Festival FTIK UKRIDA Sorot Tantangan Ketenagakerjaan di Industri 5.0

Festival FTIK UKRIDA Sorot Tantangan Ketenagakerjaan di Industri 5.0

JAKARTA – Menanggapi ketidaksesuaian antara kemampuan pascasarjana dengan kebutuhan Industri 5.0, Universitas Kristen Kirida Wakana (UKRIDA) bersama Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer (FTIK) menggelar Festival FTIK.

Acara yang dihadiri oleh 536 peserta, termasuk perwakilan dari berbagai sektor pemerintahan, industri, dan pendidikan tinggi, ini membahas perspektif dan tantangan yang dihadapi industri dalam konteks Industri 5.0 pada tahun 2025.

Dalam pekan perayaan Dies Natalis ini, Perdana Menteri UKRIDA Prof. Dokter-Ing. Ir. Menurut Herman Parung, tema seminar di festival FTIK kali ini fokus pada penguatan interaksi tiga elemen utama yaitu pemerintah, industri dan dunia pendidikan tinggi atau konsep kerjasama tiga arah.

Baca Juga: Informasi Kelayakan PTN SNBP dan SNBT 2025 Tersedia di Website SNPMB, Cek Sekarang

“Kita perlu bersinergi untuk mempersiapkan generasi dengan keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan di masa depan. Kami berharap forum ini dapat menjadi forum yang bermanfaat untuk pertukaran pengetahuan dan pengalaman serta menjadi inspirasi bagi pengembangan inisiatif strategis. Kemajuan dunia pendidikan dan profesi kita semakin meningkat,” ujarnya, Jumat (24/1/2025).

Tantangan Ketenagakerjaan Industri 5.0

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Prof. Anwar Sanusi mengatakan, situasi kerja di Indonesia sangat pelik. Ia mencatat, mayoritas angkatan kerja masih didominasi oleh lulusan SMA ke bawah yang banyak bekerja di sektor informal.

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan dengan kebutuhan produksi. “Lulusan kita banyak, tapi mereka tidak mempunyai keterampilan yang dibutuhkan industri,” ujarnya.

Ia juga menyebutkan kesulitan yang dihadapinya dalam berganti jenis pekerjaan. Seiring kemajuan teknologi yang pesat, banyak perusahaan beralih ke otomatisasi dan digitalisasi, sehingga membutuhkan tenaga kerja dengan keterampilan teknis yang tepat.

“Teknologi ini menciptakan tuntutan baru akan keterampilan, dan kita perlu mempersiapkan tenaga kerja yang dapat beradaptasi dengan perubahan ini,” katanya.

Seorang profesor di depan ratusan mahasiswanya. Mengomentari dominasi Generasi Y dan Z dalam angkatan kerja, Anwar berpendapat bahwa generasi ini lebih mudah beradaptasi terhadap teknologi dan perubahan, namun mereka juga menghadapi tantangannya sendiri.

“Mereka memiliki keterampilan digital yang lebih baik, namun sering kali kurang memiliki keterampilan interpersonal dan fleksibilitas di tempat kerja,” ujarnya. Oleh karena itu, penting bagi perguruan tinggi untuk memasukkan pengembangan soft skill ke dalam kurikulumnya.

Juga, Prof. Anwar juga berbagi peran Kementerian Ketenagakerjaan dalam memastikan berkembangnya ekosistem ketenagakerjaan digital bagi mahasiswa saat ini. Kementerian Ketenagakerjaan berupaya menciptakan platform digital yang dapat membantu menghubungkan pencari kerja dengan perusahaan, serta memberikan pelatihan dan sertifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan industri.

Selanjutnya, Kepala Daerah LLDIKTI III Tri Munanto menjelaskan pentingnya kolaborasi antara perguruan tinggi dan industri. Ia berpendapat bahwa mahasiswa yang belajar di luar universitas memiliki prestasi lebih baik dibandingkan mahasiswa yang belajar di sekolah, seperti magang di berbagai perusahaan dan pertukaran pelajar.

Munanto menekankan pentingnya soft skill dalam dunia kerja saat ini. “Siswa yang memiliki soft skill seperti komunikasi, kerjasama tim, dan kemampuan memecahkan masalah lebih mudah beradaptasi dan sukses di dunia kerja,” tuturnya.

Beliau juga mengucapkan terima kasih kepada UKRIDA sebagai mitra penting dalam peningkatan mutu pendidikan di wilayah LLDIKTI III. “Kami tidak bekerja sendiri, kami banyak mendapat bantuan dari perguruan tinggi, salah satunya UKRIDA yang menjadi mitra. Selama beberapa tahun terakhir, UKRIDA banyak membantu kami, terutama mahasiswa di bidang pelatihan dan bekerja,” katanya. dikatakan

Sementara itu, dari sektor industri, Oki Wijaja, CEO PT Galva Technologies Tbk dan CEO Yayasan BPTK, Krida Wakana juga mengatakan bahwa industri membutuhkan pekerja tidak hanya dengan keterampilan teknis tetapi juga dengan soft skill seperti keterampilan berpikir kritis, keterampilan komunikasi dan integritas. .

“Kita perlu mencari pegawai yang mempunyai kemampuan berpikir kritis dan kreatif,” imbuhnya. “Lulusan perlu belajar dan berkembang secara mandiri agar mampu bersaing di pasar kerja.”

Ia juga menyebutkan pentingnya melanjutkan pendidikan di dunia kerja saat ini. “Pegawai yang mampu beradaptasi dan terus belajar akan lebih siap menghadapi perubahan dan tantangan di industri,” ujarnya.

Melalui peluang ini, keberpihakan trilateral antara pemerintah, industri, dan pendidikan tinggi dipandang sebagai landasan penting bagi generasi mendatang untuk mampu bersaing di kancah global.

Peningkatan mutu pendidikan dan penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan industri diharapkan dapat menghasilkan lulusan berkualitas yang dapat berkontribusi terhadap pembangunan perekonomian nasional.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *