JAKARTA – Gerakan Kebahagiaan Sekolah (GSM) kembali meluncurkan program Pendidikan Ng(k)aji bertema Rahasia Guru Peradaban. Acara ini diadakan secara online pada Jumat (13/12/2024).
Pendiri GSM Muhammad Noor Rizal ditunjuk menjadi keynote speaker di sana. Antusiasme para guru sungguh luar biasa. Lebih dari 750 peserta berpartisipasi. Mereka setia mendengarkan materi yang fokus pada penguatan guru sebagai panduan agar siswa berada pada koridor yang benar dan tidak terjerumus ke dalam dampak negatif perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI).
“Guru adalah garda terdepan di rumah, sekolah, dan di mana pun. Selama kita masing-masing dihormati sebagai guru, maka peradaban umat manusia akan tetap lestari dan terpelihara. Rizal berkata: “Seperti yang dikatakan Bung Karno, guru adalah Utusan Peradaban.”
Namun masih sering terjadi kekeliruan dimana sistem pendidikan dan guru menganggap penting nilai akademik dan kelengkapan bahan ajar sebagai tolak ukur keberhasilan atau kegagalan pendidikan. Faktanya, guru perlu fokus pada proses pembelajaran manusia yang paling alami.
Artinya, memicu rasa ingin tahu, mendorong kreativitas dan keberagaman potensi, serta mendidik peserta didik sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai kehidupan yang bermanfaat, serta tanggung jawab moral dan etika. Itulah definisi memanusiakan siswa.
“Ketika sekolah dan guru tidak bisa memanusiakan siswanya, bahayanya adalah mereka berlindung pada hal-hal buatan, seperti AI. Sudah ada bukti bahwa Meta AI atau ChatGPT 4.0 dapat menggunakan data pelatihan untuk berbohong, menunjukkan empati, dan menghibur orang-orang yang mereka percayai. sebenarnya bisa di sekolah,” lanjutnya.
“Manusia sebagai makhluk emosional tidak bisa memberikan hal ini karena mereka tidak terlatih. “Kebanyakan dari kita sibuk dengan manajemen, karir dan jabatan, serta persepsi masyarakat sehingga kita jarang berhenti memikirkan diri sendiri,” imbuhnya.
Rizal menjelaskan pengertian kecerdasan buatan (AI) kepada peserta saat diinstruksikan memukul bola beserta isinya. AI itu pintar karena memiliki tujuan. Misalnya saja melempar bola ke dalam bola.
AI akan belajar sendiri cara memukul bola dengan memahami pola memainkan bola. “Kemudian permasalahan tersebut diselesaikan dengan menemukan dan membuat jaringan syaraf tiruan sinapsis yang dibangun manusia dalam suatu algoritma pembelajaran, yang tujuannya adalah melempar bola ke sasaran,” jelasnya.
Rizal khawatir pesatnya pertumbuhan AI dapat memperburuk stagnasi pendidikan di Indonesia. Pengembangan sinapsis yang dihasilkan AI, terutama 175 miliar di ChatGPT 3.5 dan 1 hingga 1.7 triliun di ChatGPT 4.
Dengan kecepatan dan akses informasi, AI tentunya dapat menjadi asisten yang meningkatkan produktivitas manusia. Hal ini dibuktikan dengan AI yang mampu mengolah triliunan data setiap bulannya. Sementara itu, manusia dibatasi hanya 1 miliar data untuk dipelajari seumur hidup.
Namun keterbatasan AI hanya sebatas membantu kehidupan manusia. Hal tersebut tidak dapat tergantikan karena untungnya manusia masih dikaruniai sifat-sifat yang istimewa.
Setelah melihat dampak perubahan kementerian dan kurang pentingnya kurikulum terhadap pendidikan di Indonesia, GSM memilih fokus pada peningkatan kualitas guru. Rizal meyakini guru adalah kurikulum itu sendiri.
Rizal juga membimbing para peserta untuk membentuk mahasiswa yang mampu berpikir secara holistik. Tidak hanya dengan mengetahui “apa”, tetapi juga “bagaimana” dan “mengapa”, dengan mengintegrasikan cara berpikir multidisiplin dan menggunakan pemikiran filosofis sebagai landasannya.
Perlu adanya cara berpikir yang filosofis agar siswa tetap memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, terhindar dari manipulasi berita bohong yang sering tersebar di dunia maya, dan selalu bijak dalam mengambil keputusan.
Reynold, aktivis GSM Supiori mengaku merasakan pelepasan dari masa lalu saat bergabung dengan GSM. Menurutnya, GSM memiliki ekosistem yang mandiri, berdaulat, dan mandiri. Jangan pernah bergantung pada orang yang berkuasa karena semangatnya berasal dari inisiatifnya sendiri.
“Pertemuan malam ini juga membuat kita tidak lagi takut dengan AI karena hal tersebut dapat diatasi dengan membangun arsitektur kebijakan,” ujarnya.