan dengan harga authur per liter yang dikeluarkan di negara yang wilayah geografisnya sama dengan Indonesia, kata dia, ditemukan harga authur yang dikeluarkan Pertamina sama dan lebih rendah. Misalnya, harga avtur Pertamina Patra Niaga pada 1 hingga 30 September sebesar 13.211 riyal per liter, sedangkan harga avtur Singapura saat itu naik menjadi 23.212 riyal per liter, demikian penjelasannya.

Muhsin menjelaskan, harga minyak dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain harga minyak dunia, tarif, nilai tukar, dan pajak. Harga tersebut juga memperhitungkan permintaan jumlah pergerakan pesawat dari masing-masing bandara dan mengambil rumus Mean Plate Singapore (MoPS) yang merupakan harga pasar terdekat. “Jadi membandingkan harga bahan bakar jet antar negara tanpa mempertimbangkan faktor-faktor tersebut bukanlah hal yang apple to apple, apalagi rantai pasok bahan bakar di Indonesia lebih kompleks dibandingkan negara lain,” tegasnya.

Sebelumnya, Pertamina Patra Niaga juga memberikan informasi mengenai persoalan monopoli. Pertamina menegaskan tidak pernah menolak untuk menjalin kerja sama dengan pengusaha yang ingin memasuki pasar avtur atau penjualan cabang terbatas. “Pertamina Patra Niaga tidak pernah menolak kerjasama, karena sampai saat ini belum ada permintaan izin usaha umum lagi,” kata Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga, Happy Vulansari, kemarin.

Happy menambahkan, Pertamina Patra Niaga akan selalu mengikuti peraturan BPH MIGAS No. 13/P/BPH Migas/IV/2008 yang merupakan indeks perusahaan penyedia bahan bakar penerbangan Indonesia. Pertamina Patra Niaga, lanjutnya, akan terus mendukung kebijakan pemerintah dan tetap bertanggung jawab atas pasokan avtur ke 72 DPPU yang tersebar di seluruh pulau.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *