Ancaman Perkotaan: Sampah dan Air Bersih

Ancaman Perkotaan: Sampah dan Air Bersih

Chandra Fajri Ananda

Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia

Kota telah lama menjadi pusat sosial, ekonomi, dan budaya yang mempengaruhi perkembangan suatu negara. Diselenggarakan oleh berbagai fasilitas modern, pelayanan publik yang profesional dan dominasi sektor jasa, kota seringkali menarik orang-orang dari berbagai tempat yang mencari peluang untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik.

Kota merupakan kawasan dengan ciri khas yang membedakannya dengan desa. Salah satu ciri utama suatu kota adalah tersedianya infrastruktur publik yang memadai seperti sarana transportasi, pelayanan kesehatan, dan lembaga pendidikan yang berkualitas. Selain itu, sektor jasa mendominasi perekonomian kota, termasuk perdagangan, perbankan dan pariwisata.

Tingkat pendidikan di perkotaan secara umum lebih tinggi dibandingkan di perdesaan, hal ini didukung dengan hadirnya lembaga pendidikan yang beragam dan berkualitas. Ironisnya, terlepas dari semua manfaat tersebut, kota juga menghadapi tantangan yang kompleks seperti kesenjangan sosial, permukiman yang tidak terorganisir, dan hubungan unik mereka dengan daerah pedesaan.

Kota sering kali menarik orang-orang yang mencari pekerjaan dan kesempatan pendidikan yang lebih baik. Hal ini karena kota ini dapat menawarkan kesempatan pendidikan – formal dan informal – termasuk pelatihan kejuruan dan kursus non-gelar.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, perkotaan di Indonesia akan terus tumbuh dengan jumlah penduduk perkotaan mencapai 56,7 persen. Pasalnya, tidak hanya pekerja terampil yang datang ke kota, tetapi juga mereka yang tidak memiliki keterampilan khusus datang ke kota dengan harapan dapat meningkatkan taraf hidupnya.

Akibatnya, pembangunan perkotaan yang pesat menimbulkan permasalahan seperti kemacetan, polusi, dan kesenjangan sosial. Selain itu, pertumbuhan kota yang pesat sering kali menyebabkan lapangan kerja kosong dan meningkatnya angka kejahatan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang komprehensif untuk mengatasi permasalahan tersebut dan menjamin pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Situasi permasalahan perkotaan Hingga saat ini kota-kota di Indonesia dihadapkan pada berbagai permasalahan, seperti anak jalanan, pengelolaan sampah, akses terhadap air bersih, permukiman kumuh, banjir, dan kemacetan lalu lintas. Meskipun semua permasalahan ini penting untuk diatasi, dua permasalahan terpenting saat ini adalah sampah dan akses terhadap air bersih. Sebab, keduanya tidak hanya berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat, namun juga mencerminkan tata kelola kota yang buruk.

Douglass North – seorang ekonom institusional – menekankan pentingnya aturan formal dan informal dalam mempengaruhi proses kerja. Diperlukan institusi yang efektif untuk memastikan pengelolaan sampah dan penyediaan air minum bersih yang efektif di wilayah perkotaan. Artinya, kurangnya koordinasi antar lembaga pemerintah, kurangnya transparansi, dan buruknya penegakan peraturan membuat permasalahan ini semakin sulit diselesaikan.

Misalnya, pengelolaan sampah seringkali terjebak dalam fragmentasi. Sebagian besar kota di Indonesia belum memiliki sistem terpadu untuk pengelolaan sampah berkelanjutan. Pemerintah kota, perusahaan swasta, dan masyarakat seringkali bekerja secara mandiri, tanpa mandat yang jelas.

Hal ini bertentangan dengan teori “lembaga sebagai instrumen koordinasi”, yang menyatakan bahwa lembaga harus mampu memobilisasi aktor-aktor yang berbeda untuk mencapai tujuannya. Jika kerangka kelembagaan tidak mendukung kerja sama yang efektif, dampaknya adalah pengelolaan sampah yang buruk, seperti pengumpulan sampah atau pengolahan sampah yang buruk.

Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan mengalami peningkatan sampah yang sebagian besar berasal dari kegiatan ekonomi seperti hotel, restoran, dan pabrik. Menurut laporan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2023, Indonesia menghasilkan sekitar 68 juta ton sampah padat setiap tahunnya, lebih dari separuhnya berasal dari perkotaan. Sayangnya, hanya sekitar 55% sampah rumah tangga yang dikelola dengan baik.

Akses terhadap air bersih juga menghadapi tantangan serupa. Pertumbuhan penduduk perkotaan – melalui kelahiran dan migrasi – terus meningkat. Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 278 juta jiwa pada tahun 2023, dengan mayoritas tinggal di kota-kota besar. Pertumbuhan penduduk ini memberikan tekanan yang sangat besar terhadap ketersediaan lahan pemukiman dan infrastruktur, serta meningkatkan kebutuhan akan air bersih.

Akibatnya, sumber daya air mulai menunjukkan tanda-tanda stres, terutama di wilayah dengan pertumbuhan penduduk yang pesat. Lebih dari 11 juta masyarakat Indonesia masih kesulitan mengakses air bersih pada tahun 2023, menurut laporan UNICEF Indonesia. Keadaan ini diperparah dengan limbah domestik dan industri yang mencemari sungai-sungai besar di perkotaan.

Kolaborasi dalam menyelesaikan permasalahan perkotaan Permasalahan perkotaan yang kompleks – seperti pengelolaan sampah dan akses terhadap air bersih – memerlukan solusi yang efektif dan berkelanjutan. Permasalahan ini tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Perubahan nyata memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan pemerintah daerah. Tanpa tindakan yang efektif, tantangan-tantangan ini akan terus mengancam penghidupan masyarakat perkotaan.

Pemerintah memegang peranan penting sebagai penggerak utama kebijakan. Sebagai perencana dan penyedia infrastruktur, pemerintah harus menjamin sistem pengelolaan sampah yang modern dan modern serta sistem distribusi air yang efisien dan bersih untuk memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan. Selain itu, pemerintah perlu melibatkan kelompok berkepentingan lainnya melalui pertemuan atau program bersama, misalnya menyelenggarakan kampanye pendidikan lingkungan hidup yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Masyarakat sebagai pihak yang terkena dampak langsung juga memegang peranan penting. Kerjasama warga dalam mengatasi sampah, menghemat air dan mendukung kebijakan perlindungan lingkungan sangat penting bagi keberhasilan program pemerintah. Keluarga dapat mengurangi beban lingkungannya dengan cara sederhana seperti menggunakan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Selain itu, kelompok masyarakat atau komunitas lokal dapat bertindak sebagai agen perubahan dengan menyebarkan informasi dan mendorong warga lain untuk terlibat.

Organisasi non-pemerintah dan pemerintah daerah juga dapat menjadi mitra. Organisasi non-pemerintah berguna dalam mengkoordinasikan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah, melaksanakan program pendidikan lingkungan hidup dan memberikan advokasi inklusif. Selain itu, pemerintah daerah yang berbatasan dengan kota juga perlu bekerja sama antar wilayah untuk menyelesaikan permasalahan bersama seperti pencemaran air dan pengelolaan limbah.

Di daerah seperti Malang Raya – yang meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu – sistem kerja sama ini menjadi sangat penting mengingat kedekatannya dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kerjasama antar daerah tersebut memastikan metode yang diterapkan tidak hanya efektif di satu daerah saja, namun juga mendukung kelestarian lingkungan hidup secara keseluruhan.

Kerja sama interdisipliner merupakan solusi definitif yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan perkotaan secara efektif. Kemitraan ini menciptakan kota yang lebih layak huni, lebih berkelanjutan dan mampu memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi generasi mendatang. Permasalahan yang kompleks memerlukan solusi yang tidak hanya menyelesaikan permasalahan saat ini, namun juga memberikan landasan yang kuat untuk masa depan. Semoga.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *