PADA masa revolusi kemerdekaan Indonesia, banyak cerita yang penuh dengan keberanian, pengorbanan dan strategi militer. Namun, dibalik suara tembakan dan ledakan, terdapat pula kisah mistis yang menjadi bagian perjuangan bangsa.
Salah satu kisah paling legendaris datang dari medan pertempuran tersembunyi di Jawa Timur, tepatnya di Lembah Watulimo, Kabupaten Trenggalek.
Peristiwa mistis ini pernah dialami oleh Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang kini bernama TNI AU saat ikut serta dalam operasi militer melawan Belanda pada tahun 1949.
Dalam buku Sang Elang: Serangkaian Kisah Perjuangan HAS Hanandjoeddin di Panggung Revolusi Kemerdekaan Indonesia karya Haril M. Andersen, diceritakan bagaimana prajurit TNI AU di bawah pimpinan Perwira Utama III HAS Hanandjoeddin.
Prajurit mereka terjebak dalam situasi di luar pemahaman manusia, dikelilingi oleh ribuan tentara sakti Jawa kuno. Kisah ini bermula pada bulan Januari 1949, ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II, sebuah serangan besar-besaran yang bertujuan untuk mendapatkan kembali kendali atas wilayah Indonesia.
Letnan Kolonel HAD Hanandjoedin. Foto/IOC Dirjen Kekayaan Negara
Tentara Belanda yang mempunyai persenjataan modern dan kekuatan militer yang besar mengancam perjuangan bangsa yang baru merdeka. Di tengah situasi kritis tersebut, termasuk TNI AU dibawah pimpinan Hanandjoeddin di Jawa Timur.
Detasemen Udara Parigi yang dipimpin Hanandjoeddin mendapat perintah penting: menghancurkan jembatan tua di Lembah Watulimo. Jembatan tersebut merupakan penghubung vital bagi tentara Belanda ketika mengangkut pasukannya ke daerah tersebut.
Jika jembatan tersebut bisa hancur maka pasukan Belanda akan kesulitan melanjutkan serangannya. Namun, misi yang tampaknya sederhana segera berubah menjadi salah satu pertempuran paling misterius dalam sejarah pertempuran negara.
Para prajurit sudah bersiap dengan baik. Bahan peledak telah disiapkan dan rencananya dipikirkan dengan cermat. Namun, saat mereka memasang bahan peledak di jembatan, sesuatu yang aneh terjadi. Beberapa upaya dilakukan untuk meledakkan jembatan, namun bom tidak meledak.
Para prajurit yang awalnya percaya diri mulai merasa bingung bahkan takut karena tidak ada penjelasan logis atas kegagalan mereka. Mendengar laporan anak buahnya, Hanandjoeddin memutuskan untuk turun tangan sendiri.
Dia mendekati seorang pemimpin masyarakat setempat, berharap menemukan solusi atas kegagalan misinya. Tokoh masyarakat mengatakan kepadanya bahwa jembatan tersebut bukanlah jembatan biasa dan ada kekuatan gaib yang melindunginya.
Untuk menghancurkannya, Hanandjoeddin disarankan untuk berpuasa dan berdoa, memohon kepada Allah untuk menghilangkan alam gaib yang menjaga jembatan tersebut. Bagi seorang komandan militer yang terbiasa berpikir logis dan strategis, usulan tersebut terdengar tidak masuk akal.
Hanandjoeddin, seorang lelaki kuat dan pemberani, tidak mau percaya pada takhayul seperti itu. Dia memutuskan untuk melanjutkan misi dengan pasukannya, percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan tugas tersebut tanpa harus melibatkan kekuatan mistik.
Tengah malam, Hanandjoeddin dan rombongan tentara berangkat menuju jembatan tua. Suasana di sekitar Lembah Watulimo semakin terasa mencekam saat memasuki hutan yang masih alami hingga saat ini.
Hutan Watulimo terkenal di kalangan penduduk setempat sebagai tempat yang penuh dengan energi mistis, makhluk gaib dan berbagai cerita horor yang diceritakan secara turun temurun.
Semakin larut malam, suasana semakin mencekam.
Angin sepoi-sepoi bertiup, suara-suara misterius datang dari kegelapan hutan, dan bau mistis membubung di udara menyebabkan beberapa prajurit mulai merasa tidak nyaman. Mereka merasa sedang diawasi, namun tidak tahu oleh siapa atau apa.
Salah satu prajurit, M. Yahya yang terlihat semakin khawatir, akhirnya memberanikan diri untuk bersuara, “Maaf ya, sebaiknya kita batalkan rencana malam ini.” Namun Hanandjoeddin yang memiliki jiwa kepemimpinan kuat tak sedikit pun takut.
Dia memandang tentaranya dengan tegas dan berkata, “Jika kamu takut, kembalilah ke markas. Biarkan aku pergi ke jembatan.”
Mendengar kemarahan komandannya, para prajurit akhirnya memilih untuk terus mengikuti dari belakang, meski rasa takut masih membayangi hati mereka. Ketakutan ini segera berubah menjadi kengerian yang luar biasa ketika mereka sampai di lokasi jembatan.
Sosok-sosok supranatural muncul di hadapan mereka: ratusan hingga ribuan prajurit berseragam Jawa kuno, beserta senjata senapan tradisional, berbaris rapi seolah siap berperang.
Pemandangan itu membuat para prajurit tidak tahan lagi.
Walaupun mereka adalah prajurit pemberani yang tidak takut menghadapi tentara Belanda, namun kali ini mereka menghadapi sesuatu yang tidak dapat mereka lawan dengan peluru atau strategi militer. Satu demi satu prajurit lari ketakutan meninggalkan Hanandjoeddin sendirian.
Rupanya Hanandjoeddin yang pemberani tidak menyadari bahwa dirinya telah ditinggalkan. Ia terus bergerak maju, berusaha menyelesaikan misinya, hingga akhirnya ia menyadari bahwa ia dikelilingi oleh ribuan tentara sihir yang berdiri di sekelilingnya.
Saat itu dia merasakan bulu kuduknya merinding, namun dia tahu bahwa sebagai seorang komandan dia tidak boleh menunjukkan rasa takut. Di saat ketegangan itu, Hanandjoeddin beristighfar, memohon kekuatan kepada Allah SWT dan dengan penuh keyakinan berseru:
“Assalamualaikum. Saya Hanandjoeddin, Komandan Pertahanan wilayah Watulimo. Kami mempunyai niat baik untuk menyelamatkan masyarakat dan alam kawasan ini dari penjajahan Belanda. “Bantu perjuangan kami untuk menjaga kemerdekaan Indonesia,” ujarnya sambil berdoa.
“Saya yakin Anda berada di pihak kami karena peperangan telah terjadi sejak zaman nenek moyang kami, sejak zaman Sultan Agung Raja Mataram. Kami hanya meneruskan cita-citanya. Saya mohon pengertiannya bahwa kami sedang memotong jembatan yang menghubungkan desa ini demi keselamatan masyarakat Watulimo. Terima kasih atas pengertiannya, Assalamualaikum. “
Tak lama setelah dia mengucapkan salam ini, para prajurit sihir di sekitarnya mulai menghilang satu per satu, menghilang ke dalam kegelapan malam. Hanandjoeddin tertegun sejenak, namun ia tahu bahwa ada kekuatan gaib yang memahami niat baiknya dan menerima alasannya.
Dipenuhi rasa syukur, Hanandjoeddin kembali dengan selamat ke markas. Keesokan paginya, Hanandjoeddin dan prajuritnya kembali ke jembatan. Kali ini mereka kembali mencoba memasang bahan peledak.
Ajaibnya, pada percobaan pertama, bom tersebut meledak dengan keras, menghancurkan jembatan tua tersebut dalam sekejap. Jalur yang digunakan tentara Belanda terputus dan misi yang dirasa mustahil akhirnya selesai.
Peristiwa mistis ini merupakan bagian dari cerita tentang perjuangan yang tidak hanya melibatkan manusia, tetapi juga kekuatan gaib yang sering diyakini oleh penduduk setempat.
Hanandjoeddin kemudian naik pangkat menjadi Letkol dan menjadi Letnan Belitung, diabadikan sebagai pahlawan besar yang namanya diperingati di Bandara Internasional HAS Hanandjoeddin Tanjung Pandan, serta di Pangkalan Udara HAS Hanandjoeddin.