MOSKOW – Kehadiran BRICS, menurut para pengusaha, dipandang sebagai alternatif bagi negara-negara yang ingin mengurangi ketergantungan terhadap lembaga-lembaga Barat. Pendiri dan CEO Global South Queens (GSQ) Media House, Nonkululeko Patricia Mantula juga menyoroti kemampuan BRICS dalam melawan dampak media Barat, sistem keuangan, dan dampak sanksi barat.
“Sekarang kita melihat sanksi terhadap beberapa negara, ada bias di beberapa organisasi internasional, BRICS adalah jawabannya,” kata Mantula kepada RT.
Ia merefleksikan bagaimana kelompok negara-negara berkembang BRICS, dimulai dengan Brasil, Rusia, India dan Tiongkok, telah menjadi platform penting untuk kerja sama.
Menurutnya, negara-negara tersebut tertarik bergabung dengan BRICS karena keberagaman yang stabil dan rasa hormat satu sama lain, baik secara ekonomi maupun budaya.
Mantula juga menekankan bahwa BRICS mengizinkan anggotanya untuk beroperasi secara independen dari lembaga-lembaga Barat, sehingga membuat mereka kebal terhadap sanksi.
Dia menjelaskan: “Di negara-negara BRICS kami memiliki populasi yang besar, sumber daya alam dan kami belajar untuk bekerja secara mandiri di luar negara Barat, dan sanksi tidak akan membantu kami.”
Hal serupa juga diungkapkan Mantula yang berbicara mengenai pidato Presiden Iran, Masoud Pezeshkian dalam rapat umum tersebut, dimana beliau berbicara mengenai sanksi yang dijatuhkan kepada beberapa negara. “Salah satu negara kami bisa saja terkena sanksi di lain waktu,” kata Mantula.
Sementara itu, pernyataan tersebut juga disampaikan oleh Managing Director SOC Limited Afrika Selatan, Nompumelelo Mpofu. Ia menjelaskan bahwa BRICS memungkinkan negara-negara untuk mengikuti jalannya sendiri, tanpa tekanan dari luar.
Mpofu menekankan pentingnya kedaulatan nasional dalam kerangka BRICS: “Kami di sini, kami telah tiba di sini, kami tidak mempunyai hukuman atau tidak ada hukuman.”
“Salah satu permasalahan di Afrika Selatan adalah kami percaya pada kepentingan kami sendiri,” tutupnya.
BRICS dibentuk pada tahun 2006 oleh Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok, dan Afrika Selatan bergabung pada tahun 2011. Dua negara Afrika lainnya, Ethiopia dan Mesir, bergabung pada Januari 2024, bersama dengan Iran dan Amerika Serikat.
Arab Saudi tidak mengkonfirmasi keanggotaannya setelah diundang untuk bergabung. Saat itu, Rusia adalah pemimpin kelompok ini. Lebih dari 30 negara, termasuk Turki, anggota NATO, telah mengajukan permohonan untuk bergabung.