JAKARTA – Fraksi PKS di DPR mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) segera mengambil tindakan tegas untuk menyita dan menelusuri aliran dana perjudian online senilai Rp187,2 triliun. Bank, dompet elektronik, operator seluler. Fakta tersebut juga terungkap dalam kasus Dukungan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang selama ini banyak menimbulkan permasalahan.
Habib Aboe Bakar Al-Habsyi, Anggota Komite III DPR, menilai kasus seperti BLBI merupakan pembelajaran penting bagi lembaga keuangan dan non-bank untuk melakukan aliran dana induksi dengan lebih cepat dan bertanggung jawab.
Politisi PKS itu juga meminta Presiden Prabowo memerintahkan Kejaksaan Agung dan BPK segera menyita uang negara yang disimpan di bank, e-wallet, dan operator seluler.
“Solusi cepat dan tepat adalah Kejagung menyita uang curian dari bank, e-wallet, dan operator seluler yang bekerja sama dengan BPK di luar pengadilan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (24 Desember 2024).
Sekjen PKS mengatakan penyitaan koin tersebut akan membuat jera para administrator sistem pembayaran, termasuk bank, dompet elektronik, dan operator seluler yang terkait dengan pedagang perjudian online.
Ia mengatakan, berdasarkan Pasal 27(2) dan 45(2) UU ITE, pelanggar terancam hukuman enam tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar. Selain itu, Pasal 303 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda Rp 25 juta bagi pelanggar perjudian.
Bank, dompet elektronik, operator seluler, dll. dapat kehilangan keuntungan dari Judol, yang dianggap sebagai hak pemerintah, dan keuntungan dari aktivitas ilegal tersebut dapat disita. Reputasi dan operasional perusahaan Anda terancam.
“Jadi, Judol adalah epidemi yang sangat serius yang menimbulkan risiko sistemik pada sistem pembayaran kita. Di sisi lain, ada pihak yang menikmati setiap rupee transaksi Judol, yaitu bank, dompet elektronik, operator seluler, dan lembaga non-bank lainnya. , ”katanya.
Sementara itu, Ketua Banking Crisis Center (CBC) Achmad Deni Daruri menyayangkan melemahnya pengawasan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Akibatnya, insentif digunakan untuk mendapatkan keuntungan oleh bank dan lembaga keuangan non-bank. Faktanya, judo dilarang di negara tersebut.
Sistem pembayaran Judol yang tersebar luas melalui bank, dompet elektronik, dan operator seluler menunjukkan lemahnya pengawasan perbankan OJK dan pengawasan sistem pembayaran BI.
Deni, sebuah antarmuka pemrograman aplikasi (API) untuk layanan perbankan, dompet elektronik, dan penyedia sistem pembayaran (PJP), mengatakan bahwa konektivitas pembayaran yang mudah melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) berkontribusi terhadap melemahnya sistem kenal pelanggan elektronik ( E-kenali-pelanggan Anda). KYC). dan Elektronik Mengenal Bisnis Anda (E-KYB).
Dalam hal ini, bank dan e-wallet berpura-pura tidak mengetahui bahwa mereka terkait dengan sistem pembayaran toko afiliasi Judol. Nomor PBI. PJP dan PP No. 2 yang mendapat izin penyelenggaraan dari BI pada 22/23/PBI/2020. Dalam hal PJP yang telah mendapat izin PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) sesuai 22/23/PBI/2020, akhirnya dikembangkan sebagai entitas media transaksi pembayaran dan pedagang oleh Menteri Koordinator dan Teknologi pada tanggal 71. tahun 2019. “Ini adalah kekuatan pendorong di balik pesatnya peningkatan popularitas judo,” katanya.
Dia melanjutkan, bank, dompet elektronik, dan operator seluler adalah media yang digunakan untuk pembayaran dompet digital. Ketiga organisasi mendapatkan keuntungan yang signifikan dari biaya dalam bentuk pendapatan.
Berdasarkan catatan CBC, sepanjang tahun 2017 hingga 2024, transaksi Judol senilai Rp 1,416 triliun dilakukan melalui bank, e-wallet, dan operator seluler. Terdapat sistem pembayaran yang mendukung Judol dimana bank menerima Rp3000 per transaksi, e-wallet menerima Rp1500 per transaksi dan operator seluler menerima Rp2500-5000 per isi ulang.
Dengan demikian, dalam kurun waktu delapan tahun (2017-2024), pendapatan perbankan, dompet elektronik, dan operator seluler melalui latihan induksi mencapai Rp70,5 triliun pendapatan berdasarkan biaya bank, Rp11,5 triliun pada e-wallet, dan Rp4,2 triliun. di operator seluler. Sedangkan nilai transaksi yang diblokir PPATK sebesar Rp 101 triliun.
“Selama delapan tahun, total pendapatan bank, e-wallet, dan operator seluler dari Judol sebesar Rp 86,2 triliun, dan Rp 101 triliun yang diblokir dapat ditarik secara mencicil dalam waktu satu tahun oleh BPK bekerja sama dengan Kejaksaan Agung. katanya. . .
Apabila jumlah pengembalian tidak sesuai dengan jumlah sebenarnya, BPK dapat melakukan pemeriksaan penyidikan, audit TI, dan biaya pemeriksaan akan ditanggung oleh instansi terkait, ujarnya.