JAKARTA – Toyota memutuskan berhenti mendukung komunitas LGBTQ+. Keputusan ini diambil setelah adanya protes dari para aktivis terhadap DEI (Diversity, Equality and Inclusion) yang menyerukan boikot terhadap Toyota karena mendukung acara dan inisiatif LGBTQ+.
Toyota mengatakan pihaknya ingin menghindari “diskusi yang sangat politis” seputar komitmen perusahaan terhadap DEI. Mereka juga akan memfokuskan kembali program DEI dan berhenti berpartisipasi dalam penilaian dan survei terkait isu LGBTQ+.
Perusahaan akan “mengurangi aktivitas komunitas agar selaras dengan pendidikan STEM dan persiapan tenaga kerja.” Itu adalah catatan internal perusahaan untuk 50.000 karyawan dan 1.500 dealer di AS.
Komentar tersebut muncul seminggu setelah aktivis anti-DEI Robbie Starbuck memulai kampanye media sosial melawan perusahaan tersebut, menyerukan boikot pelanggan atas dukungannya terhadap acara LGBTQ dan inisiatif lainnya.
Pengaruh keputusan Toyota Keputusan Toyota mempunyai kelebihan dan kekurangan. Beberapa pihak memuji langkah Toyota untuk menghindari kontroversi, sementara pihak lain mengkritik Toyota karena tunduk pada tekanan kelompok konservatif.
LGBTQ+ Groups Disappointed Human Rights Campaign (HRC), sebuah organisasi pendukung LGBTQ+, menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan Toyota. HRC yakin keputusan ini akan berdampak negatif terhadap kesuksesan bisnis Toyota di masa depan karena semakin banyak orang yang mengidentifikasi diri sebagai LGBTQ+.
Toyota adalah salah satu dari sedikit perusahaan seperti Starbucks yang berdedikasi pada kebijakan “Bangun” mereka.
Harley-Davidson Inc., Lowe’s Cos. dan Ford Motor Co. Langkah serupa telah diambil. Artinya, membatasi program yang ditujukan pada kelompok LGBT.