JENDERAL TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan menunjukkan jiwa kepemimpinannya saat menjadi perwira senior di Komando Angkatan Darat Sandi Yudha atau Kopassandha (sekarang Kopassus).
Pada tahun 1981, Mayor Luhut mengusulkan pembentukan satuan khusus anti teroris di bawah kewenangan Kopassus. Ide tersebut disampaikan langsung kepada Letkol Benny Moerdani yang saat itu menjabat sebagai Asisten Intelijen dan Pertahanan (Asintel Hankam).
Pengalamannya di militer dan belajar di luar negeri menjadi alasan kuat di balik gagasan ini. Saat mendorong terbentuknya kelompok antiteroris ini, Luhut mendapat restu dari LB Moerdani.
Idenya diterima, tulis Hendro Subroto dalam bukunya Sintong Panjaitan: Perjalanan Prajurit Para Komando, dilansir SINDOnews, Sabtu (19/10/2024).
Perkembangan ini menjadi titik awal terbentuknya salah satu kelompok kontraterorisme paling terkenal di Indonesia. Luxut memiliki banyak pengalaman militer di negara lain yang mendorongnya untuk meminta pembangunan pasukan ini.
Dia berlatih dengan Royal Army Special Air Service (SAS) di Hereford dan Royal Navy’s Special Boat Service (SBS) di Poole, Dorset.
SAS dipandang sebagai kekuatan darat dengan kemampuan kontra-terorisme yang tinggi, sedangkan SBS berspesialisasi dalam operasi bawah air, seperti pembongkaran dan pembongkaran.
Selain itu, Luhut dan Prabowo Subianto berkesempatan melihat langsung pelatihan pasukan antiteroris internasional, antara lain GIGN Angkatan Laut Prancis di Prancis Selatan dan pasukan antiteroris Marinir Kerajaan Belanda.
Pengetahuan ini menambah pengetahuan mereka tentang cara menghadapi aksi teroris. Keduanya berlatih bersama di Angkatan Darat AS di Fort Bragg, North Carolina, AS.
Dengan ilmu yang didapat dari berbagai negara tersebut, mereka mampu membentuk tim yang kuat dan lengkap, sesuai dengan kebutuhan keamanan Indonesia saat itu. Pandangan dunia bukan sekedar tebakan.
Letnan Jenderal. LB Moerdani baik untuk “membeli” atau mencari informasi dari beberapa negara untuk bersiap menghadapi ancaman teroris di Indonesia di masa depan.
Di sinilah gagasan untuk membentuk satuan anti teroris di dalam Kopassus dikukuhkan.
Mayor Luhut kemudian ditugaskan untuk memimpin pasukan anti-teroris yang ia impikan, dengan Prabowo Subianto sebagai wakilnya. Kelompok ini bernama Densus 81/Anti Terorisme (Den 81).
Saat nama tersebut diputuskan, LB Moerdani meminta Luhut berkonsultasi dengan Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima TNI M. Jusuf. Nama “81” dipilih karena merujuk pada masa panen pada akhir tahun 1981.
Jenderal Yusuf pun mengamini bahwa menambahkan angka 81 ke angka 9 merupakan angka yang dianggap sebagai ide bagus. Sebagai pemimpin, Mayor Luhut segera mengambil langkah efektif untuk mengisi Divisi 81 dengan prajurit terbaik Kopassus.
Kebanyakan dari mereka adalah pengikut Sintong Panjaitan, pasukan perkasa yang memimpin banyak misi penting.
Luhut, dengan memanfaatkan ilmu yang diperolehnya di Inggris, Jerman, dan Amerika, ingin setiap anggota timnya memiliki keahlian khusus. Dari penembak jitu, penyerang penyerang, spesialis komunikasi, medis, pembongkaran, dan peralatan khusus.
Setiap anggota harus memiliki satu keahlian tertentu, sehingga unit ini dapat menyelesaikan situasi masalah dengan cepat dan efisien. Dalam struktur organisasi Den 81 terdapat manajer kelompok yang mengorganisir kelompok-kelompok kecil seperti usaha sendiri.
Fleksibilitas memungkinkan mereka mengubah kebutuhan mereka. Ada empat kelompok utama, yang kesemuanya merupakan tindakan preventif, yaitu kontra-terorisme. Keempat tim tersebut bekerja sebagai tim main hakim sendiri untuk menghadapi ancaman teroris.
Lalu ada tim anti pemberontakan, tim pelatihan reguler, dan tim katak yang mengkhususkan diri pada aktivitas bawah air. Konsep yang digunakan pada Den 81/Anti Terrorism merupakan gabungan unit SAS dan SBS Inggris.
Ide ini berasal dari pengetahuan Lux yang belajar langsung di dua kelas tersebut. Den 81 merupakan unit terlengkap di Indonesia saat itu karena dapat menampung berbagai kegiatan, baik di darat maupun di bawah air.
Pada akhirnya, dua Luhut dan Prabowo yang tewas berhasil menempatkan Den 81 di piramida Kopassus.
Di bagian bawah piramida segitiga adalah Parako, di tengah adalah Sandiyudha, dan di atas adalah Den 81/Anti Terorisme yang jumlahnya sekitar 10 persen dari seluruh anggota Baret Merah, kata Luhut menjelaskan kedudukan Den 81 di Kopassus. administrasi. . .
Den 81, dimana Lt. Jenderal. LB Moerdani menginginkan, ada cara untuk menghubungkan erat Intelijen Pertahanan dan Keamanan. Informasi penting tersedia dari personel Pertahanan dan Intelijen untuk membantu operasi pasukan ini.
Memang disediakan radio komunikasi khusus antara Asintel Hankam dan Den 81 untuk memudahkan komunikasi dalam situasi sulit. Dari melindungi presiden hingga operasi rahasia, Den 81 selalu menjadi kekuatan yang harus diperhitungkan.
Posisi Den 81/Anti Teroris bukan hanya tentara Kopassus yang terkenal, tapi juga kekuatan utama ABRI. Itu jenis pasukan yang dipilih dari pasukan Kopassus saat itu, kata Luhut saat itu.
Dua orang antara Luhut dan Prabowo yang memimpin Den 81/Anti Terorisme berhasil menciptakan organisasi yang kuat dan stabil. Mereka unggul dalam operasi rahasia dan operasi kritis.
Pengalaman militer keduanya, ditambah dengan bimbingan pimpinan militer seperti Benny Moerdani, menjadikan Den 81 sebagai pasukan yang selalu siap bekerja dengan cepat dan efisien.
Densus 81/Anti Terorisme yang dibentuk pada tahun 1980 menjadi kekuatan utama di Indonesia. Hingga saat ini, kehadirannya dikenang sebagai sebuah langkah luar biasa yang berhasil memperkuat pertahanan negara.