JAKARTA – Keberadaan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) menjadi misteri yang masih membuat banyak orang penasaran.
Meski sempat disebut-sebut telah punah puluhan tahun lalu, salah satu hewan endemik Indonesia ini kembali menjadi pemberitaan menyusul ditemukannya sampel rambut yang cocok dengan DNA-nya baru-baru ini.
Sebagai informasi, Indonesia setidaknya memiliki tiga jenis harimau berbeda, yakni Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Harimau Bali (Panthera tigris balica), dan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica). Meski Harimau Bali dan Harimau Jawa dinyatakan punah, namun Harimau Sumatera masih berstatus belum lepas dari ancaman kepunahan juga.
Faktor penyebab punahnya harimau jawa antara lain adalah tradisi Rampogan Makan pada masa lampau. Selain itu,
Ada alasan lain, seperti perburuan manusia dan hilangnya satwa liar.
Lantas, benarkah harimau jawa belum punah? Berikut penjelasannya yang bisa Anda simak.
Benarkah Harimau Jawa Belum Punah?
Daftar Merah Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) telah memasukkan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) sejak tahun 1980an. Sedangkan penampakan harimau jawa terakhir kali terkonfirmasi di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur adalah pada tahun 1976 dan setelah itu konon tidak pernah terlihat lagi.
Setelah puluhan tahun dianggap punah, harimau jawa dilaporkan muncul kembali. Laporan ini ditemukan oleh peneliti Pusat Penelitian Biosistem dan Evolusioner Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Virdateti.
Situs resmi BRIN, laporan tersebut berdasarkan penemuan sehelai rambut yang diduga milik harimau jawa di pagar pembatas taman warga di Desa Chipeundei, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Virdateti mengatakan Kalih Rexasevu menemukan bulu tersebut berdasarkan laporan Ripi Januar Fajar yang bertemu dengan hewan mirip harimau jawa pada malam hari, 19 Agustus 2019. Setelah penemuan tersebut, serangkaian analisis DNA komprehensif dilakukan.
Menariknya, Virdateti dan timnya menyimpulkan sampel rambut yang ditemukan di Sukabumi Selatan berasal dari spesies Panthera tigris sondaica atau harimau jawa. Spesies tersebut termasuk dalam kelompok yang sama dengan harimau jawa yang dikoleksi Museum Zoologi Bogorienne (MZB) pada tahun 1930.
Ia melanjutkan, analisis genetik DNA memiliki tingkat sensitivitas yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan konservasi dan memperjelas ketidakpastian taksonomi. Virdateti menambahkan, ekstraksi DNA total dilakukan menggunakan Dneasy Blood & Tissue Kit sesuai dengan protokol yang dimodifikasi dengan penambahan proteinase, karena tingginya kandungan protein pada rambut yang terlibat.
Selain rambut, ternyata juga ditemukan cakaran mirip harimau di lokasi tersebut sehingga semakin memperkuat perlunya peneliti melakukan observasi lebih lanjut.
Maka untuk menjawab pertanyaan “apakah harimau jawa masih ada di alam liar?”, Virdateti menemukan bahwa hal ini masih perlu dikonfirmasi dengan lebih banyak studi genetik dan lapangan.
Singkatnya, meskipun ada beberapa laporan peringatan mengenai harimau jawa dalam beberapa tahun terakhir, tidak ada bukti foto atau video yang meyakinkan mengenai keberadaan mereka. Oleh karena itu, peneliti harus terus melakukan upaya strategis untuk membuktikan keberadaan harimau jawa yang masih ada.