JAKARTA – Presiden Soekarno atau Bung Karno “meramalkan” masa depan Indonesia cerah. Cemerlang, kata Bung Karno saat berbicara dengan reporter Radio Televisi Perancis Suisse pada tahun 1966.
“Ah, masa depan negaraku? Bagus,” kata Presiden Soekarno dengan bahasa Prancis yang fasih.
Wawancara Bung Karno dengan pers asing terjadi pasca merebaknya Gerakan 30 September 1965 atau G30S/PKI.
Peristiwa G30S/PKI yang menimbulkan gejolak politik tanah air, tidak menyurutkan rasa percaya diri Bung Karno terhadap masa depan Indonesia.
Presiden Soekarno tetap berharap Indonesia menjadi negara pintar. Karena negara saya kaya sekali. Karena letaknya sangat bagus. Cerdas antara dua benua dan dua samudera, tambah Bung Karno.
Dalam sebuah wawancara, Presiden Soekarno menjelaskan alasan kebijakan ekonomi Indonesia. peran politik strategis dan militer strategis. Indonesia, kata Soekarno, juga memiliki jumlah penduduk yang besar, yakni pada tahun 1966 berjumlah lebih dari 100 juta jiwa.
“Rakyatku pekerja keras. Rakyatku militan sekali. Rakyatku sangat kuat. Rakyatku sangat bersatu. Bersatu, satu negara,” tegas Bung Karno.
Dalam buku Kesaksian Saya tentang G30S, Soebandrio mengatakan, sebagai pemimpin negara yang baru lahir, Bung Karno punya rencana berani: berdiri sendiri.
Landasan pemikiran Bung Karno adalah kekayaan budaya Indonesia. Minyak di Sumatera dan Sulawesi. Hutan lebat di Kalimantan, emas di Irian (sekarang Papua), dan ribuan pulau yang bagian dalamnya masih belum ditemukan.
Sumber daya alam ini dipadukan dengan banyak masyarakat yang merupakan pasar potensial. Ada harapan besar bahwa tanpa bantuan Barat suatu hari nanti Indonesia akan sejahtera.
Soebandrio mengatakan dalam buku Kesaksian G30S Saya, Bung Karno mengatakan Indonesia hanya membutuhkan generasi muda yang energik untuk menjadi bangsa yang besar.
Namun sejarah berkata lain. Setelah dikeluarkannya surat perintah pada tanggal 11 Maret 1966 (Supersemar) dan penolakan perkara (Nawaksara) pada tanggal 22 Juni 1966, kekuasaan Bung Karno berakhir.
Pada tanggal 5 Juli 1966, MPRS menghapuskan masa jabatan Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Puncaknya pada tanggal 12 Maret 1967, Soekarno tidak lagi menjadi presiden Indonesia.