Bupati Pacitan yang baru dilantik Jogokaryo II mendapat perlawanan dari tentara pejuang. Konon pasukan Pangeran Diponegoro berperang melawan Belanda dan penduduk pribumi yang bersekutu melawan Belanda dan sekutunya.
Dalam perlawanan itu, Bupati Pacitan yang konon pro Belanda tewas di tangan tentara Pangeran Diponegoro yang dianggap pemberontak. Saat itu, setelah peralihan kekuasaan dari kerajaan Mataram, Pasitan masuk ke dalam wilayah kekuasaan keraton Yogakarta.
Mas Sumodivirio atau Mas Tumengung Jogocario II merupakan putra dari Bupati Pacitan sebelumnya, Mas Tumengung Jogocario II. Terjadi pergantian kepemimpinan di wilayah Pacitan yang diputuskan oleh Keraton Yogyakarta.
Keputusan luar biasa Darbar Yogyakarta ini menyelamatkan Jogokaryo I. Peristiwa yang saya dengar tentang Yogakarta Durbar.
Dikutip dari buku “Kisah Brang Weton: Berdasarkan Babad Alit dan Babade Ngara Patjitan” yang diterjemahkan oleh Carso Hardojoseputro, menggantikannya dengan referensi putra Mas Sumodivirio.
Namun mau tidak mau, ia harus menerima keputusan Pengadilan Yogakarta. Persiapan belum matang untuk putra sulungnya Mas Kayodipuro yang digadang-gadang sebagai penggantinya. Alhasil, Mas Sumodivirio menggantikan ayahnya sebagai Bupati Pacitan.
Keputusan ini pada dasarnya diterima oleh Jogocario I. Pada saat itu juga dikatakan bahwa situasi keamanan di Pakistan tidak stabil. Pasukan pejuang di bawah komando Pangeran Diponegoro, yang digambarkan oleh Belanda sebagai pemberontak, mengepung Pacitan.
Di antara sekian banyak penjahat yang ingin memberontak adalah Bupati baru Kiai Bagor dan Iroro yang berstatus Kepala Desa Gedangan. Suatu ketika dikisahkan bahwa Kai Bagor dan anak buahnya dengan bersenjata lengkap berangkat menyerang kota Pacitan.
Kia Bagor yang lumpuh digendong dengan tandu oleh prajuritnya, sedangkan Irorono digendong dengan menunggang kuda oleh lebih dari 50 prajurit. Kelompok pemberontak ini berhasil menerobos beberapa pos pemeriksaan dan memasuki pendopo.
Mereka menyamar sebagai polisi desa untuk mengantarkan penjahat ke kota. Di Pendopo Pacitan, tanpa ragu para pemberontak langsung menyerbu keluar dengan membawa tombak, telempex dan senjata lainnya yang sudah siap.
Wakil terpilih yang baru, Mas Tumengung Jogokaryo II atau bergelar Mas Tumengung Jogonagoro, kaget saat preman pemberontak muncul di aula.
Pramugara langsung diserang oleh beberapa pemberontak. Petugas pendopo lainnya, Demang Ngamplak, yang melihat pramugara terdesak ke arah preman bersenjata lengkap, berusaha melawan untuk membantu Mas Tumengung Jogonagoro.
Tapi karena musuhnya banyak sekali, senjata Karis yang diambilnya tidak ada gunanya. Dimang Negeplak membunuh lawannya dengan senjatanya. Alhasil, Mas Tumengung Jogokaryo II berjuang sendirian melawan pemberontak.
Pada awalnya dia tidak dapat bertahan dari serangan para pemberontak dan berbagai senjata gagal bekerja, namun karena beberapa senjata mengenai tubuhnya dia robek dan pingsan, meninggal tak lama kemudian.
Setelah mengetahui Mas Tumengung Jogonagoro tewas, para pemberontak bersorak dari DPRD, lalu saling mengajak untuk menjarah dan membakar rumah. Sungguh menyedihkan akhir kepengurusan Paciton yang baru menjabat 40 hari.