JAKARTA – Apakah gunung bisa bergerak? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mungkin muncul di benak seseorang.
Umumnya masyarakat mengenal pegunungan sebagai bentuk permukaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan permukaan tanah di sekitarnya. Lebih jauh lagi, mereka juga mengamati bahwa gunung tertinggi selalu dalam keadaan yang sama, yaitu tidak bergerak.
Meski seharusnya gunung selalu diam di tempatnya, ternyata banyak sumber yang menyebutkan bahwa gunung itu benar-benar bergerak. Salah satunya dijelaskan dalam Al-Qur’an, kitab suci umat Islam, khususnya dalam surat An-Namal ayat 88.
“Dan kamu akan melihat gunung-gunung yang kamu kira diam, padahal ia bergerak (seperti awan yang bergerak). (Inilah) ciptaan Allah yang menciptakan segala sesuatu dengan sempurna. Sesungguhnya Dia melindungi kamu dari apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. An-Namal Ayat 88)
Gunung Bisa Bergerak Selain gagasan keagamaan yang disebutkan di atas, gagasan bahwa gunung bisa berpindah juga telah diteliti. Menurut jurnal ilmiah Ios, sebuah penelitian menunjukkan bahwa gunung sebenarnya bergerak secara konstan, mengikuti ritme gempa bumi di mana pun di Bumi.
Sebuah studi terbaru yang diterbitkan dalam Earth and Planetary Science Letters melaporkan bahwa salah satu gunung paling terkenal di dunia, Matterhorn, berguncang setiap 2 detik. Hal ini disebabkan oleh energi seismik ambien yang dipancarkan dari gempa bumi dan arus laut di seluruh dunia.
Geoffrey Moore, ahli geologi Universitas Utah dan penulis utama studi tersebut, awalnya mencoba menilai dampak aktivitas seismik lingkungan di Pegunungan Matterhorn. Dia dan rekan-rekannya menerbangkan helikopter di atas Matterhorn untuk memasang seismograf bertenaga surya seukuran “cangkir kopi besar” di puncak gunung.
Survei kedua dilakukan di bawah gubuk beberapa ratus meter di bawah puncak bukit. Sedangkan gempa ketiga ditempatkan di gunung sebagai acuan.
Menariknya, seismometer mencatat pergerakan terus menerus dan memungkinkan tim menyimpulkan frekuensi dan arah resonansi. Pergerakannya kecil, nanometer hingga milimeter saat terjadi gempa.
Pengukuran menunjukkan bahwa Matterhorn berosilasi ke arah utara-selatan dengan frekuensi 0,42 Hz, atau kurang dari sekali setiap 2 detik. Ia juga bergetar ke arah timur-barat dengan frekuensi yang sama.
Dengan membandingkan pergerakan di puncak gunung dengan pengukuran dari seismometer referensi, para peneliti menemukan bahwa bagian atas gunung lebih banyak bergerak daripada bagian bawah.
Selain Matterhorn, para peneliti juga mengukur Grosser Methane, gunung berukuran serupa di Swiss. Di sana, mereka menemukan titik temu.
Sedangkan jika kita kembali ke sumber kitab agama Islam yaitu Al-Qur’an pada surat Neml ayat 88, sebagian ulama mempunyai penafsiran yang berbeda-beda. Yang paling menarik, pergerakan gunung yang disebutkan bukanlah pergerakan gunung, melainkan pergerakan yang mengikuti pergerakan bumi.
Karena gunung merupakan bagian bumi yang paling menonjol. Oleh karena itu, orang juga dapat mengatakan bahwa ketika dunia bergerak, segala sesuatu yang ada di pegunungan pun ikut bergerak.
Tesis Basofi Fabrianti yang berjudul “Tafsir Gunung Bergerak dalam QS. An-Namal Ayat 88 Perspektif Tafsir Muqaran”, tafsir lain mengaitkannya dengan kondisi masa depan pada masa kiamat.
Baca juga: Sekutu Terus Runtuh, Berapa Lama Iran Bertahan?
Menurut Quraisy Shihab dan Fakhreddin al-Razi, penyeberangan gunung yang dijelaskan dalam An-Naml ayat 88 akan terjadi di masa depan. Setelah terompet ditiup, gunung-gunung akan dipindahkan sesuai kehendak Tuhan.
Ini adalah investigasi yang menjawab pertanyaan “Dapatkah gunung berpindah” dari sudut pandang agama dan sains. Semoga ini bermanfaat.