JAKARTA – Pemerintah akan memperluas larangan minyak dan gas untuk memangkas impor yang akan meningkatkan anggaran negara. Seperti diketahui, produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia menghadapi tantangan yang serius. Sebab, produksi migas Indonesia terus menurun.
Fahmi Radi, pengawas energi di Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan volume pemompaan yang lebih rendah ditambah dengan kapasitas penyulingan yang terbatas membuat Indonesia tetap menjadi pengimpor minyak bersih.
Ujung-ujungnya, Indonesia bergantung pada impor minyak mentah dan bahan bakar. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak dalam negeri, sudah sepatutnya kita mengurangi ketergantungan impor minyak saat ini, ujarnya, Jumat (18 Oktober 2013).
Fahmy menilai eksplorasi cadangan minyak membutuhkan investasi besar. Namun, investor besar Indonesia tidak terlalu tertarik karena cadangan minyak semakin menipis.
“Untuk meningkatkan produksi minyak dan gas, pemerintah harus memperluas eksplorasi cekungan baru yang memiliki potensi geologis yang besar namun belum terbukti secara ekonomi. “Setelah cadangan minyak dan gas di sumur-sumur baru ini terbukti secara geologis dan global, investor akan datang jika diperlukan ekonomi dinilai cukup baik dari segi nilai,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, ekstraksi minyak terus mengalami penurunan dibandingkan tahun 2015. Realisasi ekstraksi minyak pada tahun itu tercatat 779 ribu barel per hari (bopd). Pada tahun 2016 meningkat menjadi 829.000 bopd, namun pada tahun 2017 menurun menjadi 804.000 bopd.
Setelah itu terus menurun secara berurutan menjadi 778.000 bopd (2018), 746.000 bopd (2019), 707.000 bopd (2020), 660.000 bopd (2021), 612.000 bopd (2022), dan 605.400 bopd. (2023)).
Terus menurunnya ekstraksi migas akan berdampak pada keuangan negara. Pada tahun 2023, subsidi BBM di Indonesia mencapai Rp 160 triliun, dimana 60% dari jumlah tersebut dialokasikan untuk sektor BBM dan LPG.
Saat ini, Indonesia sangat bergantung pada impor minyak mentah dan produk minyak bumi untuk menutupi defisitnya. Subsidi bahan bakar diberikan untuk menjamin keterjangkauan dan akses bagi konsumen.
PT Chandra Asri Pacific Tbk (Chandra Asri Group) telah mengakuisisi Shell Energy and Chemicals Park (SECP) di Singapura melalui kemitraan dengan Glencore plc.
Kegiatan korporasi yang dilakukan oleh Chandra Asli Group ini bertujuan untuk membantu Indonesia meningkatkan ketahanan energi dan memenuhi permintaan produk kimia yang terus meningkat.
Bapak Fahmi Rady mengapresiasi kontribusi Chandra Asli Group melalui SECP akan mendukung peningkatan produksi petrokimia dalam negeri.
“Bahan baku mudah didapat dan bisa mendorong pertumbuhan manufaktur,” ujarnya.
Melalui SECP, salah satu pusat penyulingan dan perdagangan minyak terbesar di dunia, Chandra Asli Group menyediakan produk minyak bumi seperti bensin, bahan bakar jet, minyak solar, dan bitumen untuk mendukung berbagai industri di Indonesia.
Bapak Erwin Ciputra, Presiden dan Chief Executive Officer Chandra Asli Group, menjelaskan bahwa setiap keputusan bisnis yang diambil perusahaan bertujuan untuk memberikan manfaat bagi Indonesia. Akuisisi ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
“Kami berkomitmen penuh untuk menjadi mitra pertumbuhan Indonesia. Langkah strategis ini merupakan salah satu kontribusi kami terhadap pengembangan industri lokal dan pertumbuhan perekonomian Indonesia,” ujarnya.
Bapak Irwin menambahkan, keuntungan usaha yang diperoleh dari SECP akan direpatriasi dan diinvestasikan kembali untuk pengembangan industri dalam negeri sehingga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan pajak negara baik pajak badan maupun pajak pribadi.
Chandra Asli Group melalui kemitraan strategis dengan Pertamina diharapkan dapat berperan dalam membangun ketahanan energi negara. Pertamina dan Chandra Asli Group dapat bekerja sama dalam mengimpor produk minyak bumi termasuk bensin, jet, solar, dan bitumen dari SECP.
Oleh karena itu, kemungkinan penurunan harga produk minyak bumi terbuka melalui kerja sama di sektor transportasi dan infrastruktur. Bahan kimia lain yang dapat diproduksi Aster, seperti MEG dan poliol, sangat penting dalam proses pembuatannya.
Indonesia masih membutuhkan produk kimia tersebut dalam jumlah tertentu yang seringkali diimpor dari negara maju. Chandra Asri Group berencana memprioritaskan kebutuhan pasar Indonesia dengan melakukan migrasi produk dari Aster untuk mengisi kesenjangan tersebut.