JAKARTA – Petani Jawa Tengah menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang mendorong kemasan polos rokok tanpa merek tidak lagi dijadikan sebagai cara pengendalian produk tembakau, melainkan sebagai cara. untuk mengendalikan industri tembakau dan Membunuh para petani.
Ketua Umum Asosiasi Tembakau Indonesia Jawa Tengah (APTI) Wisnu Brata mengkritisi kebijakan zonasi penjualan dan iklan tembakau pada PP 28/2024, serta kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK yang dinilainya sudah ketinggalan zaman. Zat Pengendalian Produk Tembakau.
“Ini adalah kebijakan yang semangatnya menghancurkan industri tembakau dan ekosistem di dalamnya, termasuk petani, bukan mengaturnya lebih lanjut,” ujarnya seperti dikutip, Minggu (20/10/2024).
Wisnu menjelaskan, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kondisi Indonesia yang merupakan negara penghasil tembakau, berbeda dengan Australia yang tidak memiliki budidaya tembakau. Ironisnya, Australia justru menjadi negara acuan Departemen Kesehatan (CMENCAS) dalam mengembangkan peraturan tersebut.
“Kita berbeda dengan Australia karena Australia bukan produsen tembakau, misalnya Amerika, Jepang, beberapa negara Amerika Latin yang semuanya merupakan negara produsen, tidak akan pernah mengikuti kebijakan kemasan rokok tidak bermerek,” tegasnya. .
Wisnu kaget dengan perkembangan aturan Kementerian Kesehatan ini. Pasalnya, kebijakan tersebut akan berdampak besar terhadap ekosistem industri tembakau, terutama terhadap keberlangsungan rezeki petani, kata Wisnu.
“Australia saat ini menjadi salah satu tolok ukur produksi RPMK, karena hanya satu pasar, misalnya wine diproduksi dalam kemasan polos, Australia pasti akan berteriak karena itu negara penghasil wine.” dia menambahkan.
Hal ini disebabkan industri rokok yang menyumbang salah satu sumber penerimaan negara terbesar melalui cukai. Apalagi, kata dia, industri tembakau nasional telah membuka lapangan kerja yang sangat besar bagi masyarakat Indonesia.
Terlebih lagi, tanaman tembakau kini menjadi komoditas pertanian yang semakin banyak ditemui dan memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan komoditas lainnya.
“Misalnya harga beras yang sekarang terjun bebas. Jagung sama, produk lain juga sama. Yang bertahan sekarang hanyalah tembakau,” jelasnya.
Ia menegaskan, sektor pertanian tembakau harus dilindungi pemerintah karena tembakau merupakan produk strategis nasional yang sudah lama dicanangkan pemerintah, bukan malah menyudutkan bahkan berujung pada kebangkrutan industri tembakau. Melalui peraturan yang bersifat restriktif. Dalam PP 28/2024 dan RPMK.
“Sebenarnya yang dilarang bukan budidaya tembakau. Namun yang menjadi pertanyaan adalah selama ini tembakau hanya dimanfaatkan oleh industri karena belum ada sektor sebesar industri rokok. Kini jika industri rokok ingin dimatikan, hal itu harus dilakukan dengan beberapa peraturan yang menurut saya akan berdampak besar. “Dan aturan tersebut bersifat represif dan membuat petani kurang sejahtera,” tutupnya