JAKARTA – Harapan masyarakat tinggi terhadap upaya pemerintah menurunkan tarif tiket pesawat saat puncak musim Natal. Langkah ini diperlukan untuk meningkatkan keselamatan penumpang.
Mengurangi biaya penerbangan dengan menurunkan tarif layanan bandara sebesar 50%, memberikan diskon kepada Pertamina Avtura sebesar 5,3% dan mengurangi biaya bahan bakar tambahan (fuel surcharge) untuk mesin jet sebesar 8%. Upaya ini diharapkan dapat menurunkan harga tiket pesawat rute Surabaya-Jakarta sebesar 10% atau setara Rp 157.000. Dan diharapkan dapat menghemat Rp472,2 miliar selama libur Natal 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025.
Pengawas Transportasi, Bambang Hario menilai penurunan harga tiket sangat diharapkan oleh masyarakat menengah ke atas. Namun ada yang perlu dikaji, yakni angkutan udara merupakan moda transportasi yang beresiko tinggi, kegagalannya berakibat fatal, kata Bambang Hario, dikutip Sabtu (30/11/2024).
Ia menegaskan, perusahaan penerbangan harus menanggung biaya keamanan sesuai standar keamanan yang diatur oleh ICAO (International Civil Aviation Organization). Faktanya, biaya keamanan tersebut saat ini belum bisa diterapkan secara maksimal oleh banyak maskapai penerbangan.
Dikatakannya, “Jadi ada sebagian masyarakat yang menyalahgunakan komponen pesawat untuk menggantikan komponen yang sudah aus. Termasuk dalam standarisasi pelayanan kenyamanan minimal yang tertuang dalam UU No.
Bambang mengatakan, banyak pesawat yang terbang tidak memenuhi standar kenyamanan minimal. Misalnya pada kelas ekonomi full service, tidak ada fasilitas hiburan televisi, toilet sering kali tidak ada air mengalir, tidak ada mabuk udara, kebersihan kabin sangat buruk, dan sering terjadi penundaan. Ia kemudian menambahkan: “Ini semua adalah standarisasi pelayanan minimum yang harus diterapkan oleh maskapai penerbangan.”
Anggota DPR RI ini melaporkan, harga tiket pesawat pada tahun 2016 masih murah, sekitar Rp700.000 untuk maskapai berbiaya rendah dan sekitar Rp900.000 untuk penerbangan ekonomi full service. Namun nilai tukar per USD1 saat itu adalah Rp 11.000. Sementara saat ini sudah mencapai Rp 15.800, sehingga wajar jika tarif saat ini naik menjadi Rp 1 juta.
Ia mengatakan, kajian terhadap maskapai penerbangan ini juga harus membahas angkutan umum murah yang seharusnya disediakan pemerintah. Akibat kebijakan transfer, banyak bandara yang masih belum memiliki angkutan umum murah dengan kota tujuan. Jadi untuk konektivitas transportasi darat harus menggunakan taksi yang bisa lebih mahal dibandingkan penerbangan.