JAKARTA – Belakangan ini, beredar kabar baik dan buruk di Tanah Air terkait kontroversi kartu izin Restoran Minang yang dikeluarkan DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM). Bahkan, organisasi besar ini ditengarai banyak memiliki rumah makan Minang, seperti yang terjadi di Cirebon dan kota lainnya.
Direktur Center for Intercultural Studies (CFIRST), Arif Mirdjaja pun angkat bicara mengenai pemanfaatan karya yang dilakukan IKM.
“Yang pertama adalah agar masyarakat umum memahami bahwa UKM adalah satu-satunya organisasi besar yang tidak mempunyai kewenangan untuk melarang atau memberi izin pada pangan tertentu,” ujarnya di Portal MNC, Jumat (8/11/2024).
Dikatakannya, upaya untuk menghentikan masyarakat yang ingin membeli makanan tidak perlu dilakukan, misalnya ada masyarakat Minang yang membeli ikan melayu atau membeli ikan bakar Jimbaran, maka mereka adalah masyarakat bebas untuk menjualnya ke masyarakat.
“Perlakuan terlarang dan pelarangan toko dan restoran benar-benar membawa kabar buruk bagi organisasi lokal yang dapat menimbulkan perpecahan di masyarakat. Banyak hal,” katanya.
Arif yang juga cucu dari khatib dan penerjemah Alquran (alm) Ilyas Bandaro Sati Jambek ini mengatakan, anak negeri, kebenaran di semua kalangan hendaknya menjalin hubungan dan mengakui perbedaan dan keunikan satu sama lain. di dalam. satu ke yang lain. wilayah.
“Kulturalisme itu penting, (langkah) IKM akan membuat primordialisme menjadi tidak relevan lagi sekarang,” ujarnya.
Sementara itu, mantan aktivis Forkot 98 asal Minangkabau, Azwar Furqudyama, mengatakan pembatalan yang dilakukan IKM tidak bisa dibenarkan dari sudut pandang manapun.
Menurutnya, makanan Minang bukan hanya milik masyarakat Minang saja, tapi sudah menjadi kekayaan nasional. Selama berabad-abad, masyarakat Minang datang dari berbagai latar belakang dan berhasil mengembangkan budaya Minang melalui makanan.
“Orang Jawa, makanannya enak, mereka suka makanan Minang, tapi lidahnya perlu disesuaikan, lalu ditambahkan sedikit gula dan buah-buahan lokal,” ungkapnya.
Menurut Azwar, tradisi ini memperkaya budaya Minang. Makanan asli Minang juga berbeda-beda di setiap daerah Minangkabau, dan hanya Minangkabau yang asli.
“Kalau namanya makanan Padang, bukan karena orang Padang yang beli, orang Painan juga bisa beli. Jadi jangan sempit-sempit seperti IKM, kita akan kembali menginspirasi pemikiran yang baik tentang khazanah budaya Minangkabau,” dia dikatakan.