JAKARTA – Ketua Umum Partai Golkar yang juga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia mengomentari gelar doktor yang dinilai sebagian pihak tidak berdasar. Menurut Bahlil, pemberian gelar doktor itu urusan Universitas Indonesia (UI) karena hanya melakukan penelitian sesuai aturan UI.
“Itu urusan UI ya, saya melakukan pelatihan di UI sesuai aturan dan mekanisme di UI. Sesuai aturan itu, minimal empat semester dan semua tahapannya sudah saya selesaikan,” kata Bahlil kepada wartawan, Sabtu. (19.10.2024).
Menurutnya, terkait pembentukan tim penyidik yang dipimpin Dewan Profesi UI, hal itu juga menjadi urusan UI. Selama menempuh studi di UI, Bahlil mengaku hal tersebut dilakukannya sesuai dengan aturan yang berlaku di UI.
“Jadi kalau urusan internal jangan tanya saya, tanya saja. Mereka hanya mengikuti aturan yang ditetapkan UI, tidak apa-apa,” ujarnya.
Diketahui, Dewan Guru Besar dan Senat Akademik Universitas Indonesia (UI) telah membentuk panel pengusut gelar doktor Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Kesepakatan pengusutan itu dicapai usai rapat pertama Komite Profesor UI pada Jumat (18/10/2024).
“Kami sudah membentuk tim investigasi bersama Senat Akademik,” kata Presiden Dewan Guru Besar Universitas Harchristuti Harkrisnova, usai konfirmasi, Sabtu (19/10/2024).
Menurut dia, tim penyidik terdiri dari 9 orang guru. Masa kerja tim investigasi berakhir pada 30 Oktober 2024.
Pada Rabu (16/10/2024), Bahlil Lahadalia menerima gelar PhD dengan predikat sangat memuaskan dari SKSG UI. Ia mempertahankan tesisnya tentang “Kebijakan, Kelembagaan dan Tata Kelola Daur Ulang Nikel yang Adil dan Berkelanjutan di Indonesia”.
Sidang terbuka promosi PhD Sekolah Kajian Strategis dan Global (SKSG) Universitas Indonesia (UI) Bahlil Lahadalia dipimpin oleh Prof. Dr. I Ketut Surajaya bersama Prof. Dr. Chandra Vijaya sebagai promotor dan Dr. Tegu Darthanta dan Ator Subrota sebagai ko-promotor.
Tim penguji terdiri dari para ahli seperti Dr. Margaret Hannit, Prof. Dr. A. Hanief Saha Gafoor, Prof. Didik Junaidi Rahbini, Prof. Dr Arif Satria dan Prof. Dr.Kosuke Mizuno.