JAKARTA – Direktur Pusat Pengkajian Agama dan Adat (CFIRST) Arif Mirdjaja mengingatkan polisi, pasal terkait penghinaan agama sudah dihapus dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Meskipun peraturan tersebut masih belum sepenuhnya efektif.
Menurutnya, meski KUHP baru berada pada tahap transisi, aparat keamanan harus menerapkan semangat tersebut guna mencegah kejahatan kelompok tertentu yang dianggap menghina agama.
Menurut Arif, tindakan tersebut merupakan bentuk pengorbanan diri demi perlindungan hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi negara. Ia meyakini interaksi dan dialog antar agama harus menjadi lapangan terbuka untuk mendorong toleransi, bukan menghukum.
“Dialog sehat antar agama dan cerita lama tidak boleh dikatakan tidak tepat,” ujarnya, Sabtu (2/11/2024).
Arif menambahkan, secara umum diskusi keagamaan merupakan bagian dari kebebasan berekspresi yang diatur dan harus dihormati sepanjang tidak mengandung unsur kebencian atau paksaan. Prinsip ini penting untuk membangun kerukunan dalam bangsa dengan keberagaman agama seperti Indonesia.
Aktivis berusia 98 tahun ini menegaskan, polisi tidak boleh terpengaruh oleh tekanan mayoritas atau kepentingan kelompok lain dalam penerapan KUHP baru. “Jangan sampai penilaian dimaknai berdasarkan tekanan kelompok lain, karena bisa membuat polisi tidak memihak,” ujarnya.
Sebagai lembaga, polisi bertanggung jawab menjaga netralitas dan melindungi seluruh warga negara tanpa memandang latar belakang agama. Ia mengatakan, langkah perantara ini menjadi elemen utama yang akan membuat kepercayaan masyarakat terhadap aparat keamanan.
Selain itu, Arif mengingatkan kebebasan beragama dan berpendapat merupakan hak asasi manusia yang diakui konstitusi negara sebagai hak atau hak yang tidak dapat dikurangi dalam hal apapun. Artinya hak-hak tersebut penting dan harus terus dihormati, baik dalam situasi normal maupun krisis, ujarnya.
Menurut Arif, hak-hak tersebut merupakan landasan penting yang harus dilindungi dalam penerapan KUHP baru, sehingga hukum menjadi senjata keadilan yang menjunjung harkat dan martabat manusia.
Sementara itu, mantan Sekretaris Jenderal Hukum Syari’ah, Irfan Fahmi, mengatakan polisi dan lembaga penegak hukum lainnya dapat berperan penting dalam mendukung upaya dialog yang efektif dan saling menghormati.
“Pemanfaatan hukum pidana untuk menciptakan ruang dialog antar agama merupakan sebuah langkah maju bagi Indonesia. Hal ini dapat mengurangi kekerasan dan menciptakan perdamaian,” ujarnya.
“Kita harus terus bekerja keras memperkuat perdamaian dan dialog antaragama untuk mencapai kesetaraan dan saling menghormati antar keberagaman agama di Indonesia,” ujarnya.